Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Judul puisi ini adalah Aku dan dimulai dengan kata yang sama. Judul dan kata awal ini menunjukkan bahwa penyair berbicara tentang diri. Dengan kata ini tersirat makna bahwa Aku adalah subyek sekaligus obyek. Aku adalah subyek yang membicarakan dan yang dibicarakan sebagai obyek juga adalah Aku. Ada apa dengan aku? Ini dapat dilihat pada larik-larik selanjutnya.
Pada larik selanjutnya, Chairil Anwar mengatakan bahwa bila sampai waktunya dia tidak mau dirayu. Kata merayu identik dengan membujuk dengan tujuan untuk menaklukkan. Chairil Anwar mengatakan bahwa dia tidak mau menjadi obyek rayuan karena itu berarti dia tunduk menjadi obyek individu lain. Ini menunjukkan betapa Chairil Anwar dengan kesadaran reflektifnya mengenai keberadaan dirinya sebagai individu, bahkan menganggap reayuan adalah upaya menjadikan subyek menjadi obyek. Sebuah kesadaran reflektif yang sangat ekstrim.  Larik selanjutnya yang berbunyi Tidak juga kau menunjukkan ketegasan tidak mau tunduk pada pihak lain.
Chairil Anwar terus menyatakan kesadaran reflektifnya sebagai Binatang jalang. Binatang jalang identik dengan binatang liar, yang tak mau takluk. Bahkan dia rela terbuang dari kumpulannya, tak takut ditembusi peluru. Ini adalah wujud kesadaran reflektif yang sangat individual. Diri yang tak mau jadi obyek, menjadi obyek dirasakan sebagai ancaman terhadap diri sebagai subyek yang menguasai dirinya sendiri. Subyek yang tak mau mati oleh peluru yang menembus kulit, dia lari sambil membawa luka dan bisa yang pedih dan perih. Dia berlari untuk menghilangkan rasa pedih dan perih demi dia yang mau hidup seribu tahun lagi.
Sebagai makhluk yang berkesadaran reflektif, Chairil Anwar tidak mau kalah, tidak mau terlempar dari being menjadi nothingness. Dia sampai pada keinginan yang kuat yang dinyatakan secara bombastin Aku mau hidup seribu tahun lagi.
Bahasa yang digunakan oleh Chairil Anwar jelas sangat menunjukkan kesadaran reflektif yang sangat kuat, kesadaran reflektif yang dibentuk oleh kesadaran individual yang memiliki makna bagi dirinya sendiri, bahwa sebagai sebuah individu dia memiliki kebebasan yang selalu diancam oleh individu lain. Kesadaran individualistik yang bagi ukuran Bangsa Indonesia termasuk sangat esktrim, terkesan liar tak terkendali. Nampak bahwa Chairil Anwar siap dengan konsekwensi individualisme ini, siap membawa luka pedih dan perih yang dibawa berlari. Berlari adalah metafora dari pemberontakan terhadap kekuasaan yang bagi Chairil akan menariknya ke arah ketiadaan.