Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Editor Video, Graphic Designer

SRI WINTALA ACHMAD, pernah belajar di Fak. Filsafat UGM Yogyakarta. Karya-karya sastranya dipublikasikan di Kompas, Republika, Suara Karya, Suara Pembaruan, Suara Merdeka, Lampung Pos, Trans Sumatera, Bangka Pos, Solo Pos, Surabaya Pos, Banjarmasin Pos, Kedaulatan Rakyat, Minggu Pagi, Bernas, Masa Kini, Yogya Pos, Merapi, Fajar Sumatera, Amanah (Malaysia), Aksara International Journal of Indonesian Literature (Australia), Suara Muhammadiyah, Adiluhung, Trapsila, Bakti, Praba, Gong, Artista, Mata Jendela, Jaya Baya, Djaka Lodang, Penyebar Semangat, Mekarsari, Pagagan, Sempulur, Swaratama, Karas, dll. Antologi sastra dan esai kolektifnya: Pelangi (Karta Pustaka/Rasialima, 1988); Nirmana (Wirofens Group, 1990); Alif-Lam-Mim (Teater Eska/SAS, 1990); Zamrud Katulistiwa (Balai Bahasa Yogyakarta/Taman Budaya Yogyakarta, 1997); Sastra Kepulauan (Dewan Kesenian Sulawesi Selatan, 1999); Pasar Kembang (Komunitas Sastra Indonesia, 2000); Embun Tajali (FKY 2000); Lirik Lereng Merapi (Dewan Kesenian Sleman, 2000); Bilah Belati di Depan Cermin (Dewan Kesenian Sleman, 2002); Di Batas Jogja (FKY, 2002); Code (FKY, 2005); Musik Puisi Nasional (LKiS, 2006); Malioboro (Balai Bahasa Yogyakarta, 2008); Perempuan Bermulut Api (Balai Bahasa Yogyakarta, 2010); Tiga Peluru (Kumpulan Cerpen Pilihan Mingguan Minggu Pagi Yogyakarta, 2010); Pasewakan (2011), Kembali Jogja Membaca Sastra (Rumah Budaya Tembi, 2011); Suluk Mataram (Great Publisher, 2011); Jejak Sajak (Jambi, 2012); Dari Sragen Memandang Indonesia (Dewan Kesenian Sragen, 2012); Sauk Seloko – Pertemuan Penyair Nusantara VI (Dewan Kesenian Jambi, 2012); Indonesia di Titik 13 (Dewan Kesenian Pekalongan, 2013); Spring Fiesta [Pesta Musim Semi] (Indonesian & English Poetry Grup & Araska Publisher, 2013); Tifa Nusantara I (Temu Penyair Nusantara – Dewan Kesenian Tangerang, 2013); Sesotya Prabangkara ing Langit Ngayogya (Yogyakarta, 2014); Negeri Langit (Komunitas Radja Ketjil Jakarta, 2014); Rantau Cinta, Rantau Sejarah (Jurnal Sajak, 2014); Tifa Nusantara II (Temu Penyair Nusantara – Dewan Kesenian Tangerang, 2015); Pesta Rakyat Sleman (Digna Pustaka dan Lingkar Budaya Sleman, 2015); Jalan Remang Kesaksian (LPSK/Rumah Budaya Tembi, 2015); Jejak Tak Berpasar (Komunitas Sastra Indonesia/Yayasan Laksita, 2015); Memandang Bekasi (Dewan Kesenian Bekasi/Dinas Parbudpora Kabupaten Bekasi, 2015); Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Ije Lela Tifa Nusantara 3 (Marabahan, 2016); Klungkung Tanah Tua, Tanah Cinta (Klungkung Bali, 2016); Matahari Cinta Samudra Kata (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2016); Seratus Puisi Qurani (2016); Kopi Penyair Dunia (2016); Pesan Damai untuk Seluruh Manusia (PCIUN Maroko, 2017); Kota Terbayang (Taman Budaya Yogyakarta, 2017); Puisi Tentang Bogor (2017); Puisi Tentang Masjid (2017); Dari Partai Demokrat untuk Indonesia (2017); Senja Jati Gede (2017); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018); Dari Cempuring ke Sunan Panggung (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018); Kembang Glepang (2018); Sesapa Mesra Selinting Cinta – Temu Penyair Nusantara XI (Kudus, 2019); Terus Berkarya di Usia Senja, Brengkesan 72 Tahun Ahmad Tohari (2020); Nalika Rembulan Bunder (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2020); Nunggak Semi Dunia Iman Budhi Santosa (2021), naskah lakon terjemahan Dahuru ing Negeri Semut (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2021); Sejuta Puisi untuk Jakarta (2022), dan Kembang Glepang 3 (2023). Novel, fiksi sejarah, cerita rakyat, cerita wayang: Centhini: Malam Ketika Hujan (Diva Press Yogyakarta, 2011); Dharma Cinta (Laksana, 2011); Jaman Gemblung (Diva Press Yogyakarta, 2011); Sabdapalon (Araska, 2011); Dharma Gandul: Sabda Pamungkas dari Guru Sabdajati (Araska, 2012); Ratu Kalinyamat: Tapa Wuda Asinjang Rikma (Araska, 2012); Kiamat: Petaka di Negeri Madyantara (In AzNa Books, 2012); Centhini: Kupu-Kupu Putih di Langit Jurang Jangkung (Araska, 2012); Serial Crita Rakyat Dahuru ing Praja Wilwatikta (Majalah Djaka Lodang, 2022); Serial Crita Rakyat Pletheke Surya Wilwatikta (Majalah Jayabaya, 2022-2023); dan Serial Crita Rakyat Sigare Bumi Wilwatikta (Majalah Penyebar Semangat, 2023); dan Serial Crita Wayang Kresna Duta (Majalah Jayabaya, 2024). Buku-buku lainnya yang sudah terbit: Membuka Gerbang Dunia Anak (Annora Media, 2009); Suyudana Lengser Keprabon (In AzNa Books, 2011); Kisah Jagad Pakeliran Jawa (Araska, 2011); Wisdom Van Java (In AzNa Books, 2012); Falsafah Kepemimpinan Jawa: Soeharto, Sri Sultan HB IX & Jokowi (Araska, 2013); Sejarah Kejayaan Singhasari & Kitab Para Datu (Araska, 2013); Babad Tanah Jawa (Araska, 2014); Sejarah Raja-Raja Jawa (Araska, 2014); Satriya Piningit (Araska, 2014); Geger Bumi Mataram (Araska, 2014); Geger Bumi Majapahit (Araska, 2014); Ensklopedia Kearifan Jawa (Araska, 2014); Sejarah Perang di Bumi Jawa (Araska, 2014); Sejarah Runtuhnya Kerajaan-Kerajaan di Nusantara (Araska, 2014); Ensklopedia Raja-Raja Nusantara (Araska, 2014); Ensklopedia Karakter Tokoh-Tokoh Wayang (Araska, 2014); Wanita dalam Khasanah Pewayangan (Araska, 2015); Aja Dumeh: Buku Pintar Kearifan Orang Jawa (Araska, 2015); Panduan Praktis Menjadi Penulis Andal: Karya Ilmiah, Artikel, Resensi, Apresiasi & Kritik Seni, Naskah Lakon, Puisi, Cerpen, dan Novel (Araska, 2015); Buku Induk Bahasa dan Sastra Indonesia (Araska, 2015); Mahir Peribahasa Indonesia (Araska, 2015); Buku Induk EYD (Araska, 2015); Politik dalam Sejarah Kerajaan Jawa (Araska, 2016); Babad Tanah Jawa: dari Watugunung yang Menikahi Ibunya hingga Geger PeChinan (Araska, 2016); Petuah-Petuah Leluhur Jawa (Araska, 2016); Babad Giyanti: Palihan Nagari dan Perjanjian Salatiga (Araska, 2016); 13 Raja Paling Berpengaruh Sepanjang Sejarah Kerajaan di Tanah Jawa (Araska, 2016); Sejarah Kerajaan-Kerajaan Besar di Nusantara (Araska, 2016); Menulis Kreatif itu Gampang (Araska, 2016); Sejarah Pemberontakan Kerajaan di Jawa (Araska, 2017); Filsafat Jawa (Araska, 2017); Sejarah dan Asal-Usul Orang Jawa (Araska, 2017); Sejarah Raja-Raja Jawa dari Kalingga hingga Mataram Islam (Araska, 2017); Sejarah Istri-Istri Raja Jawa (Araska, 2017); Sejarah Islam di Tanah Jawa (Araska, 2017); Kisah Horror Ketemu Genderuwo (Araska, 2017); Sang Jenderal: Riwayat Hidup, Perjuangan, dan Cinta Jenderal Soedirman (Araska, 2017); Sejarah Perang Kerajaan-Kerajaan di Nusantara (Araska, 2017); Etika Jawa (Araska, 2018); Filsafat Kepemimpinan Jawa (Araska, 2018); Kronik Perang Saudara dalam Sejarah Kerajaan di Jawa 1292-1767 (Araska, 2018); Sejarah Runtuhnya Sriwijaya dan Majapahit (Araska, 2018); Hitam Putih Mahapatih Gajah Mada (Araska, 2018); Sultan Agung: Menelusuri Jejak-Jejak Kekuasaan Mataram (Araska, 2019); Sejarah Kejayaan Singhasari Antara Mitos, Fakta, Pesona, dan Sisi Kelamnya (Araska, 2019); Untung Surapati: Pemberontakan Seorang Budak (Araska, 2019); Ratu Kalinyamat (Araska, 2019); Hitam Putih Majapahit (Araska, 2019); Gajah Mada Kisah Cinta dan Kisah Penakluk-Penaklukannya (Araska, 2019); Perang Bubat (Araska, 2020); Babad Diponegoro: Kisah Sejarah, Silsilah & Pemikiran Sufistik Pangeran Diponegoro (Araska, 2023), Etika Jawa: Prinsip Hidup dan Pedoman Hidup Orang Jawa (Araska, 2023), Falsafah Kepemimpinan Jawa: Menyelami Kearifan dan Filosofi Kepemimpinan dalam Budaya Jawa (Araska, 2024), Perang Suksesi Jawa: Melacak Konflik dan Intrik para Pangeran Darah Biru dalam Pergeseran Kekuasaan Di Keraton Jawa (Araska, 2024), dan Horror Tanah Jawa Tumbal Genderuwo (Araska, 2024). Bersama Indra Tranggono dan R. Toto Sugiharto, menulis buku Profil Seniman dan Budayawan Yogyakarta #15 (Taman Budaya Yogyakarta, 2016), Profil Seniman dan Budayawan Yogyakarta #16 (Taman Budaya Yogyakarta, 2017). Prestasi yang diraih dalam dunia kepenulisan: Nominasi Lomba Cipta Puisi Esai tingkat nasional (2014), Juara II Lomba Cipta Cerpen Sanggar Sastra Bukit Bintang Yogyakarta (2018), Nominasi Lomba Cipta Puisi Nasinal “Sejuta Puisi untuk Jakarta” (2022), dan Juara III Lomba Cipta Puisi Multimedia “Keris,” Dinas Kebudayaan Yogyakarta (2023). Nama kepenyairannya dicatat dalam: Buku Pintar Sastra Indonesia (Pamusuk Eneste, Penerbit Kompas, 2001), dan Apa dan Siapa Penyair Indonesia (Abdul Hadi WM, Ahmadun Yosi Herfanda, Hasan Aspahani, Rida K Liamsi, dan Sutardji Calzoum Bachri, Yayasan Hari Puisi, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017), Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018), dan Profil Seniman dan Budayawan Yogyakarta #18 (Taman Budaya Yogyakarta, 2021). Selain menulis buku, sering menjadi juri lomba baca dan cipta karya sastra di lingkungan sekolah, juri lomba teater dan pantomim, serta dipercaya sebagai nara sumber dalam pelatihan cipta karya sastra untuk siswa dan guru. Sekarang mengelola Paguyuban Sholawat Jawa Langen Ambiya dan Sanggar Lierasi Laras Aksara (Selaksa) Yogyakarta. Yogyakarta. Tinggal di Gejawan Kulon 02/034, Balecatur, Gamping, Sleman, Yogyakarta. WA: 0856-0007-1262.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perang Bubad | Bagian 1 | Dari Sejarah Perang di Jawa hingga Perang Bubad

6 Mei 2022   17:51 Diperbarui: 6 Mei 2022   18:03 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Paska pemerintahan Kartikeyasingha (648-674), Kalingga dikuasai oleh permaisurinya yakni Ratu Jay Shima (674-695). Menjelang akhir pemerintahan Ratu Jay Shima, Kalingga dibagi menjadi dua bagian yakni Kalingga Utara yang diwariskan pada putrinya yakni Dewi Parwati. Sementara, Kalingga Selatan yang diwariskan pada putranya yakni Narayana. Kelak Kalingga Utara dikuasai oleh Sanjaya (cucu Dewi Parwati atau putra Sannaha) dan Kalingga Selatan dikuasai Dewa Singha (putra Narayana). Semasa pemerintahan Dewasingha, Kalingga Selatan berhasil dikuasai oleh Sanjaya melalui jalan perang.

Sesudah merebut Kalingga Selatan, Sanjaya yang pernah berkuasa di Sunda dan Kalingga Utara tersebut menjabat sebagai raja Medang dengan ibukota di Bhumi Mataram (Medang i Bhumi Mataram) pada tahun (754-760). Semasa menjadi raja, tahta kekuasaan Sanjaya digulingkan oleh Rakai Panangkaran Dyah Pancapana (Tejahpurnapane Panamkarana) yang berasal dari Dinasti Sailendra.

Sesudah Dyah Pancapana menjadi raja, Medang dikuasai oleh raja-raja dari Dinasti Sailendra, yakni: Rakai Panunggalan Dyah Daranindra, Dyah Samaragrawira, Dyah Samaratungga atau Dyah Samaragriwa, dan Pramodhawardhani. Pada era pemerintahan Pramodhawardhani inilah, Medang pula dikuasai oleh keturunan Sanjaya yakni Rakai Pikatan Mpu Manuku. Mengingat Mpu Manuku dengan Medang dengan ibukota Mamrati (Mamratipura) menjadi suami Pramodhawardhani.

Di masa pemerintahan Mpu Manuku (versi pertama: 838-855 atau versi kedua: 840-856), terjadilah kudeta yang dilakukan Rakai Walaing Mpu Kumbhayoni. Akan tetapi, pemberontakan Mpu Kumbhayoni tersebut berhasil dipadamkan oleh putra bungsu Mpu Manuku yakni Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala. Karena prestasinya itu, Dyah Lokapala dinobatkan sebagai raja Medang (856-880).

Dinobatkannya Dyah Lokapala sebagai raja Medang kiranya membuat cemburu Rakai Gurunwangi Dyah Saladu. Karenanya Dyah Saladu yang mendapat dukungan Rakai Limus Dyah Dewendra melakukan pemberontakan terhadap kekuasaan Dyah Lokapala. Akibatnya Dyah Lokapala turun tahta.

Menangggapi pemberontakan Dyah Saladu, Rakai Watuhumalang Mpu Teguh (putra Mpu Manuku dan selir Mpu Tamer) yang menjadi raja Medang pada tahun 896-899 mengutus Rakai Watukura Dyah Balitung menantunya untuk menumpas pemberontakan tersebut. Berkat ketangguhan Dyah Balitung, pemberontakan Dyah Saladu dapat dipadamkan. Dyah Balitung pun menjadi raja Medang dengan ibukota di Poh Pitu sesudah pemerintahan Mpu Teguh.

Ketika menjadi raja Medang pada tahun 899-910, Dyah Balitung mendapat serangan dari Rakai Hino Mpu Daksa yang didukung Dyah Saladu. Akibat kudeta tersebut, Dyah Balitung turun tahta. Paska pemerintahan Dyah Balitung, Mpu Daksa naik tahta (910-919). Paska pemerintahan Mpu Daksa, Rakai Layang Dyah Tulodong yang merupakan putra menantunya naik tahta (919-924).

Baru memerintah 5 tahun, kekuasaan Dyah Tulodong mendapat serangan dari Rakai Sumba Dyah Wawa yang didukung Mpu Sindok. Akibat pemberontakan Dyah Wawa tersebut, Dyah Tulodong turun tahta. Di masa pemerintahan Dyah Wawa (924-928), terjadilah bencana yakni meletusnya Gunung Merapi pada tahun 928. Sejak itu runtuhlah Kerajaan Medang periode Jawa Tengah.

Paska runtuhnya Kerajaan Medang periode Jawa Tengah yang disebabkan bukan karena perang tersebut, Mpu Sindok mendirikan Kerajaan Medang di wilayah Jawa Timur tepatnya di Tamwlang (928) dan berakhir di Watugaluh (929). Sejak pemerintahan Mpu Sindok, Sri Isyanatunggawijaya, Sri Isyanatunggawijaya; Medang tidak mengalami pergolakan perang. Baru semasa pemerintahan Dhamawangsa Teguh, Medang mengalami kehancuran sesudah mendapat serangan dari Haji Wurawari yang didukung oleh pasukan Sriwijaya. Peristiwa hancurnya Medang pada tahun 1007 (versi pertama) atau 1016 (versi kedua) ini dikenal dengan Mahapralaya atau Kematian Massal.

Sejarah Kerajaan Medang berakhir. Tidak lama kemudian, timbullah Kerajaan Kahuripan di bawah kekuasaan Airlangga (1009-1042). Sebelum turun tahta untuk menjadi seorang pertapa, Airlangga mewariskan tahta Kahuripan pada Sanggramawijaya Tunggadewi. Karena putra mahkotanya itu tidak bersedia menjadi raja, Airlangga membagi wilayah Kahuripan menjadi dua bagian yakni Janggala yang diwariskan pada Mapanji Garaskan dan Kahuripan yang diwariskan pada Sri Samarawijaya.

Sejak mendapatkan bumi Janggala, Mapanji Garasakan menjadi raja dengan pusat pemerintahan di Kahuripan. Sementara, Sri Samarawijaya menjadi raja di Kadiri dengan pusat pemerintahan di Daha. Berbeda dengan Kadiri, Janggala mengalami keruntuhannya karena serangan Kadiri yang terus menerus. Sementara Kadiri mengalami keruntuhannya karena serangan Ken Arok dari Singhasari yang mendapat dukungan para pendeta Hindu dan Buddha yang tidak mau takluk pada Sri Kertajaya. Raja Kadiri yang memerintah pada tahun 1182-1222.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun