Mohon tunggu...
Pena Gagu
Pena Gagu Mohon Tunggu... -

Dustisdustadore

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Hebatnya Ayahku

25 Februari 2014   01:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:30 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ibu sering bilang,

ayahku itu lucu, meski begitu, aku tahu ibu sangat mencintai ayahku.


suatu hari,

saat banyak orang menyebut hari itu

'hari kasih sayang' atau lazim disebut oleh lidahnya para mister dengan 'hari valentine'.

hari itu, di serambi, ibu iseng bertanya pada ayahku


"ini hari apa, yah?",


dengan mimik wajah menggoda,

ayah menjawab singkat saja


"hari jumat, sayang."


entah mengapa, ibu sontak pergi, berlalu, masuk ke dalam sambil bersungut sungut.


Sore hari,

kulihat ayah sibuk mencari kopi, dan mendapati cangkirnya kosong, biasanya ibu telah menyiapkannya, tetapi tidak hari ini.


ayahku yang seolah sadar telah melakukan kesalahan, bergegas mengamati kalender, spontan ayah pun terpingkal, memamerkan gigi yang lupa digosoknya, sedari pagi.


sejurus lalu, ayah lantas menghampiri ibu, seraya berkata


"sayang, sebenarnya ayah tidak pernah lupa ini hari kasih sayang, sebab, bagi ayah semua hari itu hanya untuk menyayangi dan mencintai kalian,

tetapi baiklah,

—lanjut ayahku—

khusus hari ini ayah sudah menyiapkan hadiah buat ibu, sudah ayah bungkus rapi disitu"


sambil mengedipkan mata dua kali, seperti kode sesuatu, spontan ibu menyambar


"dimana yah?,"

—tanya ibuku—


"ayah taruh di celana, seperti biasa"

—jawab ayahku—

ibu tersenyum genit, seolah mengerti, apa yang dimaksud ayahku.

tapi tidak denganku, aku tetap tidak paham hadiah apakah yang disimpan ayah dicelananya, sehingga hanya dengan dua kedipan mata, bisa membuat ibu ceria.


saat pagi,

cangkir kopi ayah sudah kembali penuh terisi, kulihat ibupun kembali berseri-seri.

pasti, karena hadiah dari ayah yang disimpan di celana tadi

—pikirku—.


saban hari, setelah itu,

aku penasaran ingin melihatnya, tetapi tak kunjung menemukannya.

aku berpikir, apapun barangnya tentu sangat berharga, mungkin seperti permata, atau ...,

tetapi tidak!. ayah tak mungkin mampu membelinya, pastilah barang lainnya yang muat di celana.

hingga hari berganti, aku masih belum melihatnya, tetapi aku bertekad suatu saat, akan kutanyakan pada ayah, barang apakah yang ayah simpan di celananya itu. yang begitu cepat mengembalikan senyum ibuku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun