Bahwa sewaktu didengarnya Pasukan Belanda ditemani oleh R.O. Batutahan hendak menangkap Raja Sisingamangaraja XII ke Marbun-Bakara, maka beberapa orang bekas teman-temannya disuruh berangkat ke Marbun guna membantu Pasukan Raja Sisingamangaraja XII.
   Pengiriman teman-teman tersebut ada juga hasilnya, sebab dengan kedatangan Barisan Rakyat yang dikirimnya itu, Raja Sisingamangaraja XII dapat mengetahuinya sehingga perlawanan dapat diatur dengan baik.
   O. Batutahan meninggal dalam pertempuran kali ini, dan mayatnya dibawa ke Balige.
   Raja Sisingamangaraja XII pun meninggalkan Bakara dan mengundurkan diri beserta rombongannya dan keluarga ke pegunungan (hutan) Dairi, sebab Pasukan Belanda sudah menggerakkan kaki tangannya dengan bersungguh-sungguh untuk menangkapnya.
   Pada tahun 1902, O. Badiaporhas meninggal dunia di Tangga Batu karena penyakitnya yang telah lama dideritanya.
   Pada tahun 1907, Raja Sisingamangaraja XII gugur sebagai pahlawan sewaktu mengadakan perlawanan di daerah Dairi pada tanggal 17 Juni terhadap Pasukan Belanda.
Bukti kesaktian Raja Sisingamangaraja XII
- Sewaktu rombongan Raja Sisingamangaraja XII melalui Tangga Batu, karena di tengah jalan rombongan ingin minum, sedang mata air maupun bendar tidak ada nampak, dan panas teriknya matahari tidak tertahan lagi, maka di dekat kaki Dolok Tolong, diambil tongkatnya dan dengan tongkat tersebut, mata air dikorek dari tanah sehingga rombongan dapat minum. Sampai sekarang, mata air tersebut masih dipergunakan sebagai air minum di Kampung Pallanggean.
- Sewaktu Raja Sisingamangaraja XII tiba di Tangga Batu dan untuk merundingkan sesuatu dengan rakyat, waktu ketiadaan daging lagi untuk dimakan rakyat yang berkumpul, karena ternak-ternak Kerbau dan Lembu jauh tempat penggembalaannya di hutan Siliangbatu, maka dengan tiba-tiba Kerbau milik seseorang bernama Pagonda Tampubolon dapat dipanggil datang ke kampung dan disembelih.
- Bila Raja Sisingamangaraja XII melintasi suatu daerah, segala orang tahanan (beangan) harus dilepaskan oleh orang yang menahannya. Pada suatu waktu, di Kampung Batubara Lumban Gaol (Tambunan), ada dua orang tahanan (beangan) kepunyaan O.R. Humbil Batubara. Namanya Saba Tampubolon dari Sibolahotang dan Libas Tampubolon dari Sitampulak. Ketika Raja Sisingamangaraja XII melintas, penahanan atas kedua orang tersebut terus dijalankan, walaupun diketahui oleh O.R. Humbil tentang kedatangan Raja Sisingamangaraja XII. Setelah Raja Sisingamangaraja XII tiba di kampung tempat orang "beangan" itu, maka nasihat diberikanlah kepada O.R. Humbil yang berbunyi sebagai berikut: Nirungrungan do na dapot bubu Niharharan do na dapot sambil        Aha i na dapot bubu... dengke do       Aha i na dapot sambil... manuk-manuk do Asa mamolus ma ahu, tama ingkon paluaonmu na hurajai
Maksudnya; "Bila saya datang (Raja Sisingamangaraja XII), sepantasnya rakyatku harus dilepaskan".
   O.R. Humbil tidak mau melepaskan tawanannya, dan tidak perduli atas nasihat Raja Sisingamangaraja XII, sehingga sewaktu rombongan Raja Sisingamangaraja XII hendak meninggalkan kampung tersebut, maka dengan sekonyong-konyong angin topan yang sangat hebatnya terjadilah di kampung itu ditambah lagi dengan hujan yang sangat lebat, dan disusul pula oleh ular-ular yang bermacam-macam datang mengerumuni kampung tersebut.
   Seseorang bernama Panagalan Batubara dengan terus meminta ampun kepada Raja Sisingamangaraja XII, dan menganjurkan supaya kesalahan tersebut dapat dimaafkan di kampungnya dengan jalan pemberian Somba-Somba (Anugerah), juga supaya sama-sama bersantap.
   Raja Sisingamangaraja XII dapat memaafkannya, sehingga angin topan tersebut serta hujan tadi berhentilah, sedang ular-ular kembalilah ke asalnya tempat semula.