Mohon tunggu...
Christian Rahmat
Christian Rahmat Mohon Tunggu... Freelancer - Memoria Passionis

Pembelajaran telah tersedia bagi siapa saja yang bisa membaca. Keajaiban ada di mana-mana. (Carl Sagan)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perang Tangga Batu dan Kisah Kesaktian Sisingamangaraja XII

23 Maret 2020   22:41 Diperbarui: 24 Maret 2020   17:08 12857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lukisan Sisingamangaraja XII Karya Augustin Sibarani

      Pada kira-kira tahun 1867, setelah tersiar kabar di Toba, Humbang dan sekitarnya bahwa Pasukan Belanda telah menduduki Silindung dan juga sudah mulai berusaha menjalankan politik pemerintahannya (menjajah), maka pada waktu itu, Raja Sisingamangaraja XII mulai sibuk mengunjungi raja-raja yang ada di Toba untuk merundingkan bagaimana sikap bila Pasukan Belanda mau memasuki Toba serta daerah-daerah lain yang belum pernah dikunjungi/diserbu. Maka, segenap lapisan rakyat mencapai mufakat dan bertekad untuk tetap melawan Pasukan Belanda yang tidak tahu adat itu.

      Sewaktu Raja Sisingamangaraja XII beserta rombongannya melintas dari Tampahan/Tangga Batu menuju Sihatandohan (Humbang), pejuang-pejuang dari Tampahan/Tangga Batu, antara lain yang terkenal; Ompu Badiaporhas Tampubolon dari Tangga Batu, menerima anjuran atau penegasan supaya pertahanan yang sekuat-kuatnya dibentuk di sekitar Tangga Batu karena letaknya yang strategis untuk dijadikan sebagai benteng pertahanan dan mudah membendung serangan yang datang dari arah Silindung.

      Maka dengan serentak, bergiatlah seluruh rakyat mendirikan satu benteng (markas) di Tangga Batu berupa satu los yang dikelilingi parit dan diperlengkapi dengan tempat-tempat penembakan, dan masing-masing anggota (pengawal) mempunyai lubang perlindungan. Benteng tersebut (sampai sekarang) bernama "Benteng Tanjing". Jalan untuk memasuki benteng itu hanya satu dan itu pun sangat sempit serta dikelilingi oleh lembah-lembah.

      Pada kira-kira bulan Februari tahun 1867, Pasukan Belanda sangat berniat untuk mendekati "Tao Toba"dan tanah "Toba-Holbung", yaitu guna melebarkan tanah jajahannya, dan telah mengambil keputusan untuk melakukan penyerbuan dengan dibantu oleh para "Penunjuk Jalan". Salah seorang yang terkenal di antara para penunjuk jalan ini adalah Raja Pontas.

      Rencana penyerbuan ini telah sampai ke telinga rakyat Toba-Holbung, dan atas pimpinan Raja Sisingamangaraja XII sendiri, rakyat Toba dan Humbang bersatu padu membendung serangan Pasukan Belanda tersebut, dan terjadilah pertempuran di Simomok-Bahalbatu. Saking hebatnya peluru-peluru dari Pasukan Belanda yang dianggap serba modern pada waktu itu, pasukan Raja Sisingamangaraja pun mundur dengan teratur. Tetapi, Pasukan Belanda pun langsung kembali ke pangkalannya di Silindung karena telah jelas baginya bahwa rakyat masih tetap bersatu dan tidak ada gunanya menyerbu Toba mengingat banyaknya rakyat yang melawan mereka.

      Pada tahun 1878, yaitu kira-kira dua tahun kemudian, setelah Pasukan Belanda menganggap bahwa infiltrasi kaki-tangannya telah mulai berhasil, berangkatlah Pasukan Belanda kembali ke Toba dengan kekuatan yang lebih besar.

      Penduduk Toba-Holbung dan sekitarnya pun, tatkala mendengar rencana penyerbuan itu, berkumpul di Tangga Batu untuk mengadakan perlawanan.

      Atas bantuan "Penunjuk Jalan" yang baru, yaitu O. Onggung Rajagukguk dari Hutaginjang, dengan ditemani oleh Raja Pontas, setelah diketahui bahwa jalan dari Tangga Batu sudah dihempang, Pasukan Belanda pun mengambil jalan lain, yaitu turun dari Hutaginjang menuju Meat.

      Ketika Pasukan Rakyat mengetahui bahwa Pasukan Belanda sudah berada di Meat, terjadilah pertempuran di sepanjang Gurgur-Tampahan (barisan rakyat dari sebelah atas dan Pasukan Belanda dari bawah). Tembak menembak memuncak sangat serunya sampai Pasukan Rakyat Toba kehabisan peluru. Karena Belanda sudah mulai naik dari lembah Meat menuju ke atas (Tampahan), Pasukan Rakyat mengumpulkan batu-batu besar serta tiang-tiang (basiha) yang tadinya akan dipakai untuk mendirikan Sopo dan Rumah. Pasukan Rakyat pun kemudian menggulingkan batu-batu besar tersebut ke arah Pasukan Belanda yang sedang berusaha mendaki ke atas. Perlawanan dengan cara menggulingkan batu ini membunuh kurang lebih 20 orang Pasukan Belanda.

      Sesampainya Pasukan Belanda di Gurgur, mengganaslah mereka. Mereka secara membabi buta membakar hangus banyak kampung, harta benda rakyat dirampas, dan ternak-ternak pun dihabiskan.

      Pasukan Rakyat Toba mundur ke pangkalannya masing-masing, tapi di Lintongnihuta, rakyat masih mengadakan perlawanan walau akhirnya terpaksa mundur juga.

      Pasukan Belanda meneruskan perjalanannya ke arah Tarabunga setelah Lintongnihuta habis dibakar. Rakyat di Tarabunga pun tidak mau menerima kehadiran Pasukan Belanda. Alhasil, sama seperti nasib Lintongnihuta, Tarabunga juga dibumi hanguskan oleh Pasukan Belanda.

      Pasukan Belanda lalu mendirikan markasnya (tangsi) di Laguboti dan Balige. Dari tempat-tempat inilah mereka mengadakan serangan-serangan ke kampung-kampung yang ada di sekitar Toba-Holbung. 

      Walaupun Belanda telah mendirikan tangsi-tangsi tersebut, semangat perjuangan rakyat semakin lama semakin bergelora. Dan satu-satunya "Bius" yang tidak mau menyerah adalah Tangga Batu yang ditempati oleh O. Badiaporhas Tampubolon yang telah menerima nasihat dari Raja Sisingamangaraja XII agar tetap mengadakan perlawanan terhadap "Musuh Bermata Putih".  

      Berkali-kali suruhan Belanda datang ke Tangga Batu untuk menawarkan perdamaian. Namun, setiap suruhan Belanda itu sampai di Tangga Batu, tetap kabar tidak enak yang sampai ke telinga mereka, sehingga akhirnya Pasukan Belanda dari Laguboti berangkat ke Tangga Batu untuk menggempur rakyat yang tidak menuruti keinginannya.

      Rakyat menyambut kedatangan Pasukan Belanda itu dengan perlawanan yang gigih, sementara Benteng Tanjing di Tangga Batu kembali dipergunakan oleh Pasukan Rakyat sebagai tempat pertahanan yang istimewa.

      Pada saat kedatangan Pasukan Belanda yang pertama, sebuah kampung bernama Lumban Siagian yang letaknya dekat dengan Benteng Tanjing dapat diduduki oleh Pasukan Belanda. Akan tetapi maksudnya belum tercapai karena Pasukan Rakyat masih tetap bertahan, sehingga ketika Pasukan Belanda kembali ke markasnya, kampung Lumban Siagian dibakar dengan maksud supaya jangan ada lagi tempat musuhnya.

      Pada kedatangan musuh kedua kalinya, satu kampung bernama Hutabagasan yang lebih dekat lagi dengan Benteng Tanjing dapat juga diduduki oleh Pasukan Belanda. Akan tetapi maksudnya yang sebetulnya belumlah tercipta dan waktu pulang ke Laguboti, kampung ini pun hangus dibakar oleh Pasukan Belanda dengan lebih dulu mengambil semua harta benda serta padi milik rakyat di sana.

      Dengan adanya pembakaran serta perampasan-perampasan tersebut, rakyat pun menjadi semakin ganas, dan Benteng Tanjing pun ditambah lagi kekuatannya dengan sanak saudara serta famili dari daerah-daerah lain.

      Akhirnya, karena Benteng Tanjing tidak dapat direbut begitu saja oleh Pasukan Belanda, maka dengan taktik baru, yaitu dengan mendirikan satu tangsi kecil barm di Gurgur dan diperlengkapi dengan sebuah meriam, Pasukan Belanda mengadakan pertempuran-pertempuran dengan jarak jauh dan menembaki Tanjing beberapa puluh kali dari Gurgur.

      Pasukan Rakyat menjadi bingung sebab belum pernah mendengar dentuman sebegitu hebat. Dan disebabkan los-los dalam pertahanan mereka sudah rusak binasa, maka Pasukan Rakyat pun meninggalkan pertahanan tersebut waktu malam.

      Sebagian dari Barisan Rakyat tersebut di bawah pimpinan O. Badiaporhas Tampubolon mengundurkan diri ke Sigaol menggunakan Solu.

      Dengan jatuhnya Benteng Tanjing, Belanda menganggap bahwa keamanan akan tercapai dan pemerintahan akan lancar diatur, sehingga para Rajaihuatan baru mulai diangkat. Diantaranya yang terkenal ialah R.O. Batutahan di Siahaan Balige.

      Namun sangkaan tersebut tidak tepat, sebab Raja Sisingamangaraja XII pun lebih berusaha lagi mengatur Barisan Rakyat, dan pada suatu waktu, penyerbuan atas tangsi-tangsi Belanda digerakkanlah dari danau dan darat. Tetapi penyerangan yang dilakukan rakyat kali ini tidak berhasil karena tidak serentak.

      Raja Sisingamangaraja, dengan menunggang Kuda Putih (Hoda Sihapaspili), beserta rombongannya menyerang dari arah Lumban Gorat, tetapi dari kaki tangannya, Belanda dapat mengetahui serangan tersebut dana terus menggempur rombongan Raja Sisingamangaraja XII. Dalam pertempuran tersebut, lengan kiri Raja Sisingamangaraja XII terkena peluru tetapi tidak berbahaya dan dapat juga mengundurkan diri ke Sihatandohan. Dari tempat ini, Raja Sisingamangaraja XII kembali ke Bakara.

      Dengan gagalnya penyerangan ini, maka Raja Sisingamangaraja XII pun berpikirlah lebih jitu, yaitu dengan menggerakkan rakyat seluruhnya untuk mengadakan pertempuran secara "Sanggar-Sanggar Ladang" atau Gerilya. Sedangkan pertempuran secara besar-besaran pun ditiadakan.

      Yang terkenal pada waktu itu sebagai pejuang dengan taktik Sanggar-Sanggar Ladang ialah Sarbut Tampubolon, yang selalu mengadakan pembakaran-pembakaran atas rumah-rumah Belanda dan sampai-sampai ada pula tangsi yang dibakar hangus di Sipoholon dan Tarutung. Sarbut Tampubolon berasal dari Sipahutar dan lama berjuang di sekitar Toba serta pernah juga kawin di Meat.

      O. Badiaporhas Tampubolon pun mengadakan perlawanan dengan cara-cara yang dianjurkan oleh Raja Sisingamangaraja XII, sehingga karena Belanda tidak dapat menangkapnya, seorang utusan bernama Dr. Nommensen (seorang Pendeta) dikirim untuk berunding dengan O. Badiaporhas untuk menawarkan perdamaian ke Sigaol berikut janji bahwa apabila perdamaian diterima, maka jabatan Djaihutan (Rajaihutan) akan diberikan sebagai hadiah.

      Pada waktu kedatangan utusan tersebut, keadaan rakyat sangat sulit dan persediaan makanan hampir tidak ada lagi, ditambah pula dengan penyakit-penyakit yang timbul di beberapa tempat. Maka, tanpa sepengetahuan Raja Sisingamangaraja XII, O. Badiaporhas setuju berdamai dengan memberikan syarat perdamaian sebagai berikut:

      "Memperhatikan nasib rakyat, bahwa dengan adanya angkatan-angkatan Djaihutan baru yang sudah mulai menimbang-nimbang perkara dengan tidak adil, maka segala perkara mengenai apa sekalipun sebelum kedatangan Belanda, tidak boleh diperiksa/ditimbang oleh Belanda dan para Djaihutan. Pendeknya, perkara lama jangan dibuka".

      Syarat tersebut dapat diterima oleh Belanda, dan akhirnya diadakanlah perdamaian di Balige, dan O. Badiaporhas pun kembali ke Tangga Batu.

      Akibat perjuangan-perjuangan yang lewat, O. Badiaporhas jatuh sakit dan tidak dapat lagi meninggalkan kampung halamannya. Tetapi walaupun begitu, perjuangan tetap berkobar dalam sanubari hatinya.

      Bahwa sewaktu didengarnya Pasukan Belanda ditemani oleh R.O. Batutahan hendak menangkap Raja Sisingamangaraja XII ke Marbun-Bakara, maka beberapa orang bekas teman-temannya disuruh berangkat ke Marbun guna membantu Pasukan Raja Sisingamangaraja XII.

      Pengiriman teman-teman tersebut ada juga hasilnya, sebab dengan kedatangan Barisan Rakyat yang dikirimnya itu, Raja Sisingamangaraja XII dapat mengetahuinya sehingga perlawanan dapat diatur dengan baik.

      O. Batutahan meninggal dalam pertempuran kali ini, dan mayatnya dibawa ke Balige.

      Raja Sisingamangaraja XII pun meninggalkan Bakara dan mengundurkan diri beserta rombongannya dan keluarga ke pegunungan (hutan) Dairi, sebab Pasukan Belanda sudah menggerakkan kaki tangannya dengan bersungguh-sungguh untuk menangkapnya.

      Pada tahun 1902, O. Badiaporhas meninggal dunia di Tangga Batu karena penyakitnya yang telah lama dideritanya.

      Pada tahun 1907, Raja Sisingamangaraja XII gugur sebagai pahlawan sewaktu mengadakan perlawanan di daerah Dairi pada tanggal 17 Juni terhadap Pasukan Belanda.

Bukti kesaktian Raja Sisingamangaraja XII

  • Sewaktu rombongan Raja Sisingamangaraja XII melalui Tangga Batu, karena di tengah jalan rombongan ingin minum, sedang mata air maupun bendar tidak ada nampak, dan panas teriknya matahari tidak tertahan lagi, maka di dekat kaki Dolok Tolong, diambil tongkatnya dan dengan tongkat tersebut, mata air dikorek dari tanah sehingga rombongan dapat minum. Sampai sekarang, mata air tersebut masih dipergunakan sebagai air minum di Kampung Pallanggean.
  • Sewaktu Raja Sisingamangaraja XII tiba di Tangga Batu dan untuk merundingkan sesuatu dengan rakyat, waktu ketiadaan daging lagi untuk dimakan rakyat yang berkumpul, karena ternak-ternak Kerbau dan Lembu jauh tempat penggembalaannya di hutan Siliangbatu, maka dengan tiba-tiba Kerbau milik seseorang bernama Pagonda Tampubolon dapat dipanggil datang ke kampung dan disembelih.
  • Bila Raja Sisingamangaraja XII melintasi suatu daerah, segala orang tahanan (beangan) harus dilepaskan oleh orang yang menahannya. Pada suatu waktu, di Kampung Batubara Lumban Gaol (Tambunan), ada dua orang tahanan (beangan) kepunyaan O.R. Humbil Batubara. Namanya Saba Tampubolon dari Sibolahotang dan Libas Tampubolon dari Sitampulak. Ketika Raja Sisingamangaraja XII melintas, penahanan atas kedua orang tersebut terus dijalankan, walaupun diketahui oleh O.R. Humbil tentang kedatangan Raja Sisingamangaraja XII. Setelah Raja Sisingamangaraja XII tiba di kampung tempat orang "beangan" itu, maka nasihat diberikanlah kepada O.R. Humbil yang berbunyi sebagai berikut: Nirungrungan do na dapot bubu Niharharan do na dapot sambil                Aha i na dapot bubu... dengke do              Aha i na dapot sambil... manuk-manuk do Asa mamolus ma ahu, tama ingkon paluaonmu na hurajai

Maksudnya; "Bila saya datang (Raja Sisingamangaraja XII), sepantasnya rakyatku harus dilepaskan".

      O.R. Humbil tidak mau melepaskan tawanannya, dan tidak perduli atas nasihat Raja Sisingamangaraja XII, sehingga sewaktu rombongan Raja Sisingamangaraja XII hendak meninggalkan kampung tersebut, maka dengan sekonyong-konyong angin topan yang sangat hebatnya terjadilah di kampung itu ditambah lagi dengan hujan yang sangat lebat, dan disusul pula oleh ular-ular yang bermacam-macam datang mengerumuni kampung tersebut.

      Seseorang bernama Panagalan Batubara dengan terus meminta ampun kepada Raja Sisingamangaraja XII, dan menganjurkan supaya kesalahan tersebut dapat dimaafkan di kampungnya dengan jalan pemberian Somba-Somba (Anugerah), juga supaya sama-sama bersantap.

      Raja Sisingamangaraja XII dapat memaafkannya, sehingga angin topan tersebut serta hujan tadi berhentilah, sedang ular-ular kembalilah ke asalnya tempat semula.

      Mendengar kejadian ini, kebesaran Raja Sisingamangaraja XII bertambah pula, dan penduduk kampung tersebut di atas pun mulailah mengikuti nasihat dan anjuran yang dikeluarkan oleh Raja Sisingamangaraja XII.


      Sumber sejarah tersebut di atas adalah yang diperdapat dari saudara-saudara:

  • A. Simanjuntak (Bekas Kepala Kampung Hutabagasan Gurgur), berusia kurang lebih 70 tahun
  • Philemon Siagian dari Lumban Siagian, Tangga Batu, berusia kurang lebih 67 tahun
  • O. Tumoing Simanjuntak dari L. Ni Huta, berusia kurang lebih 79 tahun
  • A. Tampubolon dari Tangga Batu, berusia kurang lebih 40 tahun. Merupakan cucu dari O. Badiaporhas
  • Panangkijik (O. Sagar Tampubolon), berusia kurang lebih 80 tahun

Dilihat:                                                          

Assistant Wedana Balige

(A. Tamba)

Balige, 25 Juli 1953

Pengutip sejarah tersebut di atas

(Pegawai P.P.  I. Sirait)

Catatan tambahan:

Tulisan ini sepenuhnya bersumber dari manuskrip tentang Perang Tangga Batu serta serentetan kesaktian Sisingamangaraja XII berjudul

Sejarah Perjuangan Pahlawan Nasional Raja Sisingamangaraja XII (Keadaan Dalam Kecamatan Balige) yang saya ketik ulang dengan menggunakan ejaan yang telah disempurnakan (EYD).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun