Mohon tunggu...
Anhar Dana Putra
Anhar Dana Putra Mohon Tunggu... -

a diver who only deal with the deepest ocean ever, named heart

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bapak Pulang

6 Juli 2013   23:10 Diperbarui: 6 Juli 2015   09:24 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekarang Rima sudah punya cukup alasan untuk menitikkan air mata. Syamsul bahkan sudah membanjiri pipinya dengan air mata. Ia tak percaya anak perempuannya tumbuh menjadi seorang anak yang lincah dan cantik seperti yang ia saksikan sekarang ini. Membuat Syamsul tiba-tiba saja sadar bahwa Tuhan memang menempatkan surga di dunia lewat apa saja. Dan bagi Syamsul, Rima lah surganya.

Perayaan rindu dan pertemuan pun dimulai. Sitti menggapai Rima, menggendongnya meniti tangga untuk mengantarkan anak perempuannya itu merasai pelukan seorang bapak yang belum pernah ia rasakan.

Tinggal sebiji anak tangga lagi jarak antara Syamsul, Sitti dan Rima menyatu kembali sebagai sebuah keluarga yang utuh, tiba-tiba sebilah badik menembus dada Syamsul dari arah punggung. Mencipratkan darah di wajah dua orang perempuan yang tinggal selangkah lagi memeluk tubuh seseorang yang begitu mereka rindukan. Yang tinggal selangkah lagi memeluk sebuah harapan dan mimpi yang mereka nanti sepuluh tahun lamanya.

Pemilik badik itu adalah Bahri, anak tunggal pak Amir yang menimbun dendam atas kematian Bapaknya. Bahri tahu tentang kepulangan Syamsul dari kenalannya seorang sipir di Lembaga Permasyarakatan tempat Syamsul dipenjarakan, yang memang sudah ia pesan sehari setelah mendiang bapaknya meninggal dunia. Bahri begitu membara dan terbakar hingga waktu sepuluh tahunpun tak sanggup memadamkan kobaran dendamnya.

Dan segera setelah badik kembali masuk ke dalam sarungnya dengan berlumuran darah. Sebuah dendam terbalaskan tanpa belas kasihan, tanpa peduli dengan cinta dan harapan dua orang perempuan yang sedang terpaku di hadapannya. Bagi Bahri kematian Syamsul justru adalah harapan, adalah cinta dalam wujud bakti seorang anak kepada mendiang bapaknya. Sitti dan Rima membelalak kehabisan air mata.

Dan hujan benar-benar turun, menandai usainya perayaan rindu dan pertemuan.

********

Baru kali ini aku tidak mampu menahan diri untuk tidak menitikkan air mata di depan anak perempuanku. Setelah mendengar ia berkata, dengan darah yang masih bergumul di wajahnya.

“Ibu, kumohon jangan kuburkan Bapak. Aku masih ingin memeluknya”

Kotak Sudut, 5 juli 2013 - Makassar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun