Sebagaimana diketahui bersama, bahwa perkara a quo telah mencapai tahapan penuntutan. Setidaknya, penulis memberikan beberapa catatan kritis terhadap tuntutan jaksa penuntut umum yang dibacakan pada hari Kamis, 11 Juni 2020 di pengadilan Negeri Jakarta Utara sebagai berikut :
1. Mengesampingkan dakwaan primer
Sebagaimana telah diuraikan diatas, tuntutan jaksa penuntut umum jatuh kepada dakwaan subsidair yakni Pasal 353 Ayat (2) KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP. Sementara dakwaan primernya yakni Pasal 355 Ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP. Mari kita bandingkan kedua bunyi pasal tersebut. Pasal 355 Ayat (1) KUHP menyatakan bahwa " Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun ". Sementara Pasal 353 Ayat (1) KUHP menyatakan bahwa " Penganiayaan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun" Selanjutnya pada Ayat (2)  menyatakan bahwa " Jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama 7 tahun ".
Jika ditelaah bunyi pasal tersebut, yang membedakan secara prinsipil diantara keduanya adalah terletak pada niat untuk melakukan perencanaan. Maksud dari perencanaan atau dengan rencana terlebih dahulu menurut R. Soesilo, adalah antara timbulnya maksud untuk melakukan perbuatan (menganiaya) dengan pelaksanaannya itu masih ada tempo bagi si pembuat untuk dengan tenang memikirkan. Pada Pasal 355 Ayat (1) dapat ditafsirkan bahwa, pelaku berniat untuk melakukan penganiayaan berat dengan rencana yang telah disiapkan terlebih dahulu. Penafsiran pasal ini diperkuat kembali dengan pendapat dari R. Soesilo pada pasal 354 Ayat (1) bahwa, supaya dapat dikenakan pasal ini, maka niat si pembuat harus ditujukan pada melukai berat. Artinya, luka berat harus dimaksud oleh si pembuat, apabila tidak dimaksud dan lukla berat itu hanya merupakan akibat saja, maka perbuatan itu masuk penganiayaan biasa yang mengakibatkan luka berat.  Sehingga, unsur dominan dalam pasal 355 Ayat 1 KUHP, adalah letak niat pelaku untuk mewujudkan penganiayaan berat telah ada sejak ia merencanakan perbuatannya.Â
Sementara pada Pasal 353 Ayat (1) jo. Ayat (2) KUHP dapat ditafsirkan bahwa, pelaku berniat untuk melakukan penganiayaan dengan rencana yang telah disiapkan terlebih dahulu.  Namun, ketika ia mewujudkan perbuatannya, ternyata mengakibatkan luka berat pada korbannya. Sehingga, unsur dominan pada Pasal 353 Ayat (2) yang membedakannya dengan Pasal 355 Ayat (1) ) adalah, tidak ada niat pelaku untuk mewujudkan penganiayaan berat sejak ia merencanakan perbuatannya. Namun, akibat yang ditimbulkan berbeda dari apa yang telah direncanakannya terlebuh dahulu.Â
Tentunya, mengukur niat seseorang tidaklah mudah, karena penulis sebagai manusia yang beragama, meyakini bahwasannya kebenaran yang sesungguhnya hanya ada pada sang pencipta. Tetapi dalam praktiknya, untuk mengukur niat jahat (mens rea) seseorang, tidak dapat terlepaskan daripada unsur kesalahan dan perbuatannya (actus reus). Oleh karena itu, para penegak hukum dalam menilai unsur niat(mens rea) sesorang harus melihat pula unsur kesalahan dan perbuatannya atau dengan melihat persesuaian antar perbuatannya. Satu catatan krirtis pada poin ini adalah, apakah penyerangan yang dilakukan sekiranya jam 5.10 pagi hari, dan juga dengan alat serta cara yang telah direncanakan dengan matang, apakah tepat untuk dikatakan tidak ada niat melakukan perencanaan penganiayaan berat ?
2. Kejanggalan pada barang bukti dan pengungkapan aktor intelektual
Sebagaimana pembacaan tuntutan yang dibacakan oleh jaksa enuntut umum, beberapa barang bukti yang dibacakan dan diperiksa dalam persidangan antara lain :
- 1 (satu) buah Mug kaleng motif loreng Hijau berisi cairan;
- 1 (satu) buah botol aqua berisi cairan;
- Potongan kulit pohon nangka terdapat bercak cairan.
- 1 (satu) Unit handphone merk OPPO F11, model CPH 1911, warna hitam biru gelap No. Imei 1 : 866988049397515, No. Imei 2 : 866988049397507, NOMOR Handphone 081294117158
- 1 (satu) Unit handphone merk OPPO F5, model CPH 1727, warna merah, No. Imei 1 : 866907039327951, No. Imei 2 : 866907039327944, Nomor Handphone 081931118864
- 1 (satu) buah kopiah warna Putih;
- 1 (satu) pcs baju gamis lengan panjang warna Coklat;
- 1 (satu) pasang sandal merk Hush Puppies warna Hijau
- 1 (satu) media penyimpanan data elektronik berupa Hard Disk Merk Western Digital (WD). SATA/64MB Cache MDL : WD10PUPRK-64E5EY0, WWN 50014E2B7D93D2A, kapasitas 1 TB, S/N WCCAJ1TXEPKZ, yang didalamnya tersimpan dokumen / informasi elektronik berupa rekaman CCTV dengan nilai Hash Sha 1 a641 ce98 dbec dcb7 4ac2 987e 6364 b396 2026 e15e, Hash Md5 : ae83 c1d1 df54 dd2f 1413 d7b1 07fd 6649.
- 1 (satu) unit H 264 Network DVR SAD-1008, No. Seri : 20150615400000H, Merk SUCHER, warna Hitam, dengan No. BMN : 3.06.01.01.076.407.
- 1 (satu) unit Adaptor Merk SAGEM Type KSAP020120200HE
Penulis menilai, bahwa penyidik dan jaksa penuntut umum mengabaikan bukti yang utama untuk mengungkap dalang/ aktor intelektual dibalik penyerangan ini. Sekitar beberapa bulan lalu, terdengar kabar tentang pengeruskaan buku merah oleh penyidik KPK yang berasal dari institusi POLRI. Perlu diketahui bahwa, buku merah merupakan suatu hasil pemeriksaan KPK atas keterangan blakblakan Kumala tentang catatan pengeluaran uang Basuki yang ditengarai salah satunya untuk para petinggi polisi. Berdasarkan informasi yang penulis dapatkan, kucuran dana itu salah satunya mengalir kepada Jenderal POLRI saat itu, yakni Jendral Tito Karnavian. Pengungkapan aktor intelektual pula diakui di dalam hukum pidana yakni sebagi penyuruh (doenpleger) Â yang secara expressive verbis termaktub di dalam rumusan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KHP.Â
Satu bukti saja menjadi sangatlah penting dan bisa saja menjadi kunci dalam sebuah perkara pidana. Hal ini didasarkan pada satu adagium in criminalibus probantiones beden esse luce clariores yang artinya bukti-bukti dalam suatu perkara pidana harus lebih terang daripada cahaya. Satu poin kritis dalam hal ini adalah, mengapa penyidik dan jaksa penuntut umum tidak menghadirkan barang bukti buku merah ini di dalam persidangan? Apakah ada upaya untuk menyembunyikan dalang/aktor intelektual dari penyerangan ini? Karena, rasanya aneh jika penyerangan ini dilakukan atas inisiasi sepihak dari seorang brigadir polisi yang berdalih telah mengkhianati institusi POLRI.