Oleh: Ngumar, M.Pd/Penulis adalah Mahasiswa Doktoral Prodi Pendidikan Agama Islam (S3) Univ. Muhammadiyah Malang
Selayang Pandang Tasawuf Konvensional dan Modern
Kehidupan dunia tidak ditentukan oleh pengejaran dan pemenuhan aspirasi material semata. Jiwa yang kurang asupan rohani akan kering, disebabkan belum terpuaskan kebutuhan dasarnya, karenanya meminta untuk dipelihara dan disuplai juga dengan pemahaman spiritualitas. Inilah titik kritis yang belakangan ini melahirkan fenomena urban yang menggelitik, perkembangan gaya hidup religius dengan wajah baru yang tidak menentu, bahkan keluar dari koridor agama Islam itu sendiri.
Agama bukan sekadar ritual biasa, tetapi ritual keagamaan yang meningkatkan aura spiritualitas dan pendekatan diri yang mendalam kepada Tuhan. Jika agama telah direduksi menjadi semacam ibadah formal yang mengutamakan kepentingan duniawi saja, itu menandakan kematian hati nurani yang diliputi materialisme dan terkubur di bawah liberalisme dan kapitalisme di era modern saat ini.
Dengan demikian, agama bukan lagi aktivitas rutin tanpa hubungan batin dengan Tuhan, akan tetapi diharuskan mempengaruhi semua lini dalam kehidupan, termasuk di dalamnya yang terpenting adalah implementasinya kedalam pendidikan Islam sebagai gerbang awal dimulainya pengetahuan.
Masyarakat modern, yang sering disebut sebagai masyarakat the post industrial society adalah masyarakat yang telah mencapai tingkat kemakmuran yang tinggi dikarenakan teknologi yang sepenuhnya mekanis dan serba otomatis. Bukannya semakin dekat dengan kepuasan hidup, manusia menjadi lebih khawatir akibat kemewahan hidup yang diperolehnya.
Manusia kecanduan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan tanpa disadari, mereka telah terpenjara dalam jaringan sistem rasionalisasi teknologi yang sangat tidak manusiawi. Manusia sebagai masyarakat modern berada di luar hakikatnya sendiri, menjauh dari intinya, baik secara internal maupun eksternal.
Manusia puas dengan instrumen-instrumen ilmu pengetahuan dan teknologi, sedangkan konsep dan pemahaman keagamaan yang berdasarkan wahyu semakin ditinggalkan, dalam bahasa yang lebih populer bernama sekularisme. Sekularisasi, menurut Peter L. Berger ada dua bentuk: dalam arti sosial, pemisahan institusi agama dan politik; dan dalam arti politik, pemisahan lembaga agama dan politik. Sekularisasi telah berhasil mendominasi manusia keluar dari komitmen agamanya, disinilah telah tampak pemisahanya juga terhadap Pendidikan Islam.
Dengan demikian, bertasawuf berarti pendidikan bagi kecerdasan emosi dan spiritual (ESQ) yang sebenarnya adalah belajar untuk tetap mengikuti tuntutan agama, saat berhadapan dengan musibah, keberuntungan, perlawanan orang lain, tantangan hidup, kekayaan, kemiskinan, pengendalian diri, dan pengembangan potensi diri. Bukankah lahirnya sufi-sufi besar seperti Rabi'ah Adawiah, Al-Ghazali, Sari al-Saqothi atau Asad al-Muhasabi telah memberi teladan & pendidikan yang baik? yakni berproses menuju perbaikan dan pengembangan diri dan pribadi.
Lalu, bagaimana pendekatan tasawuf dalam pendidikan agama Islam? bagaimana korelasinya dan implementasinya di lembaga pendidikan baik dengan pembahasan tasawuf konvensional maupun tasawuf modern atau transformative? akan penulis bahas dalam artikel ini.
Definisi Tasawuf Secara Umum
Tasawuf memiliki berbagai definisi etimologis dan terminologis. Salah satunya adalah istilah “tasawuf” yang berasal dari kata Arab “shafa” yang berarti suci, merujuk pada ibadah atau penyembahan hamba yang suci hatinya dan bersih jiwanya sebagai akibat dari Tuhan Yang Maha Esa.
Sedangkan dari segi terminologi, Abudin Nata mendefinisikan tasawuf sebagai upaya menyucikan jiwa/diri dengan menghindari urusan duniawi dan memusatkan perhatian semata-mata kepada Tuhan. Istilah tasawuf juga diartikan sebagai upaya “mempercantik” jiwa/diri melalui tingkah laku atau akhlak yang dipusatkan atau berpedoman pada ajaran Islam.
Tasawuf dibangun di atas sejumlah nilai. Muhyidin membahas konsep-konsep sufi tentang tauhid, fiqh, moral, kebenaran, dan kesucian, serta al-Qur'an dan as-Sunnah. Nilai tauhid merupakan sesuatu yang menjadi sumber dari nilai-nilai lain.
Imam Ghazali berpendapat bahwa tauhid dipisahkan menjadi tiga bagian yang masing-masing memiliki nilai-nilai yang harus diyakini dan dipraktikkan oleh para pengikutnya, yaitu nilai tauhid rububiyyah, nilai tauhid uluhiyah, dan nilai tauhid asma wa sifat. Dengan demikian, nilai-nilai tasawuf dan tauhid memiliki keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan.
Tasawuf adalah upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan kesadaran murni dengan cara mempengaruhi jiwa secara tepat untuk melakukan berbagai latihan (riyadhah), baik fisik maupun mental dengan melakukan berbagai ibadah agar aspek uluhiyah dan spiritualnya mengungguli aspek duniawi (hawa nafsu).
Demikianlah sifat kritis tasawuf, yang sangat penting maknanya dan implementasinya dalam kelangsungan hidup manusia. Maka, tidak mengherankan bahwa tasawuf sangat dekat dengan masyarakat Islam, setelah dibarengi dengan pengamalan ajaran agama (syari’ah) dan pengabdiannya melalui ajaran tauhid serta fiqh (hukum syari’at Islam). Lalu, terjadilah interaksi yang sangat harmonis antara aqidah, syari'at, dan akhlak.
Pendekatan Tasawuf Murni dalam Pendidikan Islam
Sistem pendidikan akhir-akhir ini yang dikembangkan masih terfokus mengedepankan akademik dan kecerdasan otak semata, dengan sangat sedikit penekanan pada kecerdasan emosional dan spiritualnya, yang mengajarkan nilai-nilai seperti integritas, kejujuran, komitmen, visi, kreativitas, ketahanan mental, keadilan, kebijaksanaan, prinsip amanah, pengendalian diri dan sinergitas.
Akibat krisis dan kemerosotan di ranah moral dan sumber daya manusia tersebut, serta menyusutnya paradigma agamis, muncul militansi sempit atau penolakan terhadap pluralitas. Tasawuf mengembangkan hubungan yang harmonis antara IQ (intelektual), EQ (emosional), dan SQ (spiritual) yang menghasilkan perasaan dan mental sumber daya manusia yang luar biasa, baik secara horizontal maupun vertikal.
Banyak ahli telah membahas tujuan pendidikan, dan meskipun pandangan mereka berbeda, mereka semua sepakat pada satu hal: pendidikan adalah proses mendidik generasi untuk menjalankan kehidupan mereka dan mencapai tujuan hidup mereka dengan sukses dan efisien.
Mengingat pendidikan tasawuf tidak dapat dipisahkan dari pendidikan Islam, maka perlu dimulai dengan konsep pendidikan Islam. Sebagaimana dituturkan oleh Hasan Bin Ali Hasan al-Hijazy, Ibnu Qayyim berpendapat bahwa Tarbiyah (Pendidikan Islam) adalah upaya untuk membentuk, merawat, dan mengembangkan potensi manusia agar menjadi manusia yang bertaqwa yang mampu menjalankan amanah dan tanggung jawabnya sebagai khalifah di muka bumi, yang Allah tuntut darinya adalah penghambaan dan rasa syukur, agar manusia bisa berjalan di muka bumi ini dan mengembangkan segala nikmat yang dianugerahkan kepadanya untuk memakmurkan bumi yang merupakan tempat tinggal sementaranya.
Dengan demikian, pendidikan tasawuf dapat diartikan sebagai usaha yang disengaja dan sistematis yang diarahkan pada suatu tujuan tertentu, yaitu pembentukan generasi yang berilmu dan berakhlak mulia yang tidak hanya berakhlak mulia dalam perbuatan lahiriah berdasarkan syariat Islam saja (al-Qur'an dan al-Hadits), akan tetapi juga mulia hati dan pikiran yang selalu bersandar kepada Allah SWT (tauhid).
Tasawuf Konservatif Konvensional dalam Pendidikan Islam
Istilah konservatif pada awalnya digunakan untuk menggambarkan suatu kondisi di mana masyarakat memiliki kecenderungan yang kuat untuk menganut institusi dan barang budaya yang telah ditunjukkan dan diuji melalui perjalanan waktu. Perilaku konservatif didefinisikan sebagai sikap atau perilaku yang bertujuan untuk melestarikan dan mempertahankan keadaan tertentu, seperti adat dan tradisi yang telah berlangsung sejak lama.
Ada anggapan kuat bahwa masyarakat tidak mampu merencanakan dan mempengaruhi perubahan sosial yang mendasari paradigma konservatif dalam bentuk klasiknya. Sebab, menurut mereka, hanya Tuhan yang mengerti makna hidup dan memiliki otoritas untuk merancang atau mengubah keadaan suatu komunitas.
Pendidikan pesantren merupakan salah satu jenis sekolah yang bertahan hingga saat ini. Pesantren mengajarkan prinsip-prinsip Islam seperti mempelajari al-qur’an, as-sunnah, ibadah praktis, studi karya klasik (kitab kuning), sejarah Islam, bahasa Arab, dll. Namun banyak pesantren yang berkembang seiring perkembangan zaman yang memasukkan mata pelajaran umum dalam kurikulum pembelajarannya.
Pendidikan merupakan sebuah proses, maka dalam setiap proses harus berorientasi pada suatu muara. Sedangkan, yang dimaksudkan dengan muara dalam hal ini adalah tujuan pendidikan itu sendiri. Tujuan dalam proses pendidikan menurut al-Ghazâli yang menjadi adalah upaya untuk senantiasa dekat kepada Allah SWT, bukan hanya sekedar memperoleh jabatan dan keglamoran atau mendapatkan pangkat yang bisa menghasilkan kekayaan yang bersifat duniawi saja. Namun, lebih dari itu, yaitu berorientasi pada alasan dalam penciptaan manusia itu sendiri. Sebagaimana penjelasan dalam Kalam Allah SWT mengenai tujuan manusia diciptakan, yaitu dijelaskan dalam surat adz-Dzariyat [51] ayat 56 yang artinya:
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.
Konsep orientasi pendidikan tasawuf menurut al-Ghazâli tersebut mengindikasikan bahwa dunia dalam penilaiannya bukan termasuk sesuatu yang utama, bukan kekal bahkan suatu saat akan musnah, dan mautlah yang dapat memisahkan kelazatannya. Menurutnya, dunia hanya sebagai tempat berlalu sementara, sedangkan akhirat adalah tempat yang abadi, disinilah makna tasawuf konservatif konvensional dalam pendidikan Islam.
Tasawuf Transformatif dalam Pendidikan Islam
Di dalam Islam terdapat unsur tasawuf yang menjadi bagian yang sangat signifikan bagi keberadaan Islam transformatif. Dari Islam tranformatif ini muncul istilah tasawuf tranformatif. Proses tasawuf transformatif akan bermula dan berpusat pada ma‘rifah dan tauhid. Dalam konteks tasawuf tranformatif, pemahaman terhadap haqîqah mulai dari semua realita yang membawa manusia ke tingkat ma‘rifah wajib direalisasikan ke dalam konteks social-masyarakat, utamanya di pendidikan Islam.
Dalam konteks Indonesia, tasawuf transformatif banyak dijadikan sebagai alat dan wadah untuk melakukan perubahan masyarakat yang berpedoman pada lima nilai di dalam pancasila. lima nilai utama itu tidak menjadi perlawanan dengan nilai-nilai Islami, bahkan lima nilai itu salah satunya bermuara dari nilai-nilai Islami termasuk juga nilai-nilai tasawuf. Nilai-nilai Pancasila dilihat dari perspektif tasawuf akan semakin memperkuat posisi Pancasila sebagai falsafat dan ideologi Negara dan Bangsa Indonesia. Penghayatan dan pelaksanaan nilai-nilai Pancasila dalam perspektif tasawuf diharapkan akan membentuk karakter pancasilais yang mampu membentuk karakter yang terpuji dalam berkehidupan sosial, berbangsa dan bernegara Indonesia.
Islam mempunyai visi rahmatan lil’alamin, sehingga jika ada persoalan umat, maka Islam harus melakukan upaya transformatif untuk mengatasi persoalan umat. Islam Transformatif merupakan upaya agama untuk menganalisis dan memberikan alternatif solusi terhadap segala bentuk dehumanisasi sosial.
Tasawuf transformatif Muhammad Zuhri adalah bentuk tasawuf yang berpijak kepada semangat dan nilai-nilai fundamental tasawuf, ditampilkan dengan konteks eranya, dan didialogkan sesuai dengan problematika umat dalam menghadapi dinamika kehidupan. Tasawuf transformatif Zuhri menjadi relevan sebagai solusi atas problematika manusia modern, ketika terjadi link and match antara permasalahan manusia modern dengan model solusi yang diberikan.
Titik relevansinya adalah ketika konsepsi tasawuf di dalam menekankan kesadaran tauhid, yang berimplikasi bagaimana akhirnya manusia mampu membangun kesadaran dirinya terhadap alam semesta. Ketiga kesadaran di atas kemudian dikontekstualisir dengan dimensi problematika manusia modern. Kontekstualisasi ajaran tasawuf ini membuat tasawuf transformatif tidak hanya aktual, namun juga relevan dalam upaya “membebaskan” manusia modern dari belitan berbagai problematika yang dihadapi. Dengan demikian semangat yang diusung terlihat begitu sarat dengan aksi sosial dan bersifat komunitarian.
Penutup
Pemecahan masalah pendidikan agama Islam sangat tepat sekali dengan tasawuf. Bertasawuf adalah pendidikan bagi kecerdasan emosi dan spiritual (ESQ). Pendidikan tasawuf adalah upaya secara sadar dan sistematis ke arah tujuan yang diharapkan yaitu terbentuknya suatu generasi yang berilmu dan berakhlak mulia yang tidak hanya mulia perbuatan lahiriyahnya yang bersandarkan kepada syari’at Islam. Tasawuf dalam Pendidikan Islam mengembangkan hubungan yang harmonis antara IQ (intelektual), EQ (emosional), dan SQ (spiritual) yang menghasilkan perasaan dan mental sumber daya manusia yang luar biasa atau biasa disebut unggul (insan kamil) baik secara horizontal maupun vertikal.
Penekanan makna tasawuf konservatif konvensional dunia hanya sebagai tempat berlalu sementara, sedangkan akhirat adalah tempat yang abadi, disinilah penanaman dan penekanan peran pendidikan Islam, sedangkan tasawuf transformatif ialah yang berpijak kepada semangat nilai-nilai fundamental tasawuf terhadap konteks era kontemporer pendidikan Islam secara global. ***
Rujukan Pemikiran
- Agus Setiawan Benny; Rofi, Sofyan, Bahar; Prasetiya. “Pendidikan Karakter Dengan Pendekatan Tasawuf Modern Hamka Dan Transformatif Kontemporer.” Intiqad: Jurnal Agama dan Pendidikan Islam, no. Vol 11, No 2 (2019) (2019): 396–414. http://jurnal.umsu.ac.id/index.php/intiqad/article/view/2658/3293.
- Anam Sayyidah; Asyâ€TMari, Hasyim, Nurul; Syaikhotin. “Tasawuf Transformatif Di Indonesia.” Al-Mada: Jurnal Agama, Sosial, dan Budaya, no. Vol 2 No 2 (2019): Agama, Sosial dan Budaya (2019): 64–75. https://e-journal.ikhac.ac.id/index.php/almada/article/view/337/251.
- Hidayatulloh, Zaki. “Pemahaman Islam Melalui Pendekatan Tasawuf.” at-Tahdzib 2, no. 1 (2014): 116. http://ejournal.kopertais4.or.id/mataraman/index.php/tahdzib/article/view/1835.
- M. Taufiq. “Al-Qur’an Dan Terjemah; Al-Qur’an In Word.” Software Quran In Word Versi 1.0.0, n.d.
- Al Muiz, Mochamad Nasichin, and Muhammad Miftah. “Pendekatan Konservatif Dalam Pendidikan Islam (Kajian Teori Al Muhafidz Al-Ghazâli Dalam Pendidikan Islam).” Jurnal Penelitian 14, no. 1 (2020): 49.
- Ikhwan, A. "Pendidikan Agama Islam Berbasis Islam Kontemporer Perspektif Indonesia". Surakarta: Tahta Media Group, 2021.
- Salam, A. “Penerapan Model Pendidikan Agama Islam Dengan Pendekatan Tasawuf Di Pondok Pesantren Miftahul Huda Malang.” Fitrah 8, no. 1 (2017): 111–128. http://ejournal.stitbima.ac.id/index.php/fitrah/article/download/159/81.
- Sodiq, Ahmad. “Konsep Pendidikan Tasawuf (Kajian Tentang Tujuan Dan Strategi Pencapaian Dalam Pendidikan Tasawuf).” Ijtimaiyya: Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam 2, no. 2 (2014): 41–66. http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/ijtimaiyya/article/view/927.
- Yulianto, Rahmad. “Tasawuf Transformatif Muhammad Zuhri Solusi Problematika Masyarakat Modern.” Al-Hikmah, no. Vol 1, No 1 (2015) (2015). http://journal.um-surabaya.ac.id/index.php/Ah/article/view/956.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H