Dengan demikian, pendidikan tasawuf dapat diartikan sebagai usaha yang disengaja dan sistematis yang diarahkan pada suatu tujuan tertentu, yaitu pembentukan generasi yang berilmu dan berakhlak mulia yang tidak hanya berakhlak mulia dalam perbuatan lahiriah berdasarkan syariat Islam saja (al-Qur'an dan al-Hadits), akan tetapi juga mulia hati dan pikiran yang selalu bersandar kepada Allah SWT (tauhid).
Tasawuf Konservatif Konvensional dalam Pendidikan Islam
Istilah konservatif pada awalnya digunakan untuk menggambarkan suatu kondisi di mana masyarakat memiliki kecenderungan yang kuat untuk menganut institusi dan barang budaya yang telah ditunjukkan dan diuji melalui perjalanan waktu. Perilaku konservatif didefinisikan sebagai sikap atau perilaku yang bertujuan untuk melestarikan dan mempertahankan keadaan tertentu, seperti adat dan tradisi yang telah berlangsung sejak lama.
Ada anggapan kuat bahwa masyarakat tidak mampu merencanakan dan mempengaruhi perubahan sosial yang mendasari paradigma konservatif dalam bentuk klasiknya. Sebab, menurut mereka, hanya Tuhan yang mengerti makna hidup dan memiliki otoritas untuk merancang atau mengubah keadaan suatu komunitas.
Pendidikan pesantren merupakan salah satu jenis sekolah yang bertahan hingga saat ini. Pesantren mengajarkan prinsip-prinsip Islam seperti mempelajari al-qur’an, as-sunnah, ibadah praktis, studi karya klasik (kitab kuning), sejarah Islam, bahasa Arab, dll. Namun banyak pesantren yang berkembang seiring perkembangan zaman yang memasukkan mata pelajaran umum dalam kurikulum pembelajarannya.
Pendidikan merupakan sebuah proses, maka dalam setiap proses harus berorientasi pada suatu muara. Sedangkan, yang dimaksudkan dengan muara dalam hal ini adalah tujuan pendidikan itu sendiri. Tujuan dalam proses pendidikan menurut al-Ghazâli yang menjadi adalah upaya untuk senantiasa dekat kepada Allah SWT, bukan hanya sekedar memperoleh jabatan dan keglamoran atau mendapatkan pangkat yang bisa menghasilkan kekayaan yang bersifat duniawi saja. Namun, lebih dari itu, yaitu berorientasi pada alasan dalam penciptaan manusia itu sendiri. Sebagaimana penjelasan dalam Kalam Allah SWT mengenai tujuan manusia diciptakan, yaitu dijelaskan dalam surat adz-Dzariyat [51] ayat 56 yang artinya:
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.
Konsep orientasi pendidikan tasawuf menurut al-Ghazâli tersebut mengindikasikan bahwa dunia dalam penilaiannya bukan termasuk sesuatu yang utama, bukan kekal bahkan suatu saat akan musnah, dan mautlah yang dapat memisahkan kelazatannya. Menurutnya, dunia hanya sebagai tempat berlalu sementara, sedangkan akhirat adalah tempat yang abadi, disinilah makna tasawuf konservatif konvensional dalam pendidikan Islam.
Tasawuf Transformatif dalam Pendidikan Islam
Di dalam Islam terdapat unsur tasawuf yang menjadi bagian yang sangat signifikan bagi keberadaan Islam transformatif. Dari Islam tranformatif ini muncul istilah tasawuf tranformatif. Proses tasawuf transformatif akan bermula dan berpusat pada ma‘rifah dan tauhid. Dalam konteks tasawuf tranformatif, pemahaman terhadap haqîqah mulai dari semua realita yang membawa manusia ke tingkat ma‘rifah wajib direalisasikan ke dalam konteks social-masyarakat, utamanya di pendidikan Islam.
Dalam konteks Indonesia, tasawuf transformatif banyak dijadikan sebagai alat dan wadah untuk melakukan perubahan masyarakat yang berpedoman pada lima nilai di dalam pancasila. lima nilai utama itu tidak menjadi perlawanan dengan nilai-nilai Islami, bahkan lima nilai itu salah satunya bermuara dari nilai-nilai Islami termasuk juga nilai-nilai tasawuf. Nilai-nilai Pancasila dilihat dari perspektif tasawuf akan semakin memperkuat posisi Pancasila sebagai falsafat dan ideologi Negara dan Bangsa Indonesia. Penghayatan dan pelaksanaan nilai-nilai Pancasila dalam perspektif tasawuf diharapkan akan membentuk karakter pancasilais yang mampu membentuk karakter yang terpuji dalam berkehidupan sosial, berbangsa dan bernegara Indonesia.