Mohon tunggu...
PELITA
PELITA Mohon Tunggu... Petani - Pelita (Pesan Literasi)

Ikatlah Ilmu dengan Tulisan. Ali bin Abi Thalib

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memeluk Keikhlasan

3 Februari 2020   20:10 Diperbarui: 3 Februari 2020   20:09 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penderitaan atau hal-hal buruk yang kita alami apabila kita kalikan dengan perlawanan, maka rasa sakit dari penderitaan itu akan semakin besar hasilnya. Sebaliknya, apabila kita kalikan dengan nol, maka sakitnya pun akan nol. Berhenti melawan rasa sakit yang ada, berhenti melawan derita yang ada maka rasa sakit itu akan hilang. 

Rasa sakit itu terletak pada kulaitas atau kuantitas perlawanan. Begitu perlawanan dihentikan oleh keikhlasan, kehidupan berubah menjadi wajah seperti simfoni, begitulah apa yang dikatakan oleh seorang guru simbolik kedamaian Gede Prama.

Dalam hal pengetahuan, kepintaran memang diakui dalam segala bidang. Namun di jalan para pesuluk (sufi, retret, meditasi ataupun yoga) menganggap bahwa kepintaran menjadi penghalang untuk tercapainya pada kearifan puncak karena kepintaran itu sendiri membawa ego keakuan.

Para pesuluk tidaklah mendambakan kepintaran. Itulah sebabnya mereka merindukan penderitaan sebagai bahan dasar untuk mengolah kualitas dan kuantitas keikhlasan mereka.

Membangun istana ikhlas dalam diri akan memancarkan cahaya kedamaian. Apapun yang terjadi selama memeluk keihklasan, sederet penderitaan akan menjadi biasa-biasa saja.

Semua kehidupan yang dijalani menjadi indah, damai, tentram, aman. Mari memeluk keikhlasan itu dan jangan membiarkannya renggang. Inilah jalan kedamaian.

Jawa Barat, 03 Februari 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun