Mohon tunggu...
Peji Nopeles
Peji Nopeles Mohon Tunggu... Lainnya - Environmental Compliance Specialist

Environtmentalist, Full Time Employee, Master Student of Environmental Science

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Pacu Jalur, Nasibmu Kini dan Nanti

4 Januari 2022   23:18 Diperbarui: 4 Januari 2022   23:49 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Namun selesai pacu, biasanya diakhiri dengan makan bersama makanan tradisional setempat seperti konji, godok, lopek, paniaram, lida kambiang, buah golek, buah malako, dan lain sebagainya.

Kata "jalur" dalam dialek Melayu Rantau Kuantan sulit dicarikan padanannya secara tepat maknanya dalam Bahasa Indonesia. Meskipun demikian, penjelasan dalam berbagai Kamus Bahasa Indonesia dan Kamus Dewan dapat membantu memahami kata tersebut, seperti dijelaskan oleh W.J.S. Poewadarminta (1966: 227), jalur adalah barang tipis panjang; sedangkan Sulchan Yasyin (1997: 231) menjelaskan jalur adalah sampan kecil yang dibuat dari sebatang pohon, perahu belongkang; dalam Kamus Dewan (2005: 602) dijelaskan jalur adalah perahu dibuat dari sebatang kayu yang dikorek. 

Penjelasan beberapa kamus di atas sedikit banyaknya dapat menjelaskan dan menggambarkan jalur seperti yang dipahami oleh masyarakat Melayu Kuantan. Dalam dialek masyarakat Kuantan Singingi, Jalur adalah sebuah perahu yang pada awal abad ke-17 digunakan sebagai alat transportasi utama warga desa di Rantau Kuantan yang berada di sepanjang Sungai Batang Kuantan. Jalur tersebut terbuat dari sebuah pohon yang besar yang sudah berumur ratusan tahun. Panjang sebuah jalur berkisar antara 25--27 meter dengan muatan bisa diisi antara 40 -- 50 orang, dengan lebar ruang tengah kira-kira 1--1,25 meter.

Sedangkan pacu jalur terdiri dari dua kata, yaitu pacu dan jalur. Pacu adalah perlombaan memacu atau mendayung. Dengan demikian, pacu jalur adalah perlombaan dayung menggunakan jalur tradisional yang menjadi ciri khas daerah Kuantan Singingi (Kuansing) yang sampai sekarang masih bertahan. Lomba dayung (Pacu Jalur) diselenggarakan setiap satu tahun sekali untuk merayakan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia dan juga menggunakan upacara adat khas daerah Kuansing (Hasbullah, 2015).

Dalam kehidupan sosial masyarakat Kuantan, Jalur merupakan wujud kebudayaan yang diwariskan secara turun-temurun. Bagi masyarakat Rantau Kuantan dimana jalur memiliki makna tersendiri bahwa tidak sempurna suatu kampung jika warganya tidak mempunyai jalur. Jalur merupakan hasil karya budaya yang memiliki nilai estetik tersendiri, dan juga mencakup kreativitas dan imaginasi. 

Hal ini terlihat dengan jelas dari beberapa seni budaya yang terdapat di jalur, seperti seni ukir, seni tari, seni musik, dan seni sastra. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa jalur merupakan upaya masyarakat Rantau Kuantan masa lalu untuk memenuhi kebutuhan manusia akan rasa indah, dan sekaligus sebagai penikmat keindahan tersebut (Hasbullah, 2015).

Pada umumnya saat ini, hampir seluruh kampung yang ada di Batang Kuantan memiliki jlaur maupun yang di luar dari Batang Kuantan. 

Mempunyai jalur merupakan kebanggaan tersendiri bagi masyarakatnya terutama apabila jalurnya memilik prestasi. Maka tidak heran jika disetiap pelaksanaan even pacu jalur pemandangan yang membuat terharu akan kecintaan dan fanatisme terhadap jalur yang mereka miliki. 

Kita akan melihat sorak sorai kegembiraan maupun ratapan air mata dari pendukung jalur di tepian Batang Kuantan. Dibalik semua itu, bahwa ternyata untuk membuat satu jalur memerlukan biaya yang cukup besar, mulai dari mencari kayu, maelo, membuat jalur, melayur, latihan anak pacu, dan ikut perlombaan. Ke semua tahapan tersebut membutuhkan dana yang harus dibayar oleh pengurus jalur. Keseluruhan biaya tersebut didapatkan dari sponsor dan juga sumbangan warga masyarakat, baik yang ada di kampung maupun di rantau.

Dalam memeperlombakan jalur ini, tentunya jalur yang terbuat dari kayu akan mengalami masa pakainya berakhir akibat pelapukan dari kayunya sendiri maupun kerusakan-kerusakan yang menyebabkan jalur tidak dapat diperlombakan lagi seperti patah, bocor dan lain sebagainya. 

Dengan demikian, mengharuskan jalur harus dilakukan penggantian dengan jalur yang baru lagi. Untuk menghasilkan satu jalur yang besar, tentunya membutuhkan kayu dengan diamater yang besar dan tinggi. Artinya kayu yang digunakan merupakan kayu yang sudah berumur puluhan bahkan ratusan tahun dan itu saat ini sudah sulit untuk dicari. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun