Ekskursi ke Pondok Pesantren adalah pengalaman istimewa yang menawarkan pelajaran berharga tentang toleransi, kesederhanaan, dan kebersamaan. Melalui kegiatan ini, Kolese Kanisius menunjukkan bahwa pendidikan tidak hanya berorientasi pada akademik, tetapi juga membentuk karakter melalui pengalaman lintas budaya dan agama. Tradisi tahunan ini tidak hanya memperluas wawasan, tetapi juga menggugah hati tentang bagaimana perbedaan adalah sumber kekuatan yang menyatukan. Â
Dialog Lintas Agama: Awal yang Membuka CakrawalaÂ
Â
Ekskursi diawali dengan seminar dialog lintas agama, menghadirkan tokoh-tokoh dari berbagai latar belakang kepercayaan. Suasana diskusi berlangsung hangat, penuh tawa, dan sarat makna. Dialog ini tidak hanya menjadi ruang untuk memahami nilai-nilai universal seperti kedamaian dan kasih sayang, tetapi juga menumbuhkan rasa saling menghargai. Â
Kegiatan ini menegaskan pentingnya dialog sebagai sarana untuk menjembatani perbedaan. Sebagaimana Nelson Mandela pernah mengatakan,Â
"No one is born hating another person because of the color of his skin, or his background, or his religion. People must learn to hate, and if they can learn to hate, they can be taught to love."
 Melalui percakapan yang penuh rasa hormat, tercipta pengertian yang lebih mendalam tentang bagaimana nilai-nilai kemanusiaan dapat menyatukan semua orang. Â
Perjalanan Menuju Pondok Pesantren: Antusiasme yang Menggembirakan Â
Setelah dialog lintas agama, perjalanan menuju Pondok Pesantren Al Marjan di Lebak, Banten, dimulai. Suasana perjalanan dipenuhi dengan kegembiraan dan antusiasme. Sambutan hangat dari para santri setibanya di pesantren menjadi momen yang menghapus jarak dan menciptakan rasa kebersamaan sejak awal. Â
Fasilitas sederhana yang ada di pesantren menjadi pengingat akan pentingnya hidup bersyukur. Meskipun jauh berbeda dari kemewahan yang biasa dinikmati di kota besar, kesederhanaan ini justru mencerminkan kebahagiaan yang tidak tergantung pada materi. Dari lingkungan ini, muncul pelajaran penting tentang bagaimana rasa cukup dapat membawa ketenangan dalam hidup. Â
Pengalaman Spiritual: Perspektif Baru tentang AgamaÂ
Â
Selama tiga hari di pesantren, banyak kegiatan unik yang diikuti, seperti pengajian, sholawatan, dan diskusi lintas agama. Pengajian menjadi pengalaman yang sangat berkesan. Dalam suasana penuh khidmat, peserta diajak memahami ajaran Islam yang menekankan cinta, kedamaian, dan kasih sayang. Â
Melalui diskusi yang melibatkan santri, terjadi pertukaran pandangan mengenai ajaran masing-masing agama. Interaksi ini memperlihatkan bahwa agama, meskipun memiliki ritual yang berbeda, pada dasarnya memiliki tujuan yang sama: menciptakan harmoni dalam kehidupan. Dialog ini mengajarkan bahwa sikap saling mendengar adalah langkah awal untuk memahami satu sama lain. Â
Sholawatan, yang merupakan kegiatan pembacaan ayat-ayat suci dalam durasi cukup panjang, juga memberikan kesan tersendiri. Meskipun awalnya terasa monoton dan membuat mengantuk, kegiatan ini mencerminkan kedisiplinan luar biasa dari para santri. Mereka menjalankan rutinitas ini dengan penuh ketulusan tanpa keluhan. Kedisiplinan yang terlihat menjadi inspirasi tentang pentingnya komitmen dalam menjalani rutinitas sehari-hari, sebuah nilai yang relevan dalam berbagai aspek kehidupan. Â
Kebersamaan yang Melampaui Perbedaan Â
Tiga hari di pesantren berlalu dengan cepat, tetapi meninggalkan kesan mendalam. Kebersamaan yang terjalin dengan para santri bukan sekadar hubungan formal, melainkan sebuah persahabatan yang tulus. Setiap interaksi, mulai dari obrolan ringan hingga diskusi mendalam, menciptakan ikatan emosional yang memperlihatkan bahwa perbedaan tidak menjadi penghalang untuk menjalin hubungan yang bermakna. Â
Pada akhirnya, ketika tiba saatnya untuk berpisah, suasana haru tidak dapat dihindari. Meskipun hanya tiga hari, kebersamaan yang dirasakan membawa pelajaran tentang arti hidup sederhana dan bersyukur. Pesantren menjadi tempat di mana makna toleransi tidak hanya diajarkan, tetapi juga dipraktikkan dalam setiap interaksi. Â
Pelajaran Hidup yang Membekas Â
Pengalaman tersebut adalah perjalanan yang mengajarkan bahwa toleransi bukan sekadar menerima perbedaan, tetapi juga menghargai dan memahami. Melalui pengalaman langsung, terlihat jelas bahwa perbedaan adalah kekayaan yang memperkaya kehidupan, bukan ancaman yang harus dihindari. Sebagaimana Mahatma Gandhi pernah mengatakan,Â
"Our ability to reach unity in diversity will be the beauty and the test of our civilization."Â
Keberagaman adalah anugerah yang, jika dikelola dengan baik, dapat menciptakan harmoni yang indah. Â
Lebih dari itu, ekskursi ini mengajarkan pelajaran hidup yang begitu mendalam: keberanian untuk keluar dari zona nyaman dan menerima kenyataan bahwa dunia dipenuhi oleh berbagai pandangan, tradisi, dan nilai yang berbeda. Dalam konteks masyarakat Indonesia yang multikultural, sikap seperti ini menjadi landasan penting dalam menjaga keutuhan bangsa. Pengalaman langsung di pondok pesantren menunjukkan bagaimana hidup sederhana dan disiplin dapat menjadi cerminan nilai-nilai luhur yang universal. Nilai-nilai tersebut tidak terbatas pada agama tertentu, melainkan dapat dijadikan inspirasi bagi siapa saja yang melihatnya dengan hati yang terbuka. Â
Toleransi bukan hanya tentang menerima keberadaan agama lain, tetapi juga tentang menemukan titik temu yang memperkuat persaudaraan. Nilai-nilai seperti keikhlasan, kebaikan hati, dan empati yang dipraktikkan oleh para santri menjadi pelajaran berharga tentang bagaimana agama, dengan caranya masing-masing, mengajarkan cinta dan perdamaian. Sebagaimana Indonesia didirikan di atas semangat Bhinneka Tunggal Ika, pengalaman ini adalah pengingat akan pentingnya semangat tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Â
Lebih jauh lagi, pengalaman ini mengajarkan arti dari kerja sama dan saling mendukung dalam keberagaman. Kehidupan bersama di pesantren memperlihatkan bagaimana berbagai individu dengan latar belakang yang berbeda dapat hidup berdampingan dengan harmonis. Sikap saling menghormati dan keterbukaan untuk belajar satu sama lain adalah kunci untuk membangun hubungan yang erat, yang seharusnya menjadi landasan dalam hubungan antaragama di Indonesia. Â
Pengalaman ini menjadi pengingat bahwa pendidikan yang sejati bukan hanya tentang mengejar prestasi akademik, tetapi juga membentuk karakter yang mampu melihat keindahan dalam keberagaman. Pendidikan berbasis pengalaman seperti ini tidak hanya memperkuat rasa kebangsaan, tetapi juga membangun empati dan pemahaman lintas agama. Dalam dunia yang semakin kompleks, kemampuan untuk memahami orang lain dan menghargai perbedaan menjadi keterampilan yang sangat berharga. Â
Pada akhirnya, seperti lukisan yang membutuhkan berbagai warna untuk menjadi indah, keberagaman adalah warna yang memperkaya kehidupan. Toleransi adalah jalan untuk menciptakan harmoni, dan harmoni adalah kunci untuk membangun dunia yang damai. Seperti pepatah bijak mengatakan,Â
"Harmony makes small things grow, lack of it makes great things decay." Indonesia dengan segala keragamannya hanya dapat tumbuh dan berkembang jika harmoni tetap dijaga.
Mari menjadikan toleransi sebagai pedoman hidup untuk menciptakan bangsa yang damai, adil, dan penuh kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H