Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Usai Tumbangkan Moeldoko, Ternyata AHY Masih Punya PR Besar

3 April 2021   07:46 Diperbarui: 3 April 2021   13:29 930
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : tribunnews

"Bukan tidak mungkin bila suatu saat ada orang non partai yang maha kaya raya, punya uang hingga "tak berseri". Dengan kekuatan dana dan pengaruh, dia  "mencaplok" sebuah partai lewat KLB, dengan maksud tertentu yang jauh dari marwah partai"

---

Kemenangan Partai Demokrat pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) telah jadi babak baru kepemimpinan AHY yang akan menentukan kebesaran partai Demokrat dimasa datang----sebuah kejayaan yang dulu pernah dibawakan SBY yang notebene adalah ayahnya sendiri.  

Kini, tuntutan babak baru AHY bersama Partai Demokrat adalah sesuatu yang lebih besar dari masa lalu, sekaligus pembuktian AHY secara pribadi untuk lepas dari bayang-bayang SBY itu sendiri--tanpa melupakan jasa SBY yang telah memberikannya jalan mulus menuju kursi pemimpin partai.

sumber gambar ; kompas.com
sumber gambar ; kompas.com
Karena Moeldoko "Mendadak Demokrat"

Sejak menjabat Ketua Umum Partai Demokrat, AHY belum mendapatkan ujian berat. Spirit pemenangan, soliditas internal dan eksternal, daya dobrak keluar partai, dan gerak roda organisasi masih "Business as Usual" (berjalan seperti biasanya). Ini bisa dilihat dari capaian elektabilitas pemilu 2019, dan jumlah kursi di legislatif yang masih jauh dari harapan, belum signifikan dibandingkan masa jaya era SBY.

Baru kali ini---ketika Moeldoko "Mendadak Demokrat"----AHY dalam kepemimpinannya mengalami sport jantung yang luar biasa kuatnya. Kalau tidak dihadapi secara serius, akan menjungkalkan AHY dari kursi Ketua Umum Partai Demokrat. Bagaimana tidak? 

Moeldoko yang dihadapi AHY bukanlah sosok sembarang orang. Disisi lain, ketika AHY "terlalu serius", sempat terlihat  panik yang luarbiasa sehingga bikin blunder membangun narasi liar yakni menuduh pemerintahan Jokowi berada dibalik semua itu. 

Membangun narasi itu perlu, tapi bila liar dan overdosis justru memperlihatkan sebuah kepanikan yang mencerminkan ketidakmatangan sebagai pemimpin, dan kerapuhan sebagai organisasi besar saat dalam tekanan internal-eksternal. Seolah tidak percaya diri, dan manja. Padahal Partai Demokrat memiliki infratruktur kepartaian yang kuat di berbagai level kader, kepengurusan dan legislasi, mulai dari tingkat kecamatan sampai pusat.

Saat ini usai kalah, Moeldoko dan kelompoknya tidak tinggal diam. Mereka masih mengupayakan jalur hukum positif yakni lewat pengadilan sembari meluncurkan narasi-narasi penyerangan. 

Proses  pengadilan merupakan sebuah pertarungan administratif yang disatu sisi perlu disiasati secara administratif yang profesional, sementara di sisi lain jangan sampai menguras energi terlalu besar karena kepanikan dan ketakutan berlebihan sehingga membuat Demokrat jadi tontonan lucu di ruang publik.

sumber gambar ; kompas.tv
sumber gambar ; kompas.tv
Melihat PR Besar AHY dan Demokrat

Pertama ; Partai Demokrat harus memperbanyak aksi nyata kedalam masyarakat luas berupa bantuan pembangunan secara mandiri, bagaimanapun caranya (tentunya sesuai undang-undang), dengan melibatkan kader-kader di semua level. Targetnya adalah "rakyat merasakan kehadiran dan kegunaan partai Demokrat di kehidupannya. 

Kedua, untuk saat ini sampai 2024 AHY dan Partai demokrat harus mengurangi narasi yang menyudutkan pemerintah----apapun kekurangan pemerintah--- sementara disaat yang sama perbanyak narasi positif terhadap pemerintah untuk membangun spirit kebersamaan dengan rakyat dalam membangun  negeri ini. 

Seringkali kekurangan pemerintah bukan berarti tidak mau tahu penderitaan rakyat, melainkan sebuah penciptaan "sudut pandang" kelompok tertentu dalam melihat komunikasi pemerintah terhadap rakyat. Di sinilah AHY dan Partai Demokrat harus secara cerdik mengisinya. Mereka  akan mendapatkan "dua cuan" yakni dari rakyat dan dari pemerintah itu sendiri. 

Ketiga, hadapi narasi-narasi berikut dari Moeldoko dan kelompoknya secara santai, bisa berupa joke-joke cerdas. Hal ini menunjukkan rasa humor, rasa percaya diri, dan tidak menujukkan kepanikan serta memperlihatkan kematangan diri organisasi dan ke-personal-an AHY di ruang publik. 

Keempat, AHY harus lebih banyak melibatkan kader-kader potensialnya tampil di ruang publik, baik di depan kamera, diatas panggung, dan media lainnya dalam menghadapi berbagai narasi negatif-positif terhadap partai Demokrat. 

Dengan begitu, AHY memfungsikan para kadernya secara oprimal menjadi pengayom masyarakat, walau di luar pemerintahan.Partai Demokrat akan menampilkan kolegialitas kepemimpinan dan soliditas tim kerja di depan publik. 

Hal tersebut sekaligus menepis stigma Demokrat yang "Cikeassentris" atau partai 'Keluargais" seperti yang dituduhkah  kelompok Moeldoko. 

Terkait intensitas tampil di ruang publik tersebut, AHY tidak perlu takut kehilangan popularitas.  Secara Exofficio sebagai ketua umum partai dan memiliki "sosok yang menarik" maka seorang AHY sudah terekam dalam benak/memori publik. AHY punya momentum dan segmen pasar tersendiri yang utuh di tengah masyarakat luas. 

Kelima, AHY bersama kader Partai Demokat yang duduk di posisi strategis legislatif harus bisa mengajak  partai lain untuk membuat aturan/undang-undang yang intinya berisi "kalau terjadi kekisruhan partai (misalnya KLB) dimana ketua umum terpilih hasil KLB itu berasal dari orang non-partai itu/non kader maka secara hukum dinyatakan tidak sah--bahkan tidak sah sejak masa pendaftaran (registratif) perkara di Kemenhum, PTUN dan tingkat pengadilan lainnya.

Undang-undang ini tentu sangat menarik bagi partai lain untuk turut mengusahakannya--setelah belajar dari pengalaman Demokrat yang hampir dikudeta "orang luar" ketika Moeldoko "Mendadak Demokrat" . 

Bukan tidak mungkin suatu saat ada orang non partai yang maha kaya raya, punya banyak uang hingga "tak berseri"  kemudian dengan kekuatan pengaruh dan dananya "mencaplok" sebuah partai dengan maksud tertentu, yang jauh dari marwah partai tersebut !

Partai-partai lain tentu tidak ingin tiba-tiba dikudeta orang "Non Kader" yang bisa membuat partai tersebut kacau dan "malu besar" . Dengan undang-undang tersebut, akan memperkecil kemungkinan terhadinya Kudeta dan KLB, karena pengendalian kader relatif bisa dilakukan organisasi partai sejak dini. 

Pekerjaan rumah AHY dan Partai Demokrat itu bukan bersifat insidental hanya saat berhadapan dengan Moeldoko dan kelompoknya dan sampai mereka benar-benar terbenam, melainkan sebuah PR besar dalam kerangka babak baru kepemimpinan AHY menuju suksesi nasional tahun 2024. 

Kalau kelak Partai Demokrat bangkit dan berjaya, tentu banyak pihak yang merasa dimenangkan. Melihat hal itu aku sih rapopo...

---

peb-042021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun