Sains modern  merupakan suatu bagian tahapan perkembangan kehidupan manusia yang hadir di masa kini.Â
Adanya produk telepon genggam, komputer, internet, televisi, kendaraan bermotor, dan lain-lain menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan sudah menjadi ketergantungan.
Semua produk itu adalah hasil olah dari sains modern. Sains modern yang hadir saat ini telah melalui proses sejarah atau tahapan yang panjang di masa lalu. Setiap tahapan memiliki dinamika tersendiri yang berkaitan dari satu masa ke masa yang lainnya.
Salah satu variabel dari pembentuk dinamika tersebut adalah Etos. Etos atau sikap dasar dipandang sebagai pembentuk sains modern. Etos diartikan sebagai pandangan hidup yang khas dari suatu golongan sosial : misalnya etos suatu kebudayaan merupakan sifat, nilai, dan adat istiadat khas yang memberi watak kepada kebudayaan suatu golongan sosial dalam masyarakat.
Dari cara pandang suatu kelompok masyarakat dan tataran operasional tersebut dapat terlihat bagaimana masyarakat menempatkan diri, menyatakan diri dan merespon fenomena lingkungan alam dan sesamanya dalam bentuk-bentuk yang rasional dan ilmiah.
Ada tiga masa atau tahapan besar yang mempengaruhi pembentukan etos sains modern yakni masa sebelum Renaissance, masa Renaissance dan sesudah Renaissance di Eropa. Ketiga masa tersebut memiliki perbedaan yang cukup mencolok dalam hal suasana cara berpikir manusia tentang diri sendiri (manusia), tentang kehidupan, dan tentang ilmu pengetahuan.
Berdasarkan konteks historis, terdapat perbedaan suasana etos yang mencolok pada masa sebelum dengan setelah Renaissance. Sebelum Renaissance, suasana Etos tidak kondusif untuk berpikir bebas, terbuka dan ber-etika menuju pembentukan sains modern.Â
Aspek pendidikan sebagai dasar untuk membangun pondasi tidak berkembang dengan baik bagi seluruh masyarakat (Eropa) tanpa memandang strata sosial.
Bandingkan dengan masa Renaissance, dimana pengetahuan membaca dan menulis hanya untuk kalangan elit Gereja. Akibatnya masyarakat mengalami suasana hidup tertekan dan pembodohan.Â
Etos yang hidup dalam masyarakat kemudian tidak terbangun dengan baik. Ilmu pengetahuan pun tidak berkembang sebagaimana mestinya. Tidak ada penemuan ilmu pengetahuan yang didasarkan pada rasionalitas, eksperimen dan penjelasan teoritis. Tidak ada sensitifitas terhadap keberadaan lingkungan-alam sebagai sesuatu yang dapat meningkatkan kualitas kehidupan.
Ilmu pengetahuan (sains), demikian juga seni (art) menggeliat maju dengan cepat. Karya seni bernilai tinggi lahir pada masa ini, seperti seni lukis, arsitektur dan seni pahat. Manusia lebih ekspresif dan bebas mengungkapkan rasa seninya.Â
Hal ini didukung suasana kehidupan yang tidak lagi tertekan, berlanjut pada timbulnya kebebasan berpikir, mendapatkan pendidikan membaca dan menulis, serta timbulnya kesadaran mendapatkan hidup yang lebih berkualitas.
Dari perubahan cara pandang atau berpikir itu (etos), manusia mendapatkan metode berpikir rasional, cara-cara berusaha, menemukan dan membentuk sesuatu menjadi berguna.Â
Manusia kemudian memiliki cara pandang tersendiri terhadap alam, yakni sebagai sumber daya yang bisa diolah dengan terlebih dahulu menemukan cara dan metode yang tepat.
Suasana tersebut berupa kebebasan berpikir manusia, dan penempatan diri dalam sensifitas terhadap lingkungan alam serta hubungan dan penghargaan terhadap sesama manusia.
Keterkaitan Etos dan Sains telah mengalami perubahan. Sampai abad ke 21 ini, keduanya kemudian saling mempengaruhi dalam posisi sejajar. Etos yang awalnya menjadi dasar awal pembentukan sains, kemudian berjalan sejajar dengan sains itu sendiri. Bahkan, sains kemudian justru mengubah sebagian etos manusia.
Perkembangan sains dan ilmu pengetahuan yang pesat membentuk kondisi kehidupan yang tak terbayangkan sebelumnya. Ilmu pengetahuan dan sains bidang transportasi, telekomunikasi, persenjataan-pertahanan, kesehatan, ekonomi, seni dan lain sebagainya yang berkembang menjadikan suasana kehidupan serba baru dan sangat berbeda dari masa sebelumnya.Â
Hal tersebut membentuk cara pandang manusia terhadap kehidupan, yakni cara pandang terhadap alam dan sesama manusia.
Ilmu pengetahuan dan sains kemudian digunakan untuk mengeksploitasi alam secara besar-besaran, demi kepentingan ekonomi dan politik kelompok (koorporasi atau negara). Dalam eksploitasi itu bahkan kelompok manusia meniadakan atau melanggar kepentingan kelompok manusia lain.
Kelompok masyarakat (koorporasi-negara) membentuk sistem politik, ekonomi, hukum, dan lain-lain yang canggih untuk menguasai yang lemah tanpa disadari si lemah. Dengan ilmu pengetahuan dan sains manusia menggunakannya untuk menundukkan dan meneror manusia lainnya.
Di sisi lain, hal tersebut menimbulkan konsep-konsep berpikir atau paham yang baru, yang satu sama ada yang saling mendukung dan saling bertentangan.Â
Sebagian kalangan menganggap kondisi ini sebagai chaos, yang berarti sebuah kekacauan, tidak adanya aturan atau tata tertib. Ilmu pengetahuan dan sains yang awalnya untuk membebaskan diri dari belenggu dan penindasan, dan untuk kesejahteraan hidup manusia bersama, kemudian bergeser menjadi alat untuk 'kembali' membelenggu (sekelompok) manusia lain.
"Kita sadar ndak, ya?"
"Iiiiih..sadar dong beib..."
"Sookorr ! Heu heu heu..."
----
Peb15/09/2019
#Catatan : artikel ini pernah saya kirim dan dimuat di pontianakpost (grup JawaPost), diposting untuk kompasiana  dengan sejumlah perombakan agar lebih nganu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H