Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Tragedi Mei 98, PR Presiden Sepanjang Zaman

15 Mei 2019   07:39 Diperbarui: 15 Mei 2019   09:46 1038
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari tragedi 98 itu lahirlah Era Reformasi, sebuah era yang kini kita nikmati. Era kebebasan berpolitik, berserikat dan berkumpul. Namun disisi lain memunculkan banyak kritik terhadap kebebasan itu sendiri.

Kebebasan bersuara dan berpolitik sebagai anak kandung gerakan reformasi kini berbalik arah, yakni  menuntut ibu kandungnya untuk melahirkan reformasi reformasi lain. Sebuah reformasi yang tak lagi murni impian kolektif bangsa ini, melainkan ambisi kepentingan kelompok. Penggeraknya justru sejumlah tokoh yang dulu aktif terlihat pada gerakan reformasi 98. Mereka "tak lagi seperti yang dulu" karena polarisasi kepentingan kelompok dimana mereka berpijak usai tregedi 98.

Celakanya, kelompok tersebut beranak pinak dan menjadikan era reformasi saat ini sebagai tunggangan perjuangan kepentingan pribadi dan kelompoknya dengan mengatasnamakan kolektifitas rakyat Indonesia.

Disitulah simpul permasalahan terbesar yang menjadi PR yang tak pernah selesai bagi siapa pun Presiden RI yang berkuasa.

Sasaran Tembak Sepanjang Zaman

Setiap era presiden seolah ditakdirkan untuk menjadi penanggungjawab turunan sejarah tragedi 98. Presiden tersebut seperti menjadi tukang hutang PR (pekerjaan rumah) yang tak pernah selesai. Nasib kepresidennya seringkali berada dalam posisi kritis ketika memikul nasib sebagai tukang hutang turunan reformasi.

Persoalannya adalah sebagian elemen masyarakat menganggap empat fenomena besar Tragedi 98 belum selesainya, khususnya pada bagian persoalan kejahatan kemanusiaan. Sementara di sisi lain, waktu terus berjalan menjauhi momentum asli Tragedi 98. Kini jaraknya semakin lebar, yakni  21 tahun!

Apa yang bisa dilihat dari rentang jarak 21 itu? Kelahiran demi kelahiran berbagai perspektif sejarah!

Perpektif sejarah 98 merupakan sebuah keniscayaan karena perspektif sejarah selalu tumbuh dan berkembang bersama waktu yang terus berjalan.

Perpektif sejarah inilah kemudian menjadi bahan bakar yang selalu menghidupkan keabadian Tragedi 98. Salahkah? Sejatinya, Tidak. Karena perspektif sejarah menawarkan dimensi etis: rasa legowo, rekonsiliasi, dan pembelajaran anak bangsa terhadap masa lalu untuk menjadikan masa depan yang lebih baik.

Namun disisi lain, perspektif sejarah ini dimainkan oleh berbagai kelompok politik tadi menjauhi dimensi etisnya. Tujuan mereka untuk mendapatkan atau melenggangkan konsesi  kekuasaan,  ekonomi, politik, budaya dan lain sebagainya. Untuk meraih semua itu, maka mereka membutuhkan sasaran tembak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun