Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kebangkitan Perempuan yang Duduk di Cafe

1 April 2018   15:30 Diperbarui: 1 April 2018   15:53 923
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang lelaki, sebut saja namanya Niko, berjalan terburu-buru di pedestrian jalanan kota. Di sisi kiri pedestrian itu berderet bangunan komersial seperti bank, butik, dan yang paling banyak adalah Factory Outlet. 

Sembari menyusuri pedestrian itu, dia 'clingak-clinguk' mencari suatu tempat. Akhirnya matanya tertuju pada sebuah bangunan yang ada plang nama ; Cafe. Dengan langkah pasti dia menuju ke bangunan tersebut.

Niko kehausan saat Misa yang berlangsung hampir 3 jam. Usai Misa, yang ada di pikirannya adalah es jeruk. Maka dia merasa tak perlu berpikir lama untuk  mendatangi bangunan bertuliskan 'Cafe' itu. Nama cafe bukan lagi yang utama, yang terpenting dia bisa melepas dahaga. 

Usai pesan minuman di counter pemesanan dia mencari meja. Dilihatnya seorang gadis yang menempati meja di pojok. Di atas meja gadis itu ada bir dingin, kacang dan sepiring kentang goreng yang kesemuanya tinggal separuh. Berarti perempuan itu sudah cukup lama berada di situ. 

Perempuan itu menggunakan pakaian casual, celana jeans dan kaos putih dengan sedikit gambar di bagian depan. Perpaduannya tampak serasi dan seksi. Terlihat oleh Niko, sebuah kalung di leher perempuan itu. Ooow! Berarti dia tadi tidak...

Antara ragu dan berani, didatanginya gadis itu. 

"Anda sendirian?" tanya Niko.

Perempuan itu menoleh, bola matanya bergerak dari atas ke bawah seolah mengukur tubuh Niko dari ujung rambut sampai ujung kaki. Katanya ; "ya, ada apa?"

"Boleh saya duduk semeja dengan anda?" tanya Niko

"Oow, silahkan. Saya bukan pemilik kursi dan meja ini" kata perempuan itu sambil matanya kembali mengarah ke televisi besar di cafe itu.

Beberapa menit duduk bersama, antara Niko dan perempuan itu tidak terjadi pembicaraan baru. Masing-masing mata mereka mengarah ke televisi layar lebar di depan. 

Entah mengapa, "feeling engineering" Niko mengatakan walau mata perempuan itu tertuju ke televisi, tapi gerak tubuhnya tak bisa berbohong bahwa dia sama sekali tidak menikmati acara musik di televisi itu. Satu hal yang mencolok, perempuan itu tampak gelisah, ada beban berat yang dia pikirkan. 

Setelah pelayan mengantarkan es jeruk pesanan, Niko segera meneguknya. Timbul keberaniannya memulai lagi pembicaraan.

"Maaf, mungkin saya usil. Hari ini anda tidak ikut Misa?"

"Tidak. Anda tadi dari Gereja, ya?" perempuan itu balik bertanya.

"Ya, ini kan Malam Paskah. Misa berlangsung 3 jam, makanya saya kehausan" kata Niko sembari tersenyum menoleh ke perempuan itu. 

"Apakah tadi Anda ketemu Tuhan?

"Ya" jawab Niko.  Dalam hatinya sedikit kaget oleh pertanyaan yang sederhana namun tajam dari perempuan itu. 

"Lalu, kenapa Anda tidak minta minum pada Tuhan saat haus?" tanya perempuan itu lagi tanpa menoleh ke Niko. Matanya tetap tak lepas dari televisi.

Pertanyaan lanjutan perempuan itu bikin kaget. Sangat menohok. Niko bertanya dalam hati apakah perempuan itu sedang ingin humor atau bersikap skeptis?

"Tadinya saya mau minta minum, tapi Tuhan sedang sibuk melayani umatnya untuk bangkit dan hidup baru dalam namaNya. Lalu Dia menuntun saya ke cafe ini".

"Hahahahaha!" Mendadak perempuan itu tertawa lepas. Tampaknya dia suka dengan jawaban Niko.

Katanya ; "Saya dari tadi di sini, tapi tak melihat Tuhan."

Hahahahaha! Niko dan perempuan itu sama-sama tertawa.

Suasana yang tadinya kaku menjadi cair. Mereka kemudian terlibat pembicaraan akrab. Sesekali keduanya tertawa. Perempuan itu banyak menceritakan masalah hidupnya. Tentang masalah pelik dikantor, keluarga, dan kekuatiran-kekuatirannya akan masa depan. 

Semua itu tidak pernah dia sampaikan ke kawan atau saudaranya karena dia tidak yakin mereka bisa menjaga rahasia hidupnya. Sampailah malam itu dia duduk sendiri di cafe itu.

Selama pembicaraan, Niko lebih banyak sebagai pendengar, sesekali bertanya atau menanggapi sebagai respon dirinya pada perempuan itu. 

Tak terasa malam makin larut. Perempuan ingin pamit. 

"Sudah malam, saya pamit dulu." kata perempuan itu.

"Silahkan. Saya mungkin sebentar lagi." tukas Niko.

"Oh ya, kita belum kenalan, dari tadi banyak bicara tapi saya tidak tahun nama anda." kata perempuan itu.

"Anda sudah banyak cerita masalah anda. Saya pikir kita tak perlu tahu nama. Anda tak ingin ada teman atau saudara anda yang tak bisa menjaga rahasia hidup anda, bukan?"

Keduanya tertawa dalam suasana yang akrab. Usai berjabat tangan, perempuan itupun pergi. Namun baru satu langkah, Niko memanggilnya kembali dan perempuan itu pun menoleh.

"Oh, ya...ada yang lupa saya sampaikan."

"Apa itu?" Tanya si perempuan itu. 

"Tadi saya ke cafe ini karena haus, dan Tuhan menuntun saya ke sini. Anda ke sini mencari Tuhan ternyata tidak ada, bukan? Saya ingin katakan, saya lah wakil Tuhan yang anda cari".

"Hahahahaha!"

Perempuan itu tertawa lepas. Sangat lepas. Matanya membelalak penuh jenaka. Kemudia dia beranjak pergi seraya melambaikan tangan. Langkahnya terlihat begitu mantap.

Niko membandingkan wajah perempuan itu kini lebih cerah dibandingkan ketika awal terlihat duduk sendiri di pojok ini. Niko sadar pembicaraan mereka tadi  mungkin tak memecahkan seluruh masalah si perempuan tadi. Pun Niko lebih banyak sebagai pendengar. 

Tapi setidaknya, kini perempuan itu telah mengalami kebangkitan hidup baru. Hidup dalam terang Tuhan. "Oh ya bukankah saya wakil Tuhan di cafe ini?" 

Selamat Paskah!

----

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun