Ketika kita mampu memahami absurditas itu, maka menjadi nyatalah semua itu. Sama halnya ketika Raisa akhirnya memilih Hamish Daud jadi calon suaminya padahal masih banyak lelaki yang jauh lebih hebat di negeri ini ; lebih ganteng, lebih kaya, lebih populer, lebih ini itu dan lain sebagainya.
Kalau Raisa ditanya akan muncul jawaban pembelaan yang "mudah dibantahkan". Tapi toh Raisa sudah mengambil keputusan sebagai sebuah jawaban dirinya. Kita hanya bisa memahaminya. Sembari meneteskan air mata dan berdoa semoga langgeng.
Contoh lain, ketika Raisa tunangan, kenapa ada yang 'patah hati'? Padahal ada banyak perempuan yang lebih nyata di lingkungan kita, kampus, kampung, komunitas pertemanan, kantor, dan lain-lain. Sementara Raisa itu "jauh di langit ke tujuh". Raisa tak lebih Imaginasi kesempurnaan kecantikan seorang perempuan. Jawaban ribuan kaum "Patah Hati'' akan muncul sangat absurd sebagai pembelaan. Nyatanya ada patah hati, dan kondisi itu hanya bisa dipahami dan tidak untuk dituntut kebenaran realistik nya, bukan?
Lha, kok ngomong Raisa, sih? Hadeuuh!Â
Kembali ke soal 'menulis diluar kandang' tadi, begitu pula sebuah alasan bisa muncul. Kondisi relativitas yang hanya bisa dipahami. Seringkali tak bisa dituntut sesuai kehendak realistik si Penanya.
Bagaimana dengan anda?
Salam
_____
Peb28/05/2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H