[caption caption="Ilustrasi II sumber gambar ; http://www.nyc-architecture.com"][/caption]
Ruang tunggu bandara Soetta cukup ramai. Satu persatu calon penumpang masuk kemudian mengambil tempat duduk. Seperti menjalani ritual, mereka kemudian menyibukkan diri dengan gadget ditangan.
Disampingku duduk selembar Surat. Dari tadi ia diam saja, tubuhnya seolah memamerkan rangkaian tulisan dengan sebuah logo yang cukup kukenal.
Pada dasarnya aku orang yang tak mampu berdiam lama. Apalagi bila harus duduk untuk menunggu sesuatu. Gadgetku masih online, tapi aku sudah mulai jenuh membaca berita.
Aku kemudian memberanikan diri menyapa Surat. Kami kemudian berkenalan.
Tampilan luar Surat terlihat formal, kaku, dan pemalu. Namun ternyata saat bercakap-cakap bicaranya lugas, hangat, penuh humor yang terkadang lebay dan satire. Bagiku sangat mengasikkan.
Surat bercerita sebenarnya dia berangkat ke New York bersama anak gadis seorang petinggi negeri ini. Namun atas perintah lisan ayah si Gadis, mereka berdua dilarang terlihat bersama. Harus berlagak tidak saling kenal. Bahkan maskapai yang digunakanpun berbeda. Si Surat menggunakan Faximile Airways, sedangkan si Gadis memakai Pesawat Airways.
"Su, tahukan saat ini banyak orang membicarakanmu?"
"Ya tahu lah. Aku sebenarnya bingung. Di negeri ini soal itu sudah biasa. Kenapa mereka jadi heboh membicarakannya?"
"Tentu saja jadi Headline dimana-mana, Su. Karena terkait dengan Politisi Kondang yang dianggap publik sangat kritis pada pemerintah. Masalahnya, kalau si Politisi Kondang itu bisa dengan gampangnya mengkritisi pemerintah, kenapa dia sendiri tidak kritis terhadap diri sendiri?"
"Nah, harusnya mereka bisa memahami, dong."