Tapi tak dihiraukannya.
Gendang telinganya tak mengenal amplitudo gelombang makian dan pujian.
Telinga bukan untuk menggoda hatinya.
Atau memabukkan tangan bekerja. Tapi untuk menjaga mata yang haus kebajikan.
Kita memang menghadap layar. Duduk di remang-remang, tapi jangan biarkan hati jadi gelap.
Bersuara dengan nafas yang berbau.
Membunuh nurani di sudut lembab.
Lihatlah, cahaya datang dari balik layar.Â
Terpendar pada bidang.
Sebenarnya ia sedang menyapa kita.
Sembari menerangi tangan-tangan kebajikan bekerja dalam senyap.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!