Ketiga, selalu memberikan contoh-contoh riil di lingkungan rumah yang relevan dengan materi pelajaran, atau dengan cara membuat perumpamaan yang benar-benar dia alami. Misalnya menjelaskan fenomena “koefisien gesekan”. Bagaimana permukaan bidang kasar bisa memperlambat gerak sebuah benda, menghasilkan panas (kalor). Kita bisa mengambil contoh-contoh bidang kasar yang bervariasi di rumah, dan lakukan gaya suatu benda terhadap bidang itu.
Keempat, mengenali sifat sang Anak. Ini penting. Kita bisa melihat bahwa seringkali anak kita yang nampak ‘terlalu lincah dan cerdas namun punya sifat kurang teliti. Berarti faktor ketelitiannya yang menjadi fokus pertama kita menjelaskan kesalahannya.
Kelima, bersikap sabar walau sang Anak ‘ngeyel’ tak bisa pindah ke lain hati selain apa kata bapak/ibu gurunya yang belum tentu dia tangkap secara benar. Dalam situasi ini kita perlu memahami bahwa penjelasan gurunya kadang belum sempurna dikarenakan waktu yang terbatas di ruang kelas. Tugas kita adalah menyempurnakannya dengan contoh lain, perumpamaan, dan tak lupa diselingi cerita atau humor-humor segar agar ‘ngeyel’-nya mencair. Jangan sampai dia menjadi anak yang tidak terbuka, atau justru menjadi emosi dan tidak mau melanjutkan pelajaran. Bisa barabe, euy !
[caption caption="sumber gambar : dwinugros.files.wordpress.com"]
Kesadaran Diri Orang Tua sebagai Pendamping Belajar
Melakukan sebuah pendekatan strategi belajar anak memang mesti penuh kehati-hatian. Dan itu, bukan pekerjaan mudah bagi Orang Tua yang sudah kadung jadi orang 'jadul' bagi situai masa kini. Selaku orang tua tentunya sudah bergaul dengan banyak kebenaran untuk memahami suatu masalah. Namun kadang suka 'lupa' hal-hal dasar. Padahal dari penguasaan hal dasar itulah kelak jadi bekal pemahaman ragam kebenaran.
Kurikulum sekolah anak sekolah masa kini memang luar biasa 'hebat'. Sangat berbeda dibanding tahun 70-80an atau sebelumnya. Terkadang saya heran sendiri, materi materi pelajaran anak kelas V SD ’kok berat amat?’ Rasa-rasanya materi ini di jaman doloe baru kita terima ketika menginja kelas 2 SMP. Begitu juga materi kelas 3 SMP masa kini, merupakan materi kelas 2-3 SMA jaman doloe. Heu heu heu..! Sekarang bukan saatnya protes pada kurikulum, ya. Tapi menerima dan menjalaninya.
Ditengah-tengah memahami satu cara kebenaran bapak/ibu guru yang ada di benak anak, orang tua perlu memberikan alternatif kebenaran namun harus dilakukan secara hati-hati agar figur positif bapak/ ibu guru yang sudah terbentuk di benak sang anak tidak menjadi rusak. Namun di sisi lain, sang Anak perlu diajarkan pikiran terbuka. Untuk melakukan semua itu tentunya dengan komunikasi intensif dengan sang Anak, tidak hanya saat mendampingi belajar. Sambil bersantai atau jalan-jalan pun bisa dilakukan. Hal yang pertama dilakukan adalah dengarkan dulu apa yang sang Anak sudah ketahui ! Darimana dia mengetahui hal itu. Setelah amunisinya keluar semua, kemudia saatnya orang tua masuk !
Selamat dieyeli anak Anda ! Heu heu heu....
_______
Pebrianov7/02/2016