Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Mendampingi Belajar Sang Anak yang 'Ngeyel pada Kebenaran' Guru

7 Februari 2016   16:05 Diperbarui: 7 Februari 2016   18:08 768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="sumber gambar: akuadi96.files.wordpress.com"][/caption]"Iiihh, papa nih..! Itu salah... bukan begitu cara seperti Bu Guru ajarkan."

Demikian sekilas nada protes anak bungsu saya yang masih duduk di kelas V Sekolah Dasar ketika mendampinginya belajar di rumah. Dia nampak ‘ngeyel, mempertahankan cara yang diajarkan gurunya di sekolah. Awalnya kaget juga, Kompasianer kok diprotes anak, heu heu heu! Tapi kemudian saya malah jadi tersenyum riang gembira “Ahaaa ! Serasa dapat mainan baru, nih...!” Dalam hati salut juga. Si Anak ingat dan patuh pada perkataan gurunya di kelas. Berarti pihak sekolah/guru ‘berhasil’ dalam memberikan pengajaran.

Sementara di sisi lain, selaku orang tua ada tugas baru dalam mendampingi belajar sang Anak menyelesaikan tugas sekolahnya di rumah. Tugas itu adalah menemukan strategi jitu dalam memberi pemahaman pada anak tentang adanya cara lain menyelesaikan soal PR-nya.

Ketika itu PR yang diselesaikan adalah pelajaran Matematika. Soalnya adalah operasi penjumlahan dan pengurangan pecahan bilangan desimal. Berdasarkan buku cetak pegangan sekolah ada beberapa contoh soal dan penyelesaiannya. Sebenarnya contoh soal itu sudah cukup jelas sebagai dasar pamahaman. Namun dalam PR yang diberikan sekolah ada beberapa soal yang lebih kompkles, dan ‘tidak sama’ dengan contoh soal. Biasanya soal seperti ini merupakan pengembangan dari soal dasar tadi dan memuat soal ’jebakan’. Disinilah diperlukan kecerdikan, kesabaran dan ketelitian membuat setiap langkah penyelesaian soal.

Cara yang diberikan oleh gurunya di sekolah sudah benar, namun karena langkah itu panjang membuat beberapa hal di tampilan langkah tampak ramai dan bisa membingungkan yang akhirnya membuat si Anak salah menerapkan langkah penyelesaian. Terlihat adanya kebingungan sendiri dari sang anak sehingga penyelesaian jadi salah. Hasil akhir pun jadi salah. Dari jalan yang panjang itu, memang yang dituntut adalah ketelitian jangan sampai melakukan blunder oleh rumitnya catatan sendiri. Maka saya pun memberikan alternatif cara yang lebih simpel. Namun hal itu mendapat protes dari sang Anak karena cara itu ‘ tidak seperti guru ajarkan’.

Dalam situasi itu, diperlukan sikap bijak orang tua. Memang serba salah juga. Kita mengajarkan cara singkat namun kebenaran cara guru tak boleh dikesampingkan. Tentu hal itu ada tujuannya. Walau seringkali bikin gemes karena nampak bertele-tele dan bisa membuat bingung si Anak.

Hal ini berlaku bukan hanya pelajaran Matematika saja, melainkan pelajaran lainnya seperti IPA, Bahasa Indonesia dan Ilmu Sosial.

[caption caption="sumber gambar :www.esensi.co.id"]

[/caption]

Beberapa Strategi Memberikan Pemahaman

Pertama, membiarkan anak membuat langkah-langkah yang dia dapatkan dari pelajaran di sekolah. Dengan begitu kita pun bisa mengetahui apakah anak sudah paham dengan pelajarannya. Kalaupun sudah paham pada soal dasar, belum tentu ketika menyelesaikan soal yang lebih kompleks dan penuh jebakan dia bisa paham.

Kedua, sebelum ikut menyelesaikan soal, ada baiknya selalu menanyakan ke si Anak apa saja yang telah dia ketahui dari penjelasan bapak/ ibu guru atau dari bacaan buku pegangan sekolah. Di sini bukan tidak mungkin kita menemukan interpretasi keliru sang Anak dari penjelasan pelajaran yang dia terima. Tinggal kita sebagai orang tua memberikan penjelasan tambahan untuk memperkuat yang sudah ada. Atau memperbaiki keterangannya yang keliru dalam menangkap suatu penjelasan. Kadang di sini si Anak kembali ‘ngeyel’ bahwa apa yang dijelaskannya itu sudah sesuai apa kata guru. Naaah....ini adalah tantangan kita untuk mengambil jalan tengah yang baik dengan tidak menjatuhkan bapak/ibu guru di depan sang Anak. Kemungkinan besar adanya salah interpretasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun