Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Membedah Rencana Jokowi Memasukkan Indonesia ke TPP

29 Oktober 2015   12:15 Diperbarui: 29 Oktober 2015   12:52 2495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="sumber gambar ; http://cdn.sindonews.net/dyn/620/content/2015/10/27/42/1056470/7-poin-yang-dibahas-obama-dan-jokowi-di-gedung-putih-SpE.jpg"][/caption]

Jokowi telah melakukan kunjungan penting ke Amerika. Dia bertemu Obama dan membicarakan banyak hal berkaitan kerjasama bilateral Indonesia-Amerika. Masing-masing pihak saling menjaga hubungan yang sebelumnya sudah terjalin.

Salah satu hal penting yang dibicarakan adalah keinginan Indonesia untuk bergabung dengan blok TPP (kesepakatan perdagangan bebas Trans Pacific Partnership). Tentu saja hal ini disambut oleh Amerika karena menyadari bahwa Indonesia merupakan negara yang seksi (punya potensi), yakni dari segi jumlah penduduk yang besar (market), sumberdaya alam, serta potensi politik sebagai negara demokrasi yang besar.

Sementara dari pihak Indonesia dengan masuk ke TPP akan dapat membantu memperluas pangsa pasar luar negeri. Selain itu, kerja sama TPP ini juga dinilai dapat meningkatkan daya saing (sumber : Republika.co.id, 27/10/2015).

Tentang rencana ini ada pro dan kontra. Sebagian pihak di dalam negeri yang kontra menganggap negara kita belum siap. Kita masih tertinggal dalam hal daya saing tenaga kerja, produktivitas industri dan daya saing produk. Dikhawatikan Indonesia hanya akan menjadi pasar empuk bagi para anggota TPP mengingat jumlah penduduk kita yang besar dan masih kuatnya aspek konsumsi masyarakat kita dibandingkan produksi.

Tentang Blok TPP

Blok TPP adalah blok perdagangan bebas Kemitraan Trans-Pasifik yang digagas AS. Anggotanya ada 12 yakni AS, Australia, Brunei Darussalam, Kanada, Cile, Jepang, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Peru, Singapura, dan Vietnam. Total anggota TPP merupakan negara penggerak 40 persen ekonomi dunia.

Membedah Implikasi TPP

Dalam blok TPP itu selain kesepakatan ada pula aturan-aturan yang harus dijalani anggotanya. Berikut beberapa aturan tersebut dan implikasinya terhadap negara kita bisa masuk TPP.

1. Anggota TPP harus menghapus segala fasilitas untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Tidak boleh ada penyertaan modal pemerintah dan monopoli pemerintah untuk sejumlah sektor. Padahal beberapa sektor usaha vital dalam negeri masih ditangani negara. Misalnya terminal penumpang darat, bandara dan navigasi penerbangan, listrik, pemasaran minyak dan gas hingga instalasi penyimpanan. Saat ini pada sektor-sektor tersebut pihak asing dan swasta tidak boleh terlibat selaku pelaku usaha.

Bila kran sektor usaha tersebut dibuka kepada swasta dan asing untuk ikut jadi pemain utama, maka akan menimbulkan kesan seolah sebagian 'kepengelolaan 'negara kita dikuasai oleh pihak asing. Masih syukur bila swasta nasional yang pegang kendali, masih ada tersisa unsur nasionalismenya. Tapi ini pun akan rentan munculnya praktek Kolusi pengusaha-pejabat elit.

Bila hal ini diberlakukan, apakah ada semacam subsidi silang antar wilayah? Mengingat bahwa aspek geografis negara kita yang sangat luas, beragam dan sulit. Saat ini harga bensin bisa sama di seluruh Indonesia. Bila dikuasai murni swasta-asing bisa jadi akan beragam. Wilayah jauh seperti pedalaman Papua, Sulawesi dan Kalimantan akan menjadi sangat mahal karena ongkos transportasi-distribusinya besar. Mampukah rakyat memikulnya? Sementara pendapatan mereka tak berubah oleh berbagai sebab. Salah satunya karena masih sangat timpangnya infrastruktur wilayah JawaI-Luar Jawa, atau Kota-Pedalaman.

Sebagai contoh harga produk murni swasta adalah semen. Harga semen merk Holcim di Jakarta saat ini Rpm 61 ribu, di Pontianak Rp. 72 ribu-bila sampai pedalaman mencapai 150 ribu. Sementara di Papua kisaran Rp. 100 ribu bahkan bisa mencapai Rp. 1 juta lebih (bila sampai pedalaman). Padahal kalau harga bensin Pertamina di SPBU harga merata disemua wilayah.

Pada kondisi ini yang 'diuntungkan' adalah wilayah Jawa khususnya kota-kota besar, dan wilayah yang tidak memiliki 'pedalaman'. Dengan APBD yang ada mereka tetap bisa melaju kencang membangun diri. Mereka akan lebih cepat maju dan semakin maju meninggalkan saudara-saudaranya di luar Jawa yang ditakdirkan hidup di geografis yang sulit dan berat.

2. Meniadakan tarif impor bagi sesama negara anggota TPP. Itu artinya Indonesia harus bersedia pula membebaskan tarif impor barang-barang yang masuk ke Indonesia dari Negara TPP, sebaliknya barang Indonesia bebas tarif impor masuk ke negara TPP juga bebas tarif impor. Efek lanjutannya adalah berkurangnya pemasukan negara dari tarif Impor. Apakah itu bisa digantikan dari pendapatan devisa ekspor ke negara TPP? Selain itu dari besarnya neraca perdagangan yang tercipta antara Indonesia dengan negara-negara TPP apakah bisa berimbang? Untuk hal sederhana ini tentu akan dikaji lebih lanjut oleh pakarnya ditingkatan teknis yang lebih detail. Prinsipnya adalah di dalam bisnis, tentu tidak ada yang mau rugi. Harus sama-sama untung. Apalagi menyangkut perdagangan antara negara yang melibatkan kepentingan rakyat banyak.

3. Meniadakan sejumlah penghalang, seperti persyaratan keberadaan konten lokal pada produk-produk asing. Bila ini dijalankan maka industri manufaktur kita dipaksa mandiri dari hulu ke hilir. Ini sisi baiknya. Sisi buruknya bagaimana dengan politik industri yang sudah terlanjur dijalankan dengan pihak asing sebelumnya dimana harus ada muatan konten lokal. Hal ini dahulu untuk menciptakan industri kecil pembuat komponen dalam negeri dan alih teknologi. Jangan sampai industri kecil dalam negeri pemasok onderdiil-komponen terpaksa libur panjang menunggu industri utamanya siap mandiri secara teknologi. Akan lebih baik bila komponen itu sejalan dengan telah mandirinya industri utama manufaktur.

Beberapa Solusi Dasar Sebelum masuk TPP

  • Perjelas dan tertibkan pemain-pemain monopoli ekspor, agar nilai nilai produk ekspor tidak dikendalikan segelintir pihak, melainkan sesuai harga pasar internasional.
  • Bangun infrastruktur daerah, kampung, pedalaman yang tersebar di seluruh Indonesia, kehidupan masyarakatnya dipermudah berkaitan dengan lalu-lintas hasil produksi dan kerja mereka. Selain itu juga memudahkan dan memurahkan barang-barang dari luar untuk digunakan masyarakat daerah-pedalaman.
  • Pantau ekspor yang dilakukan secara intensif, jangan lagi ada eksportir yang memarkirkan dana hasilnya di luar negeri (Singapura, Taiwan, Hongkong, Amerika, dll).
  • Perbanyak pendidikan-pelatihan dan program sertifikasi keahlian yang diakui internasional. Jangan pelit mendatangkan menthor dari luar negeri untuk mengasuhnya.
  • Perkuat KPK !

*******

Apa yang dipikirkan oleh pemerintahan Jokowi itu sejatinya sangat baik mengingat peluang pasar produk kita bisa lebih luas dan besar. Sebagai contoh ; Bila melihat potensi negara kita, maka peluang paling besar adalah hasil-hasil bumi, pertanian, perkebunan dan sejenisnya seperti karet rakyat, jagung, dll.

Disana melibatkan hidup rakyat daerah di pedesaan dan kampung-kampung yang jumlahnya sangat banyak. Selama ini hasil-hasil mereka 'tersumbat' di pemain-pemain lokal saja dengan harga yang mereka kendalikan dengan berbagai dalih. sehingga kesejahteraan masyarakat daerah-pedalaman sangat rendah padahal mereka punya lahan.

Dengan adanya 'kran' ekspor yang dipermudah serta pasar lebih luas di luar negeri akan membuat rakyat pedesaan-kampung-pedalaman bersemangat bekerja. Harga hasil kerja mereka bisa tinggi, dengan catatan adanya bimbingan produksi, perlindungan pemerintah terhadap hasil kerja mereka dan penertiban terhadap monopoli segelintir eksportir.

Rencana Jokowi membawa Indonesia kedalam TPP disatu sisi bisa diterima, namun disisi lain harus dikritisi secara proporsional. Jangan hanya mencela, melainkan berikanlah 'clue-clue' dari sudut sempit yang mungkin tak terlihat oleh pemerintah pusat. Sudut sempit itu seringkali terdapat di daerah yang nun jauh disana. Jauh dari jangkauan pandangan ahli yang duduk di pusat.

Dengan demikian, mumpung masih merupakan rencana, kita perbanyak wacana mengeluarkan sudut sempit tak terpantau itu agar pemerintah pusat mempertimbangkan pemecahan masalahnya secara komprehensif.

Untuk masuk ke TPP masih butuh waktu lama. Paling cepat dua atau tiga tahun ke depan. Itu pun belum tentu disetujui oleh. Amerika dan anggota TPP oleh berbagai pertimbangannya. Biarkan saja.

Kalau pun kelak tidak diterima, negara kita tetap harus mencari cara lain yang analog dengan upaya perluasan pangsa pasar. Kita negara besar dan kaya, dihuni banyak orang pintar dan cerdas. Itu potensi besar kita untuk menuju negara mandiri di segala bidang.

Demikianla bedah singkat dan sederhana ini. Sebenarnya masih ada beberapa point soal TPP ini. Namun kali ini cukup tiga point itu saja dulu, agar mudah mencernanya dan kita sama-sama mengungkap celah sempit tadi secara lebih terbuka dan detail. Mudah-mudahan ada gunanya.

Sekian.
Selamat makan siang sambil memikirkan si celah sempit, ya..
Heu heu heu..

Sumber bacaan ; Satu, Dua, Tiga, Empat, Lima, Enam, Tujuh

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun