5 JULI 1959. Presiden menumumkan Dekrit Presiden kembali ke UUD 1945.. Sebelum Dekrit Presiden diumumkan ada beberapa kejadian penting yakni:
Ketua Umum PNI Suwirjo mengirim kawat kepada Presiden yang sedang berada di Tokyo (16 Januari 1959) agar Presiden mendekritkan berlaku kembali UUD-1945.
Pimpinan PNI ditingkat daerah bekerjasama dengan organisasi kemasyarakatan dan militer telah terlebih dahulu memprakarsai pendekritan kembali ke UUD 1945 di daerah masing-masing;
DPP-PNI menginstruksikan kepada Fraksi PNI di Konstituante, supaya tidak lagi menghadiri sidang-sidang Konstituante. Sikap PNI ini diambil mengingat Konstituante tidak berhasil memutuskan kembali kepada UUD-1945 sesuai dengan harapan sebagian besar Rakyat dan Pemerintah, dan dalam ini mengakibatkan Negara dalam keadaan bahaya
25-29 JUNI 1960 PNI mengadakan Kongres ke-IX di Solo. Keputusan Kongres antara lain: a Menetapkan Azas PNI ialah Marhaenisme; b. Memberikan gelar Bapak Marhaenisme kepada Bung Karno.
28 AUGUSTUS – 1 SEPTEMBER 1963. Kongres ke-X PNI di Purwokerto. Keputusan Kongres antara lain:
Gerakan Massa Marhaen mengakui PNI sebagai induk organisasi dan Pimpinan Front Marhaenis, serta pengawasan PNI secara preventif dan repressif terhadap Gerakan Massa Marhaen;
Untuk membina kebulatan Front Marhaenisme, dibentuk Badan Musyawarah Front Marhaenis.
13-17 NOPEMBER 1964 diadakan Sidang Badan Pekerja Kongres PNI di Lembang Bandung. Sidang BPK ini menerima “Deklarasi Marhaenisme” yang didalamnya dicantumkan rumusan “Marhaenisme” ialah Marxisme “yang diterapkan sesuai dengan kondisi dan situasi Indonesia”. Sesudah Sidang di Lembang itu, timbul perbedaan pendapat dalam kalangan Pimpinan PNI, sehingga pihak Ali-Surachman memecat beberapa tokoh PNI pada tanggal 4 Augustus 1965, antara lain. Osa Maliki, Sabilal Rasjad, Hardi, Hadisubeno dan Mh. Isnaeni. Hardi dan Mh. Isnaeni masing-masing menjabat Ketua-I dan Wk. Sekjend PNI pilihan Kongres Purwokerto. Pada tanggal 6 Oktober 1965, lima hari sesudah pemberontakan G.30.S/PKI, para tokoh yang dipecat itu membentuk DPP PNI baru yang kemudian terkenal dengan nama PNI Osa-Usep.
24-27 APRIL 1966 Kongres Persatuan dan Kesatuan PNI/FM di Bandung, yang disebut juga Kongres ke-XI. Kongres ini didahului dengan pertemuan bersama dari pihak Ali-Surachman dan pihak Osa-Usep. Inisiatif pertemuan datang dari Let.Jen.Suharto yang kala itu juga menjadi pengemban Supersemar (Surat Perintah 11 Maret). Ia juga hadir dalam pertemuan ini. Kongres Persatuan dan Kesatuan ini diselenggarakan oleh Panitaa Kongres Persatuan dan Kesatuan PNI/FM yang iketuai oleh Iskaq Tjokrohadisurjo. Keputusan Kongres antara lain:
Membersihkan PNI/FM dari unsur-unsur Gestapu/PKI dan unsur-unsur yang menimbulkan perpecahan dalam tubuh PNI/FM;