Mohon tunggu...
Paulus Laratmase
Paulus Laratmase Mohon Tunggu... Guru - Pimpinan Yayasan Santa Lusia Biak Papua

Membaca, menulis dan olah raga

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Politik Uang Dalam Pemilukada: Dilema Pembuktian di Hadapan Mahkamah Konstitusi

20 Desember 2024   13:30 Diperbarui: 20 Desember 2024   16:03 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sistem peradilan yang ada juga sering kali tidak efektif dalam menangani kasus politik uang, terutama karena kesulitan dalam membuktikan adanya pelanggaran yang signifikan. Dalam beberapa kasus, meskipun ada laporan atau bukti yang cukup, Mahkamah Konstitusi atau lembaga peradilan lainnya mungkin tidak memadai dalam mendalami atau menginvestigasi perkara tersebut secara tuntas.

E. Implikasi Hukum di Mahkamah Konstitusi


Politik uang memiliki dampak yang besar terhadap hasil Pilkada, terutama ketika praktik ini terjadi secara terstruktur dan melibatkan banyak pihak. Meskipun begitu, dalam konteks hukum, dampak dari politik uang terhadap hasil pemilihan sering kali tidak cukup signifikan untuk memenuhi persyaratan hukum bagi pengajuan PHPU. Sebagai contoh, jika perbedaan suara antara dua calon tidak melebihi ambang batas tertentu yang ditetapkan oleh Undang-Undang, permohonan PHPU akan sulit diterima oleh Mahkamah Konstitusi.

Sebagai ilustrasi, jika total suara sah yang dihitung oleh KPU adalah 65.000 suara, maka selisih suara antara calon yang satu dengan lainnya harus mencapai lebih dari 2% untuk dapat diajukan ke MK. Dalam hal ini, jika selisih suara hanya sekitar 1.300 suara atau kurang, Mahkamah Konstitusi akan cenderung menolak permohonan PHPU dengan alasan bahwa perbedaan suara tersebut tidak cukup signifikan untuk mempengaruhi hasil pemilihan secara keseluruhan.

Namun, meskipun ambang batas suara menjadi kendala dalam pengajuan PHPU, Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan untuk mengabaikan syarat ini jika pemohon dapat memberikan bukti yang meyakinkan tentang adanya pelanggaran yang terjadi selama Pilkada, yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan massif (TSM). Tetapi, pembuktian TSM itu sendiri sangat sulit dilakukan, dan dalam banyak kasus, permohonan PHPU terkait politik uang sering kali ditolak karena tidak dapat memenuhi syarat tersebut.


F. Kesimpulan

Praktik politik uang dalam Pilkada merupakan ancaman serius terhadap kualitas demokrasi di Indonesia. Meskipun ada regulasi yang mengatur dan melarang praktik ini, efektivitas penegakannya masih rendah, yang mengakibatkan politik uang tetap marak. Pembuktian politik uang di Mahkamah Konstitusi juga menghadapi banyak kendala, terutama terkait dengan bukti yang tidak cukup kuat untuk memenuhi syarat hukum. Untuk itu, dibutuhkan reformasi dalam struktur hukum dan budaya hukum di masyarakat agar politik uang dapat diberantas dan kualitas demokrasi dapat dipertahankan. Artinya, meskipun regulasi dan peraturan telah ada, perlu adanya reformasi dalam struktur hukum dan budaya hukum untuk meminimalisir praktik ini dan menjaga kualitas demokrasi di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun