"Jangan hanya mencintai agama, tapi agamakanlah cinta." - Gus Dur.
Suatu Kondisi yang Baru
Untuk dihargai adalah hak dasar semua manusia di muka bumi yang didapat sejak lahir. Belum dicampuri oleh urusan karakter, ras, atau kepercayaan. Begitulah pembekalan awal yang didapati oleh siswa-siswa Kolese Kanisius---Kanisian---sebelum mengikuti kegiatan ekskursi.
 Terdengar sederhana, namun pesan tersebut mudah untuk ditutupi prasangka-prasangka zaman sekarang. Ide-ide yang secara begitu perlahan menetap di dalam pikiran saya, dan mungkin teman-teman saya. Terutama yang sering berselancar di dunia maya, di mana yang buruk dan baik tidak bisa dibedakan dari satu sama lain.
Menanggalkan kesibukan dan akses ke dunia maya, kami meninggalkan sekolah, berikut Jakarta. Hari yang cerah tengah menaungi Pondok Pesantren Al-Ittifaq ketika minibus membawa rombongan Kolese Kanisius sedikit demi sedikit ke fasilitasnya.Â
Di saat itu juga seakan-akan sebuah dinding telah dilongkapi di antara kedua pihak. Para penghuni kota yang terbiasa dengan hidup yang cepatnya tidak memaafkan, dengan para santri dan sepuh pesantren yang telah mendisiplinkan diri untuk menghayati setiap hari dengan ibadah.
Bagaimana ekskursi tersebut berjalan?
Runtuhnya Asumsi
Bekal pertama yang dibawa dalam diri setiap Kanisian yang baru saja menapakkan kaki ke lingkungan Pondok Pesantren Al-Ittifaq adalah segala prasangka dan asumsi negatif berkaitan dengan stereotip kumuh.Â
Mungkin muncul dalam benak beberapa, tentang kesan kumuhnya sebuah pondok pesantren, atau sulitnya untuk berkomunikasi dengan orang yang berbeda agama. Aspek-aspek negatif yang membuat seseorang bisa berkeimpulan bahwa konflik tidak bisa dihindari.
Namun, begitu Kanisian mencicipi sedikit norma dan budaya di tempat tersebut, hilanglah bekal itu. Halangan semu yang dibangun oleh isi kepala sendiri hilang saat sebuah percakapan sederhana antarsiswa dan santri dengan "luwes" berjalan. Tidak perlu tentang sesuatu yang dalam.Â
Sebuah topik sederhana: perbedaan kebiasaan mereka dengan Kanisian. Antara yang bekerja di ladang dan beribadah di Masjid dengan yang berkutat di kelas dan menjalani kehidupan di ibukota. Tidak rumit sebenarnya, membangun silahturahmi berharga dengan seberang pihak.
Tidak hanya itu, agenda yang disediakan oleh pondok pesantren selama 3 hari itu membuka perspektif baru di dalam Kanisian. Dari pengajian sampai perladangan. Dari belajar keterampilan dasar membuat olahan-olahan manis untuk diwirausahakan, sampai berjalan ke air terjun segar untuk melepas penat hari. Tiada hari tanpa warna selama ekskursi, jauh dari yang awalnya disangka.Â
Pondok pesantren yang mungkin dicap sebagai tempat yang membosankan seperti institusi pendidikan lainnya, ternyata merupakan tempat semua aspek pembelajaran difasilitasi. Dari pendidikan agama (mengaji dan sholat), ke pendidikan akademis, hingga kewirausahaan.Â
Luluhnya dinding prasangka merupakan langkah pertama yang krusial dalam meraih toleransi dalam diri. Sungguh, pada dasarnya semua bias manusia terhadap satu pihak tertentu disebabkan karena ketidakinginannya melihat realita adanya kawan kita yang serupa, tapi tak sama; adanya asumsi-asumsi buruk tersebut.Â
Sebagai langkah pertama jadi orang yang toleran, perlu untuk mengolah konformitas pikiran tersebut, menjadikannya alat untuk menyangkal diri kita sendiri dari ide-ide yang rasis. Demikian, dengan hilangnya awan-awan asumsi buruk yang menutupi pemikiran rasional, muncullah keinginan untuk berhubungan baik dengan siapapun di lingkungan sekitar.
Titik Kini
Sekarang, ekskursi sudah menjadi kegiatan di waktu lampau. Sebuah sepatah pengalaman dari sekian banyak yang terjadi di SMA. Maka, muncul lagi waktu untuk berhenti sejenak dan melihat kembali. Melihat dan memilah nilai-nilai yang mungkin terkandung di dalam pengalaman ini, selain yang jelas tertera pada tujuan utama kegiatan.
Secara universal, sepertinya ada beberapa keprihatinan dunia ini yang membuat ekskursi menjadi pengalaman yang begitu berharga. Dari data indeks aturan hukum dari World Justice Project (WJP), 70% negara di dunia mengalami permasalahan diskriminasi yang makin memburuk sejak 2021. Entah atas basis ras, kepercayaan, atau sejenisnya.
Bisa disimpulkan bahwa kepentingan ekskursi datang dalam bentuk pola pikir yang berlawanan dengan ide-ide diskriminasi. Mungkin dari pembangunan pendirian kokoh akan toleransi agar jangan sampai mudah didorong oleh pihak-pihak tertentu. Namun, menurut saya, ada pesan lain yang sifatnya lebih lokal daripada konsep yang lebih abstrak seperti itu.
Jika kita lihat pada sisi lain, Indonesia sebenarnya sudah menunjukkan progres yang cukup menjanjikan selama beberapa tahun terakhir. Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia mencatat kenaikan tingkat kerukunan antarumat beragama (KUB). Dari 73,09% di tahun 2022, ke 76,02% di tahun 2023, dan 76,47% di tahun 2024.
Lantas, bagaimana muncul pesan dalam kegiatan ekskursi yang mendorong toleransi, jika kenyataannya menunjukkan tren yang positif? Saya pikir, hal tersebut datang dalam lingkungan yang diciptakan oleh toleransi itu sendiri. Kita mendapat privilege untuk tinggal di lingkungan yang menerima perbedaan. Kita mungkin lupa akan permasalahan yang muncul karena tidak adanya toleransi tersebut sampai akhirnya kita menghidupkan kembali ide diskriminasi karena kesan tidak nyatanya masalah tersebut.
Dari itu, saya melihat ekskursi sebagai sebuah pengalaman yang bertujuan untuk "memperbaharui" pola pikir kita. Pancasila, nilai-nilai UAP, dan semacamnya sudah sering ditekankan ke sekolah. Kegiatan ekskursi mengkonkretkan konsep-konsep kelas itu ke hidup nyata, membuka mata Kanisian atas perbedaan yang tidak bisa dipisah dari realita.
Penutup
Demikian, pengalaman ekskursi menjadi halaman terakhir dari pembangunan karakter di Kolese Kanisius. Meski waktunya yang relatif singkat, kegiatan ini menghasilkan pengalaman yang sama dalam maknanya dengan kegiatan-kegiatan lain selama tahun ajaran di Kanisius. Semoga makna ini bisa diturunkan ke angkatan berikutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H