Mohon tunggu...
Paulus Adhitama
Paulus Adhitama Mohon Tunggu... Sales - salah seorang pelaku industri pariwisata di bidang tour ziarah

Nama Saya Paulus Adhitama, biasa dipanggil Adhi. Saya berkecimpung di dunia travel, secara khusus di pelayanan ziarah. Tujuan ziarah mulai dari Yerusalem maupun ke Lourdes dan berbagai tempat ziarah di berbagai belahan dunia lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Pengalaman Naik Pesawat ke Turki di Era Pandemi

11 Januari 2021   15:30 Diperbarui: 16 Januari 2021   17:55 2916
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh jacqueline macou via pixabay.com

Naik pesawat international bagi sebagian orang sudah menjadi hal biasa. Entah itu untuk urusan bisnis, kunjungan keluarga ataupun traveling. Beragam fasilitas & pelayanan yang menarik bisa kita rasakan di dalamnya. Namun apakah pengalaman yang sama bisa didapat tatkala terbang dalam situasi pandemi saat ini? Bagaimana juga kondisi di Bandara Soekarno Hatta serta di Bandara Turki? Penasaran kan? Simak terus tulisan ini sampai habis. 

Saya bertugas sebagai tour leader untuk membawa sebuah keluarga tour ziarah Tujuh Gereja Perdana di Turki. Karena itu kami menggunakan pesawat Turkish Airlines. Tournya sendiri berlangsung 10 hari, dimulai 23 Desember 2020. Group tour ini diatur oleh Christour, sebuah travel agen yang sudah berpengalaman dalam pelayanan tour ziarah.

Sebagai seorang tour leader yang biasa wara-wiri mengantar peserta tour ke luar negeri, pengalaman terbang kembali setelah vakum karena pandemi membawa suasana hati yang campur-campur. Antara senang karena sudah ada group berangkat dan penasaran karena pastinya akan ada banyak perubahan akibat pandemi. Itu yang dirasa tatkala kaki kembali menyentuh lantai terminal 3 ultimate, Bandara Soekarno Hatta.

Situasi terminal 3 pada pukul 18.00 WIB tidak seramai pada masa sebelum pandemi. Biasanya kalau sudah masuk periode libur Natal & Tahun Baru penuh dengan orang yang pergi liburan. Saat itu semua orang yang saya temui dipastikan memakai masker. Beberapa malah terlihat memakai masker dan juga pelindung wajah (face shield).

Hal berbeda yang terlihat adalah adanya spot-spot tempat cuci tangan berupa hand sanitizer. Selain itu juga tanda peringatan 3M hampir ada di setiap tempat sebagai reminder untuk selalu memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan.

Ada hal baru juga yang saya lihat di sana. Tepatnya di tengah terminal tiga terdapat beberapa meja dengan dibatasi plastik di depan petugas. Di tempat itu para calon penumpang harus menunjukkan hasil tes covid untuk divalidasi oleh petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP). Setelah dicek & diberi stempel oleh petugas, baru menuju ke counter airlines untuk proses cek in. Saat itu tidak terlihat antrian, hanya satu dua orang yang tengah dilayani.

Sesuai dengan jam yang telah disepakati, delapan orang, termasuk saya, sudah berkumpul di depan sebuah restaurant sate untuk absen dan pemasangan label tas. Tidak lupa kami berdoa bersama untuk keselamatan perjalanan.

Setelah itu peserta beserta dengan kopernya saya ajak ke counter cek in untuk profiling. Dalam proses cek in tidak ada yang berbeda dengan sebelum pandemi.

Selesai cek in dan bagasi sudah masuk, kami mendapat boarding pass. Proses di bagian security & imigrasi juga masih sama seperti sebelum pandemi.

Di lokasi Gate tidak banyak toko atau restoran yang buka. Kebanyakan tutup dengan tulisan temporary close. Melihat itu rasanya sedih ya…tersadar efek pandemi begitu luas sampai berimbas ke bandara international yang merupakan ‘etalase’ paling depan sebuah negara.

Etalase depannya saja sudah kena dampak, bisa bayangkan bagian dalamnya lebih kena dampak lagi. Yah itulah realita efek pandemi. Berharap si Mbak Corona lekas lenyap dari muka bumi ini…

Situasi dalam pesawat

Your attention please, passengers of Turkish Airlines on flight number TK 52 to Istanbul please boarding from door 9. Thank you,” Panggilan untuk masuk pesawat membuyarkan lamunan sesaatku. Akh…sudah lama tidak mendengar pengumuman ini. Jadi lebih terdengar merdu hehehe... Sekarang saatnya masuk ke perut Boeing 777-300ER.

Setelah boarding pass discan dan dicek passport kaki saya melangkah melewati garbarata. Sebelum tiba di pintu pesawat ada seorang pramugara berdiri di belakang meja kecil.

Di meja tersebut sudah tersedia satu kantong amenity kit dengan bungkus plastik tersegel. Penumpang tinggal ambil saja. Isinya: 3 masker masing-masing dibungkus plastik bening, dua bungkus tissue basah dan satu botol kecil hand sanitizer. Jauh lebih sedikit dibandingkan travel kit sebelum pandemi: pouch dari bahan beludru, slippers, kaos kaki, penutup mata, sikat gigi + odol, lip balm & ear plug.

Sampai di bangku saya mendapatkan selimut yang dibungkus plastik. Selain itu juga terdapat ear phone kecil. Biasanya disediakan head seat yang akan dikumpukan kembali oleh pramugari pada saat mau landing.

Mungkin hal itu dibuat dengan pertimbangan hyginitas. Termasuk sekarang sudah tidak ada lagi bantal kecil. Padahal kalau saya bawa group ziarah yang ada rute ke Mesir, saya selalu sarankan peserta ambil bantal kecil tadi sebagai ganjal duduk pada saat naik onta di Gunung Sinai hehehe…

Sebelum pesawat take off biasanya pramugari akan membagikan handuk hangat, tetapi sekarang sudah tidak ada. Pintu pesawat sudah ditutup dan saya melihat ke seliling. Tempat duduk tidak terisi penuh. Mungkin paling banyak tiga perempat saja yang terisi. Sebagai seorang tour leader itu artinya ada kesempatan untuk mencari bangku tiga baris yang kosong. Lumayan bisa rebahan tatkala penerbangan panjang selama 12 jam lebih ini.

Makanan di pesawat

Sekarang kita mau lihat perbedaan inflight mealnya. Biasanya setelah pesawat berada dalam ketinggian jelajah, pramugari akan membagikan card menu yang berisi menu makan malam dan sarapan yang bisa dipilih.

Selain itu juga ada list minuman yang bisa dipilih selama penerbangan mulai dari air mineral, jus, sampai minuman alcohol. Itu biasanya lho... Tapi dalam penerbangan kali ini tidak ada. Artinya apa? Yup…artinya semua makanan & minuman yang akan diberikan semua dalam bentuk meals box. Itupun tidak semua bisa disajikan.

Sekitar 40 menit terbang, kru kabin yang semuanya pastinya pakai masker, membagikan makan malam dalam box. Setelah dibuka box berwarna merah itu isinya: salad, roti sandwich isi daging cincang, buah potong, kue coklat dan segelas air mineral. Selain itu ada pisau & garpu plastik, tissue makan, garam serta black pepper. 

Di tengah penerbangan kembali diberikan makanan di dalam paper bag dengan isi roti sandwich, jus jeruk dan sepotong kue. Dua jam sebelum mendarat kru kabin kembali membagikan makanan dalam di dalam paper box sebagai sarapan. Isinya? Sama dengan box makan malam. Satu yang hilang dan saya rindukan: pramugari dengan tray menawarkan minuman mulai dari teh hingga wine dan beragam minuman alkohol.

Oh iya satu hal yang berbeda juga saya temukan di toilet pesawat. Sekarang untuk flush WC cukup dengan sensor gerakan tangan. Arahkan tangan ke sensor flush dan otomatis toilet akan terguyur. Begitu juga dengan keran air sudah dengan sensor. Arahkan telapak tangan di bawah keran, maka air akan langsung mengalir. 

Untuk membuang tissue atau sampah lain, cara membukanya dengan menginjak pedal kaki di bawah, maka tutup tempat sampah akan terbuka. Tidak perlu lagi mendorong tutup tempat sampah seperti biasanya. Inovasi yang sangat membantu penumpang ketika tengah menggunakan toilet dalam penerbangan di era pandemi seperti sekarang ini.

Tepat pukul 05.58 roda pesawat menyentuh landasan bandara Turki. Situasi bandara Turki terlihat lengang. Antrian di loket imigrasi tidak terlalu banyak karena banyak loket yang dibuka. Mungkin juga untuk mencegah kerumunan, petugas membuka hampir semua loket yang ada. Setelah itu di pengambilan bagasi, di mulut conveyer belt ada sinar ultra violet yang berfungsi untuk mematikan virus atau bakteri.

Sebelum pandemi biasanya kami sudah bisa bertemu dengan local guide di hall kedatangan. Di sana juga para penjemput biasanya menunggu. Tetapi ketika kami tiba di hall tersebut suasananya sepi tidak ada orang. Ternyata ada aturan baru bahwa tidak boleh ada penjemput di sana, sehingga kami harus berjalan sendiri keluar sampai bertemu bus kami. Di sana baru kami bertemu dengan local guide.

Demikian situasi terkini tentang perjalanan berangkat dari Jakarta menuju Istanbul di era pandemi. Kalau boleh disimpulkan, naik pesawat masih lebih nyaman di era sebelum pandemi. Tetapi bagaimana lagi, demi kesehatan dan keselamatan banyak hal harus disesuikan.

Lalu bagaimana situasi di Turki sendiri dan juga bagaimana menikmati traveling di Turki saat ini, bisa disimak dalam tulisan saya berikutnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun