Mohon tunggu...
Paulus Tukan
Paulus Tukan Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Pemerhati Pendidikan

Mengajar di SMA dan SMK Fransiskus 1 Jakarta Timur; Penulis buku pelajaran Bahasa Indonesia "Mahir Berbahasa Indonesia untuk SMA", Yudhistira.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gonjang-ganjing Mudik Vs Pulang Kampung Hanyalah Retorika Kehilangan Konteks

26 April 2020   06:30 Diperbarui: 26 April 2020   06:42 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam  Kompas.com, Jumat, 24/4/2020, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Donny Gahral Adian menanggapi berbagai komentar warganet mengenai makna mudik dan pulang kampung  yang disampaikan Presiden Joko Widodo. 

Ada dua hal yang disampaikannya. Pertama, istana tidak mempermasalahkan beragam komentar warganet mengenai makna mudik dan pulang kampung. Istana menghargai keebebasan setiap orang untuk berpendapat. 

Kedua, pernyataan Presiden tidak terlepas dari konteks pembicaraan. Pulang kampung yang dimaksud Presiden adalah kembalinya seseorang ke kampung halaman  karena tidak lagi memiliki pekerjaan di kota perantauan. Sebaliknya, mudik kembalinya seseorang ke kampung halaman dalam konteks Lebaran.

Disiplin Diri

Persoalan makna mudik dan pulang kampung menjadi pembicaraan hangat di media sosial sesungguhnya tidak terlepas dari kedisipilinan diri.

Saya mulai dengan satu contoh. Tetangga saya, sebuat saja Pak Dodi. Pak Dodi selalu mengikuti tradisi mudik atau pulang kampung setiap tahun menjelang Lebaran.  

Sebagai seorang Jawa tentu jauh sebelum masuknya Covid-19, ia sudah berencana untuk pulang ke kampung halamannya di Wonogiri, Jawa Tengah. Namun, saat ini, ia membatalkan niatnya untuk pulang, meskipun orangtuanya yang sudah sepuh membutuhkan kehadiran anaknya untuk bersama-sama merayakan Lebaran. 

Ia memutuskan untuk tidak pulkam karena menghindari kemunhkinan orang-orang yang ia cintai terpapar virus corona. Kehadirannya bisa membawa malapetaka bagi kedua orangtuanya. 

Meskipun sampai saat ini Pak Doni dan keluarganya dalam kondisii sehat, tapi kekhawatiran akan tertularnya virus corona selalu ada. Melalui perjumpaan dengan penumpang lain dalam kendaraan umum maupun di terminal bus terbuka kemungkiman untuk tertularnya virus corona. Karena itu, ia memutuskan perjalanan untuk tetap tinggal di rumah.

Keputusan Pak Doni tersebut menggambarkan  bahwa ia seorang yang disiplin terhadap dirinya sendiri dan mencintai orangtuanya. Ia juga tidak egois. 

Ia sadar betul bahwa memutus mata rantai penyebaran virus corona harus dimulai dari diri sendiri. Diri sendirilah yang berinisiatif menjaga jarak dengan orang lain. Alangkah mulianya jika semua orang memiliki kesadaran yang sama dengan Pak Doni.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun