Sebab ia tak mampu membaca kata-kata yang telah kupasang pada tiga tungku puisi itu
"hkssss,,kesal!"
Aku pun marah, meludahinya dan memukulnya
Sampai hari senja dan ia tampak lelah bekerja-berpikir tentang air mata yang terbuat dari lautan
Dengan kedua tangan yang memar, ia memeluk sekali lagi kepalaku
Dan menyelipkan puisi itu di dalam sakunya
Ia setia membaca saat merasa fana, tak ada apa-apa yang ia perjuangkan selain anaknya.
Sejak saat itu
Aku tak ingin kehilangan ayah, seperti kehilangan puisi dari kata-kata.
Sampai di sini pelajaran sekolahku, pelajaran puisiku
"tak pernah selesai"
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!