Di Balik Bonyoknya Ade Armando
Menarik demo 114 kebalikan dari sukses besar 411 yang lampau, karena tidak ada kerusuhan yang berlebihan. masih taraf wajar, bukan perusakan juga. Mungkin karena sedang menjalankan ibadah. Salah satu korban itu Ade Armando. Dosen dan juga pelaku aktif media sosial yang sering menjadi sasaran kemarahan para pihak "oposan".
Tidak heran banyak yang mengatakan, apa juga maksudnya si Ade Armando ke sana. Sudah tahu itu adalah aksi antipemerintah, dan publik paham ke mana afiliasi Ade Armando dalam menyikapi panasnya suhu politik negeri ini. Kubu yang bertolakbelakang dan sangat tidak bisa bertemu sejatinya.
Apa yang terjadi memperlihatkan,
Jauh lebih cenderung politik perkubuan yang memang masih demikian kuat usai pilpres dan pilkada DKI. Ade Armando yang datang dengan afiliasi politik yang sama dihajar karena asumsi bahwa ia adalah "musuh" selama ini. Satu gagasan padahal, kog diamuk, hal yang aneh, jika memang itu adalah mahasiswa dan kelas berpendidikan, bukan kelas jalanan apalagi preman.
Perpolitikan dan juga dinamika hidup bersama yang belum mampu melihat perbedaan itu suatu saat juga bisa jadi akan sama. Pemikiran Ade Armando yang akademis dan logis, belum bisa diterima oleh sekelompok massa yang berpikir bahwa berbeda itu musuh, dan selalu akan berbeda.
Mempertontonkan jika massa yang hadir jelas bukan semata mahasiswa namun kelompok yang isinya kebencian dan dendam. Tidak kelas mahasiswa yang berciri kritis logis dan berpikir dengan kepala dingin. Aneh dan lucu. Memang sih, masih banyak mahasiswa yang tidak juga kritis dan logis.
Massa yang hadir, siapapun itu, penyuka kekerasan dan kerusuhan. Jika mereka berdemo untuk memperjuangkan hal yang prinsip sepanjang itu demi bangsa dan negara, atau rakyat, tentu akan bersama-sama berjuang. Tidak kog malah menghajar sesama pejuang. Ini sangat aneh dan naif sejatinya.
 Pemikiran Ade Armando yang  egaliter, kesamaan gagasan, belum tentu diterima dengan baik, ketika komunitas yang ada itu tidak memiliki sikap batin, pola pikir, dan juga sikap yang sama. Ini sama saja memberikan bensin pada bara. Padahal ini adalah hal yang baik, ada sebuah sarana rekonsiliasi.
Namun, bagaimana bisa itu adalah massa, dan di mana-mana siapa sih yang mampu mengendalikan massa. Lha yang baik-baik saja rusuh, apalagi ini sudah penuh dengan asumsi sejak lama dengan keberadaan Ade Armando yang dilabeli ini dan itu. Sikap permusuhan   yang mendapatkan kesempatan untuk melampiaskan.
Malah seperti domba masuk kawanan serigala. Habis. Miris sih sebenarnya, bagaimana negara yang adiluhung ini menjadi demikian arogan. Perbedaan adalah musuh.
Memperlihatkan bagaimana sikap berbeda itu sebagai sebuah kodrat dari Sang Khalik belum sepenuhnya bisa dipahami dengan semestinya. Malah cenderung memperbesar perbedaan bukan menemukan persamaan.
Miris, bagaimana negara dengan Bhineka Tunggal Ika ini malah tercabik-cabik karena arogansi dan kesewenang-wenangan bagi pihak yang berbeda. Aneh dan lucu, ketika negeri Pancasila yang beraneka ragam mau diseragamkan. Ini jelas menghianati apa yang menjadi kehendak Pencipta.
Betapa beragamnya negeri ini, bagaimana bisa ketika berbeda pandangan politik saja sudah seberigas itu, susah bicara toleransi yang harus legawa dan menerima bahwa saudaranya itu berbeda dan sangat mungkin itu bersinggungan dengan kedirian, bagaimana tidak muntab.
Wajar, ketika bicara toleransi ima dan agama bisa meradang. Hal dogmatis dan prinsip bisa membuat panas. Sesuatu yang sederhana, politik saja ribet, apalagi yang mendasar.
Sikap merasa diri lebih itu ditunjang keberadaan kelompok makin menjadi. Sikap yang senggol bacok dan mudah tersulut ini kan bukan sikap negara ini. Tetapi  ada sekelompok pihak yang memang memanfaatkan kondisi ini, dipanas-panasin untuk selalu ribut.
Fenomena tikus dalam karung yang memang dihidupi oleh pihak-pihak tertentu agar negara ini lemah dan selalu dimanfaatkan pihak-pihak yang memanfaatkan kekayaan dan keberadaan negeri ini. Riuh rendah  pada hal-hal remeh, sehingga terlena pada yang esensial dan besar.
Demokrasi yang masih coba-coba, di mana lebih cenderung bermusuhan, kekerasan, kebencian, dan dendam. Â Padahal, demokrasi sejati akan berdu argumen, pendapat, dan ide atau gagasan, adanya perbedaan itu hal yang lumrah.
Semua masih berproses dan bahwa riak-riak kecil itu ya wajar. Namun perlu kesadaran bersama bahwa ada masalah yang perlu dibenahi. Tidak hanya dibiarkan. Â Perlu mengakui ada masalah.
Penegakkan hukum yang lemah dan tercampur dengan politik dan agama. Jika terus terulang hal ini akan merusak tatanan hidup bersama. Ada kejadian ketika berkaitan dengan beberapa kelompok yang aman dan posisi lain sangat keras banget.
Ada yang memang menggunakan cara ini untuk menciptakan instabiitas politik dan keamanan negeri ini. Pilunya adalah disambar dengan cepat oleh sekelompok pihak di sini yang tamak, klop kan.
Kesadaran bersama  menjadi sangat penting, agar hidup bersama menjadi lebih baik.  Ini pekerjaan rumah yang sangat besar bagi semua komponen negeri ini.
Terima kasih dan salam
Susy Haryawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H