Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mendag Tergelincir Minyak Goreng dan Kena Reshuffle?

22 Maret 2022   20:09 Diperbarui: 22 Maret 2022   20:20 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mendag Tergelincir Minyak Goreng dan Kena Resuffle?

Persoalan minyak goreng masih juga panas. Sudah ada isu pawang hujan Mandalika, tidak cukup meredakan. Usai bingung tidak ada  minyak, kini mengaku bingung juga tiba-tiba persediaan minyak melimpah ruah, dengan harga edan-edanan tentu saja.

Mengatakan dan mengaku tahu mafia, mau mengungkap nama-nama, eh tiba-tiba malah kebingungan banjir minyak. Apakah ini normal sebagai menteri yang tentu saja diperlengkapi dengan staf dan birokrat yang sangat berlimpah? Naif jika tidak tahu.

Masalahnya adalah, ia tidak paham dengan permainan politik, dunia usaha, dan mafia yang saling bertautan sangat erat. Akhirnya bingung sendiri. Terlihat dari pernyataannya yang simpang siur.

Ini masalah krusial karena melibatkan kepentingan sangat penting, meskipun bukan hidup dan mati. Belum lagi gorengan politis. Lihat saja bagaimana Demokrat melalui Ibas berbagi minyak 16 ton. Padahal saat itu pasar lagi tidak ada minyak.

Pemberitaan sedang adanya penggerebegan penimbun, namun tidak bagi Ibas dan partai mercy. Artinya ini tidak semata, ekonomi, bisnis, dan mafia. Ada partai yang bermain, susah ditolak asumsi itu.

PAN yang sudah menendang pendirinya, Amin Rais, biasa khas partai matahari ini, merapat ke pemerintahan. Nah, tentu saja tidak ada yang gratis. Salah satu yang biasa terjadi adalah satu jatah menteri.  Desas-desus ini sudah lama terdengar.   

Ada pula Marsekal Purnawirawan Hadi, mantan Panglima TNI yang perlu juga ungkapan terima kasih untuk duduk di pos kementrian.  Berarti ada dua pos yang kudu disediakan.

Menendang orang parpol tentu sulit, karena meskipun tidak profesional, kinerja jebok sekalipun, toh mau tidak mau, suka atau tidak, mereka pasti enggan tergeser.  Bisa berarti bahwa akan terbuang dari orang yang nonpartisan, profesional, dan bukan orang yang ada afiliasi partai secara langsung.

M. Lutfi selaku  Mendag sangat rentan terdepak dan masuklah dua sosok sebagaimana dibahas di atas. Dari PAN dan mantan panglima, nama terakhir sih bisa jadi tidak juga. minimal yang PAN pasti sudah ngebet.

Soetrisno Bachir, bisa menggantikan M. Lutfi yang berkali-kali gamang mengatur perdagangan. Telor sempat naik turun gak karuan, yang membuat peternak mabuk karena harga sangat rendah. Pun kedelai. Isu yang sangat seksi bagi pihak-pihak yang hendak menggantikan kekuasaan di tengah jalan.

Mendag kali ini bukan orang partai. Posisi yang jelas lemah, di mana politik banci masih demikian kuat. Katanya presidensial, namun toh dewan dan parpol juga sangat dominan. Hal yang selama ini belum tersadari, korban eforia reformasi yang belum juga membaik.

Oposan yang getol menyerang pemerintah mengenai jabatan diperpanjang atau menggubah menjadi bisa tiga periode, namun sama inkonstitusional juga dengan mau mengganti di tengah jalan. Ini sama-sama ngaconya.

Menjelang 24 keadaan memang makin panas. Siap-siap saling sikut dengan berbagai isu dan rakyat yang menjadi korban. Elit sih enak-enak duduk manis, apapun mereka tetap enak. Berapa banyak sih, yang memikirkan rakyat, kebanyakan hanya memikirkan perut sendiri dan keluarganya.

Ya mau apalagi ini adalah ala demokrasi yang dipaksakan, di tengah tabiat dan kebiasaan seenaknya sendiri. Feodalisme yang begitu kuat, kesetiaan dan taat azas yang sangat lemah pula.  Susah, para     profesional untuk bekerja dengan semestinya. Kalah oleh kepentingan politik.

Belum lagi rongrongan ideolog yang dikemas agamis. Mereka ini juga pelaku paling getol dalam menyuarakan kegaduhan. Apapun dijadikan bahan untuk memojokkan pemerintah. Lebih oposan dari oposan.

Media juga terlibat amat erat,   di tengah peliknya persoalan   bisnis media, terutama cetak, mereka sangat mudah tergoda untuk menjadi buzzer bagi pihak-pihak tertentu. Ketika ketahuan atau  terpojok, mereka  berdalih kebebasan pers.

Ini semua memang masih harus dijalani, dan semua proses. Harapan yang membaik sangat mungkin akan menjadi lebih buruk, jika salah melangkah. Ujung-ujungnya sih doit dan kekuasaan. Miris sih, mengaku agamis, religius, namun tamak.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun