Keempat, satu lawan berlebih, 1000 kawan kurang. Nah ini, posisi pemimpin itu tidak akan mungkin menyenangkan banyak pihak. Ingat ini dunia. Mau bagaimana lagi. Contoh BBM dan subsidi, karena tidak mau namanya jelek, tidak tega, akhirnya menjadi-jadi. Â Karena pilihan sikap dan falsafah hidupnya demikian.
Termasuk ketika harus berkelahi menghadapi mafia. Apa SBY tidak tahu dan takut? Kalau takut mungkin tidak, namun karena tidak mau menambah musuh. Susah jika demikian, tetapi toh itu pilihan Pak Beye, ya sudah.
Kelima, pembangunan yang masif membuatnya malu. Mengapa hal yang bisa juga ia lakukan tidak dikerjakan. Paham dengan baiklah apa dampak dan apa itu manfaatnya bagi bangsa dan negara. Tuh lihat komentar anaknya, hentikan pembangunan infrastruktur untuk penanganan pandemi. Artinya kan paham bahwa itu akan membuat citra Jokowi makin moncer. Biasa sikap malu ditutupi dengan arogan, sikap manusiawi pakai banget.
Keenam, entah lari ke mana slogan seribu kawan kurang, ketika ia malah cenderung menciptakan permusuhan pada Jokowi dengan seluruh barisan pendukungnya. Ini tidak main-main, bukan semata satu lawan, namun puluhan juta yang akhirnya menjadi "lawan".
Belum lagi dengan kubu Moeldoko dan kawan-kawan. Berapa saja kader yang dipecat dan menjadi barisan sakit hati. Ini menjadi lawan lho, bukan hanya satu Pak Beye.
Entah mengapa Pak Beye kog menjadi seperti itu, karena kata lagu Anang, separoh jiwaku pergi. Dampak yang demikian besar, tanpa Pak Beye antisipasi. Usai Ibu Ani meninggal terkena padai yang luar biasa, dan semua di luar kapasitas Pak Beye. Tampil penuh emosional, tidak terukur, dan menyerang sana-sini.
Ketujuh, sialnya lagi Pak Beye itu digantikan Jokowi yang pekerja keras, tidak kenal kompromi, dan apa yang dipilih itu bertolak belakang. Sama juga permainan jungkat-jungkit, satu naik, pasti yang lain turun. Ini kan cilaka 13 bagi Pak Beye. Padahal sejatinya hal yang biasa saja sih. Masalahnya adalah sifat baperannya itu.
Untungnya adalah Jokowi itu sabar dan tidak peduli dengan model serangan demikian. susah membayangkan jika sama-sama model baperan berabe. Negara tidak berjalan karena dua presidennya berkelahi dan bertikai berebut pengaruh. Â Kan ribet jika demikian.
Bagus untuk rakyat dengan gamblang menilai, pemimpin dan kepemimpinan seperti apa sih yang layak untuk ke depan. Keduanya menampilkan wajah yang bertolak belakang. Jadi bisa menjadi cermin, oh ini pemimpin yang pas untuk negara ini bisa menjadi negara besar.
Artikel ini tak hendak merendahkan Pak Beye dan meninggikan Pak Jokowi, namun  mengulik realitas yang ada. Fakta  dan data yang ada di depan mata.
Terima kasih dan Salam