Wajar sih, apalagi atlet-atlet masa lampau. Ingat keadaan Ellyas Pical, dan kalau mau mengulik masih banyak lagi tentu saja. Mereka sangat mungkin melihat dengan mata sedih, bukan saja pilu. Mereka tidak mendapatkan penghargaan yang sama.
Bisnis, sebagaimana pasangan Alan-Susy, Finarsih dengan toko Fina Sport, atau Arbi B. Wiranata yang beralih warga negara karena melatih di luar negeri. Ada pula banyak pebulutangkis biasa saja menjadi pelatih top. Toh ini berkaitan juga dengan bakat.
Pelatih juga berapa banyak sih yang sukses menjadi pelatih, apalagi pemain sepak bola yang demikian banyaknya. Bisa jadi beralih menjadi apa saja, asal bisa menghidupi diri dan keluarga.
Dewan
Semua tentu juga paham. Bagaimana  prestasi mereka. Capaian  yang ada hanya berkutat pada diri, golongan atau partai mereka. Kekuasaan, uang, dan kepentingan di atas bangsa dan negara. Masih juga maling. Apakah ini asumtif? Enggak juga, cek saja, minimal dengan target sendiri saja sudah gagal, alias gagal total.
Mau mereka luar biasa. Gaji gede, sidang melompong, baik datang atau tidak sama saja tidak ada isinya.
Pengakuan gaji gede dewan ini memperpanjang kengacoan, kalau tidak mau disebut negeri sakit. Bagaimana yang tidak memiliki capaian, prestasi, seperti mayoritas anggota dewan ini, namun mereka bergaji gede, mendapat fasilitas kelas wahid, tunjangan yang entah apalagi namanya, pensiun pula. Bandingkan dengan atlet misalnya.
Lihat juga bagaimana para birokrat dan pejabat bekerja. Ahok, Jokowi, Risma, atau pejabat level daerah. Selalu saja diganggu oleh pihak-pihak yang terganggu kepentingannya. Ribet dan ribut terus ketika bekerja.
Apakah pernah terdengar bagaimana masa SBY memimpin ada yang teriak ganti SBY tukang utang dan ragu, mangkrakkan banyak proyek? Tidak ada. malah Jokowi yang melanjutkan dikatakan jangan mangkrak. Yang koplak siapa coba?
Rentetan keanehan lain, bagaimana bekas maling mau jadi duta antimmaling. Juga ada predator anak mau masuk tipi agar menjadi duta bahaya predator anak. Menambah deretan amat panjang urusan perdutaan dari tokoh-tokoh ngaco.
Bangsa ini bangsa yang besar, tidak kurang orang baik, pinter, berprestasi, dan otak moncer. Hanya saja banyak yang tukang iri, dengki, dan model takut bersaing. Model-model ini hanya akan menyasar orang yang bekerja keras dengan ocehan mereka yang sejatinya pengin namun enggan berusaha.