Jokowi Blunder
Senang, tiap kali Jokowi mengatakan atau membuat kebijakan, kemudian dijadikan bahan dan  label blunder. Tentu bukan oleh oposan atau barisan sakit hati yang mengatakan itu. Saat  yang bicara adalah pendukung Jokowi. Menglaim garis keras pula.
Tidak lama kemudian, mereka-mereka ini paling kenceng juga membela dan mengatakan Jokowi cerdas dengan langkah kudanya. Ha...ha..pret. Rekam jejak digital ada kog. Syukur bahwa mereka ini punya ingatan pendek, beda dengan saya yang karena pengaruh scorpio jadi ingatan kuat dan panjang.
Salah satu saja contoh, ketika Rizieq Shihab pulang, membuat kerumunan, kerusakan pula, berbondong-bondong pejabat dan mantan pejabat menyambangi. Suara pendukung ini mengatakan, sebentar lagi akan datang pembelaan langkah kuda Jokowi. Orang ini melanjutkan dengan cemoohan dan kekecewaan.
Percuma berdarah-darah masa pilpres dan kemudian kalah hanya dengan satu orang saja. Narasi kekecewaan dan kemarahan lebih kuat. Sama juga ketika pegawai KPK akan menjadi ASN, orang ini mengatakan independensi akan hilang jika demikian.
Eh kini keluar lagi, karena pernyataan soal pembinaan ke-75 orang yang tidak lolos TWK. Jokowi blunder, Jokowi membiarkan keberadaaan orang yang tidak loyal. Lagi-lagi kekecewaaan, dan kemarahan. Identik soal dukungan dan pembelaan masa pilpres.
Mereka ini lupa, Jokowi itu Presiden RI bukan presiden pendukungnya saja. Ini yang harus dicamkan. Jangan sampai orang sudah sedih kalah pilpres kemudian disakiti lagi dengan sadis. Kadang sikap mengalah untuk menang tidak banyak dipahami oleh pihak-pihak yang menggunakan kaca mata picik.
Parameter, instrumen, dan alat kelengkapan presiden itu amat lengkap. Beda dengan pengamat sekalipun, apalagi hanya pegiat media sosial, paling banyak berapa sih yang bisa dipantau dan itu menjadi bahan simpulan? Paling banter juga dari media arus utama, dibumbui media sosial, kadang juga sas-sus dari sini dan situ.
Siapa yang tahu di balik presiden itu ada tekanan ormas, parpol, kadang juga mafia dengan kamuflase pegiat ini dan itu? Apakah mereka ini semudah lalat yang ditepuk mati? Tidak lah, mereka ini ditepuk menggigit, dielus menggeliat, bisa-bisa menikam.
Konsekunsi demokrasi di tengah masyarakat yang masih belum begitu maju dan lemah literasi ya seperti ini. Semua merasa  berhak bicara, tahu, dan benar, masalahnya, kapasitas yang minim, enggan baca pula. Ini persoalannya.
Belum lagi, kubu sebelah, ini bisa siapa saja yang memang menantikan keberadaan Jokowi untuk jatuh sesegera mungkin. Begitu banyak pihak yang memang mengintai dan menunggu momenuntuk mendepak ini. Siapa mereka tidak perlu disebutkan, bisa dipancung artikelnya. Ha..ha..ha..
Ketika relawan, pendukung, dan para penyemangat Jokowi ini malah salah tafsir, salah memahami dan merasa lebih tahu, itu adalah amunisi baru bagi pihak lawan untuk bisa menggembosi kekuatan Jokowi.
Berapa kali sih Jokowi membuat langkah yang sebenarnya identik ini? Berkali ulang, kata-kata Ahok, Jokowi itu menggodok kodok, beda dengan saya, menembak kodok. Membiarkan dulu dengan leluasa dan ketika sudah tidak berdaya diserok.
Lihat saja papa minta saham, Setya Novanto, bahkan sempat menjadi ketua DPR, ketua umum Golkar yang sangat erat dengan presiden baik kelembagaan atau pribadi. Ujungnya apa? Kena juga bui, meskipun penuh drama.
Tahun ini ada dua, Rizieq dan Munarman. Narasi yang sama, presiden lemah, kalah, dan kembali mengungkit jasa pilpres. Marah ketika bisa ditangani kembali memuji. Langkah yang sama, membiarkan dulu baru kemudian ditangani dengan relatif lebih mudah.
Pembubaran FPI juga begitu lama, seolah tidak sabar. Toh akhirnya bisa juga.  Tidak gampang memang, karena sudah saling asyik masyuk di semua lembaga negara, siapa kawan siapa  lawan itu sangat sumir.
Butuh kesabaran ekstratinggi. Nah ini, publik jarang bisa sesabar Jokowi menghadapi keadaan. Â Kembali soal betapa saling kait antara pembela bangsa atau perongrong negeri. Siapa kawan siapa lawan sangat susah. Blungkon menguasai negeri ini.
Tahan diri, selain sabar, Jokowi juga relatif tenang, jaga diri dan jarak, bukan model baperan dan konpras-konpres. Jika model demikian, strategi dan skenarionya kacau. Ini kesuksesan cara berpolitik Jokowi, bisa diam dengan berbagai serangan. Tidak mudah.
Membiarkan diri diserang yang membuat penyerang lengah itu sangat berat. Tidak banyak yang mampu, dan toh memang bisa sampai hari ini menyelesaikan masalah dengan lebih baik. Tidak banyak  menimbulkan kehebohan dan kebisingan.
Strategi yang memang tidak banyak yang suka, karena maunya yang heboh, langsung pukul, dan selesai. Khas model tinju Mike Tyson masa jayanya. Sekali pukul selesai, penggemar tinju era 90-an akan paham ini. Padahal tinju bisa juga keindahan dan kelincahan.
Grusa-grusu yang membuat keadaan tidak lebih baik untuk apa. Mbok sabar. Ungkapan yang benar-benar dihayati Jokowi.
Soal TWK ini masih proses, jangan gegabah menyimpulkan, karena masalah korupsi itu pelik dan tidak sesederhana membalik telapak tangan. Mereka orang pinter, punya jaringan, dan juga kekuasaan. Apa iya mau menebang pohon di tengah kampung, tanpa merantingi dulu, beda dengan di tengah hutan.
Mbok sabar, semua ada waktunya. Jokowi memang suka blunder,
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H