Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Banjir, Menghajar Ganjar dan Mengiris Anies

8 Februari 2021   13:17 Diperbarui: 8 Februari 2021   13:28 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banjir, Menghajar Ganjar dan Mengiris Anies

Jakarta dan Semarang banjir itu relatif wajar, karena permukaan laut dan daratan hampir sama, bahkan kemungkinan permukaan tanah makin turun karena beban sangat mungkin. Air tanah yang diambil, beban bangunan di atas bumi, berperan turunnya permukaan. Air susah untuk mampu dengan cepat mengalir menuju lautan.

Curah hujan juga sangat ekstrem beberapa hari ini. Semarang, khususnya Tanah Mas, tanggul sudah sangat tinggi, cukup lama aman dan tidak banjir, kali ini terendam lumayan tinggi. Jakarta pun demikian. Usai awal 20 yang lalu banjir besar, kini mengalaminya lagi. Paling menggelikan itu, khas bangsa ini, bukan bicara mengapa banjir dan solusinya, tapi polemik politis.

Mengapa kalau Jakarta banjir, Anies dipersalah-salahkan, ketika Semarang banjir, tidak ada serangan atau mencari-cari Ganjar. Hal yang memang model bangsa ini. Beberapa hari ini,  mulai ramai bersautan demikian di media sosial. Apakah pas dan tepat pertanyaan dan pernyataan itu?

Beberapa hal  patut dicermati lebih dalam lagi,

Pertama, orang tetap saja mengaitkan ini dengan kontestasi untuk 24, keberadaan Ganjar yang melaju cukup kencang ini, pantas menjadi sasaran tembak dengan berbagai manufer. Sama juga dengan yang terjadi pada Anies Baswedan. Beda sikap dan perilaku untuk menjadi salah satu kandidat memang, tetapi toh asumsi publik tetap saja sama.

Kedua, tata pemerintahan keduanya sebenarnya berbeda. Jawa Tengah tidak seluruhnya kebanjiran, hanya Semarang dan beberapa kota Pantura, hal yang berbeda dengan bicara Jakarta. Jakarta itu yang dikenal gubernurnya, bukan walikota atau  pimpinan daerah tinggat dua mereka.

Membandingkan banjir di kedua daerah dengan mencari Ganjar dan Anies tidak sepenuhnya pas dan tepat. Semarang ada Hendi sebagai penanggung jawab kawasan. Wong Ganjar tidak bisa juga kog ngobrak-abrik Semarang. Ini bicara landasar tata kelola dan tata negara. Sifat  pemerintahan yang lain.

Ketiga, soal pernyataan dan perilaku dalam pemerintahan dan berwacana. Ini yang cukup besar perbedaannya, cenderung bertolak belakang. Ganjar yang memang tidak memiliki catatan langganan banjir jelas tidak banyak menyatakan konsep menangani banjir. Karena memang tidak menjadi prioritas  masalah banjir di Jawa Tengah.

Mengatakan air harus dimasukan bumi, bukan membuat kanal, atau berpolemik mengenai semata istilah normalisasi atau naturalisasi. Tidak ada polemik dan wacana model demikian di Jawa Tengah ataupun Semarang.

Ganjar juga tidak pernah menyoal pemimpin sebelumnya, karena soal banjir bukan masalah umum di Jawa Tengah. Masih ada priorotas lain yang lebih besar. Pemerintahan itu berkelanjutan bukan hanya keakuan semata.  Pembeda yang cukup jelas.

Perbedaan lainnya, tidak ada perbandingan yang mencolok era Ganjar dengan era Bibit, zaman Ismail sekalipun. Mau dipersoalkan bagaimana lagi, karena perkembangan pembangunan Semarang itu sangat jelas. Perbedaan mencolol bahwa ada pemimpin yang bekerja membangun kota.

Itu alasan di mana publik kemudian mengejar Anies Baswedan dan tidak dengan Ganjar Pranowo. Ini tidak bicara soal dukung atau tidak suka. Sama sekali tidak ada. Lihat fakta di atas itu  semua logis, jangan nanti bicara karena tidak suka. Jika berkomentar demikian, tunjukan mana yang salah dan lebih benar.

Konsekuensi logis bagi Anies Baswedan yang sering bicara di depan publik dan media. Dengan banyak pernyataan dan omongan, termasuk narasi, orang layak menagih, ketika kenyataan yang  ada di depan mata berbeda sangat jauh dengan apa yang dinyatakan.

Lebih baik, bijaksana, dan pas, itu bukan bicara pemimpinnya sudah berbuat apa, namun perilaku kita masing-masing, di dalam menjaga lingkungan. Ingat ini mengenai banjir, peran manusia cukup besar. Pohon jelas makin sedikit, lha di kampung saja orang sudah ogah menanam karena enggan kotor, bukan karena lahan tidak ada.

Kebiasaan membuang sampah ke got yang akan hanyut ke sungai. Ini penyakit klasik yang entah kapan bisa terselesaikan. Budaya nyampah yang memilukan, karena hampir semua lapisan masyarakat menjadi pelaku. Membuang sampah sembarangan.

Menutup alur sungai demi pembangunan pribadi. Cek di sekitar masing-masing, kisaran 10 tahun ke atas, apakah sungai atau gotya sama dengan hari ini? Jika iya bagus, namun kog tidak yakin masih seperti dulu keadaannya.

Pembangunan tanpa perawatan. Ibukota kecamatan minimal, sudah ada pemasangan got permanen dengan kotak cor. Namun, apakah pernah dibersihkan? Apalagi bicara rutin. Lagi-lagi ini sikap mental. Bagaimana memperbaiki sikap batin dan perilaku masyarakat agar lebih baik.

Egoisme kelompok. Lihat saja orang-orang membangun dengan membuat talang yang dibuang ke jalanan. Air meluap ke mana-mana tidak masuk ke got, bahkan banyak pembangunan jalan tanpa membuat got yang cukup layak.

Jalan lingkar, jalan tol baru, atau perumahan baru biasanya membuat bencana banjir di kawasan sekitarnya. Pengalaman-pengalaman yang terus terulang. Terlupakan atau terabaikan ketika musim kemarau.

Ribut ketika kejadian, namun tidak pernah mengubah kebiasaan. Menyoal pimpinan  tanpa mau mengganti kebiasaan. Padahal jika mau sedikit saja mencoba bebenah bukan tidak mungkin ada perubahan.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun