Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Adakah Cinta Tanpa Seksual dan Harus Memiliki?

29 Januari 2021   13:32 Diperbarui: 29 Januari 2021   13:34 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mau cewek atau cowok akan sama saja. Memang kadang lebih banyak cewek yang mendesak untuk sesegera menikah, ketika sudah beberapa kali bertemu. Jika tidak menikah, akan tanya memangnya mau apa? Mua dibawa ke mana. Wajar sih, tidak salah juga.

Kembali, itu budaya, kebiasaan, dan sudah menjadi tradisi. Seolah tergesa dan takut ini dan itu. Lha apa iya relasi itu hanya untuk perkawinan, seksual, dan sekitarnya? Padahal tidak mesti juga.

Biasanya, ujung-ujungnya kalau bicara pasangan, pernikahan, atau minimal pacaran dan kemudian bubar, selesai sudah juga pertemanan, bahkan persaudaraan yang ada. Relasi, saling suport, atau saling sapa selama ini bisa bubar.

Seorang rekan ASN berkisah, temannya itu biasanya main seksual dengan siapa saja di mana saja, bahkan mengaku pernah di toilet sekolah. Rekan yang sama juga mengaku, kalau kegiatan luar kawan-kawannya itu girang bukan main, ternyata banyak yang akhirnya cinta lokasi atau cinta sejenak, keluar berdua dengan pasangan orang lain tentu saja, memanfaatkan waktu senggang dan waktu luang.

dokter.id
dokter.id
Ia mengatakan, lha kog hidupnya konsentrasinya hanya pantat perempuan, itu konteks laki-laki. Seolah hidupnya hanya mengabdi pada maaf kata kasarnya selangkangan. 

Memangnya tidak ada hal yang lebih mulia, mendasar, dan bermakna. Di rumah mereka punya anak, masing-masing juga pasangan. Untuk apa janji perkawinan mereka bangun?

Apa yang tertulis ini bukan kampanye untuk selibat, iklan untuk melajang, hanya saja, hidup itu sangat luas, mengapa harus fokus hanya pernikahan atau perkawinan, yang tidak semudah kata motivator pernikahan. Mau menakut-nakuti? Tidak juga, tetapi kadang orang terlalu ekstrem padahal ada jalan tengah yang sering tidak diperhatikan.

Persaudaraan tanpa pernikahan, jauh lebih baik, mendewasakan untuk bisa mengontrol emosi dan juga rangsang seksual. Ini pembiasaaan, tanpa adanya proses tidak akan mungkin mampu menjalinnya. Memang akan menabrak banyak aral melintang. Sudah dibahas bagaimana sosial masyarakat terbiasa melihat dan menilai.

Perkenalan jauh lebih mendalam sebenarnya, tanpa adanya embel-embel kapan kawin. Lha yang tanya kalau ada masalah juga mana peduli. Pinjam uang saja lho belum tentu mau memberi, apalagi kalau harus membantu dalam konteks yang lebih berat.

Perpisahan usai menikah, biasanya karena pengenalan kurang mendalam. Jangan pernah merasa jadi dukun atau paranormal, mengandalkan intuisi yang belum tentu juga jernih pas itu. keputusan seuur hidup kog dijatuhkan sesaat.

Tanpa embel-embel menikah atau memiliki secara eksklusif orang akan lebih bebas, termasuk bebas seksual. Bebas bukan dalam arti melakukan dengan bebas. Lebih lepas tidak akan fokus pada aksi seksual.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun