"Bangsat....cepat matikan....cepat....munafikkkkkk."
Aku terbangun, kaget, lamat-lamat aku masih belum jelas...
"Matikan itu bangsatttt...cepat...."
Ternyata suamiku....papanya anak-anak mengigau lagi...
"Pa..bangun....bangun..."
Pelan-pelan aku tepuk pipi dan lengannya...
Sambil mengimpun nyawa dan ingatan, aku juga berjuang mengatasi kegagetan dan kantuk. Kejadian ini untuk kesikian kalinya. Paling tidak dalam seminggu sudah tiga kali. Hal yang sama. Memaki untuk mematikan. Entah apa yang harus dimatikan.
Seperti yang sudah-sudah, ketika terbangun ia minum dan pura-pura tidur. Tidak sepatah kata pun menjawab tanyaku.
Paginya ketika didesak paling mengatakan ah lupa, mimpi buruk, biasa kecapekan.
Kali ini terulang lagi, sudah hampir sebulan, setiap pekannya bisa dua hingga tiga kali. Mulai berdampak pada wajah dan semangatnya yang jauh menurun. Wajahnya kusam, kucel, dan terlihat dia kurang tidur.
Mas Boy memang tidak pemarah dan emosional. Sikapnya pada kami tetap sama, tidak berubah menjadi pemarah. Lebih murung iya, beberapa kali aku pergoki sedang melamun, kadang matanya memerah, namun selalu mengatakan hanya kecapekan semata. Kerjaan di kantor sedang banyak-banyaknya.