Calon-calon presiden dan wapres kali ini berjibaku dengan keadaan konret. Ada Anies dengan bergetar, ada Ganjar dengan kunjungan ke mana-mana yang viral, ada Ridwan Kamil dengan aksi-aksinya. Mereka semua bergerak dan itu ada nilai politiknya. Lha kalau AHY hanya ribut soal tugas anak, dengan pelaku media sosial, kapan dapat point gede.
Benar, mungkin tenar, menjadi pembicaraan, ingat pemilu 2019 kemarin, seperti apa  suara Prabowo di dunia maya? Riuh rendah namun maya, dan bahkan palsu. Mosok iya, namanya saja keren Demokrat, muda pula usia, tapi pola dan cara berpolitik jadul.
Pembenahan ke dalam, membangun narasi dengan kinerja yang baik, bukan waton sulaya dalam menghadapi segala persoalan. Mana kritiknya coba jika seperti ini?
Beragam pilihan untuk membangun citra partai. Lihat PSI mendapatkan panggung cukup baik di DKI. Bisa membawa oposan bersisian dalam kasus anggaran formula-e. Sepi tapi nyata, dari pada hiruk pikuk semu dan bodong pada akhirnya.
Hati-hati cara berpolitik kader dan pengurus Demokrat, sangat mungkin bisa masuk pada jerat hukum karena sudah kebak sundukane. Seolah bukan pelaku politik tingkat nasional. Kehilangan Ruhut Demokrat menjadi kecut memang.
Susah melihat Demokrat kembali moncer, apalagi pelaporan Denny Siregar ini. Kalah menang tetap menjadi bulan-bulannan media sosial. Bijak bagi AHY menghentikan polemik dan konsentrasi yang lebih baik lagi.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H