Pun ketika harus dikarantinakan, di suatu daerah. Penolakan keras terjadi. Lha apa iya ada orang tua yang mau membunuh anak-anaknya sendiri dengan mengorbankan mereka. Aneh saja, lha kalau menjadi agen pembunuh mengapa dijemput? Ini bukan soal aneh lagi, namun naif, pemikiran yang bodoh. Lihat saja pemberitaan banyak yang positif, ketika pemerintah China sukses menyehatkan banyak warga yang jelas-jelas sudah terinveksi.
Sama juga dengan gagasan pemulangan ekspejuang DAESH. Yakinlah negara sudah berhitung bahwa mereka akan bisa "dijinakkan-diwaraskan" dari kesesatan mereka selama ini. Sama juga dengan kecurigaan kepulangan warga negara dari Wuhan. Tidak ada pemerintah yang mau membahayakan keamanan dan kenyamanan masyarakatnya.
Apriori dan kecurigaan sedikit saja dikurangilah. Pilihan yang sangat berat memang harus ditempuh. Tidak akan bisa terbaik yang terbaik, minimal adalah pilihan terbaik dari kondisi yang lebih buruk. Ini simalakama memang.
Rekam jejak kemunafikan dan perilaku mereka yang tidak bisa berubah memang telah melukai nurani bangsa dan sebagian besar publik. Ini memang tidak mudah untuk meyakinkan. Apalagi ketika ideologi yang identik masih banyak menjadi acuan sebagaian anak bangsa.
Sikap Positif yang Perlu Dikembangkan
Demokrasi memang memberikan kesempatan untuk bersuara. Dan kadang suara itu sumbang dan tidak jarang berupa makian yang tidak berdasar. Ini konsekuensi logis juga sih. Dan harus dijalani untuk menuju kepada hidup berbangsa dengan lebih baik.
Beri kepercayaan kepada pemerintah dengan pengawasan oleh publik. Jangan belum apa-apa sudah curiga dulu, dituding ini dan itu, namun abai akan hasil yang dicapai. Tidak hanya sekali dua kali, perilaku demikian. Hampir selalu semua dijadikan bahan perdebatan.
Sikap positif bukan kecurigaan. Ini yang harus dikembangkan, sehingga warga juga memiliki kebiasaan baik. Terutama seharusnya dimulai dari elit, yang biasanya menjadi virus menular berpikir buruk bagi masyarakat. Elit yang berpikir keuntungan politis memang susah, sehingga sering membuat onar persepsi dengan narasi yang waton sulaya terhadap kebijakan bangsa atau pemerintah.
Memang sedang berproses menuju kedewasaan berdemokrasi. Usai dihantam era tertutup dan terkendali penuh, ditingkahi masa dan era digital yang demikian tak terbatas, wajar ada friksi dan ketidakdewasaan dalam mengemukakan masalah. diperparah elit politik abai etika. eLeSHa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H