Ada yang menarik sebagai sebuah pengalaman dalam hidup bersama berbangsa. Dua kisah yang cukup tragis kalau tidak berlebihan disebut demikian. Ketika Wuhan sedang menghadapi bencana demikian banyak ragam tanggapan. Salah satu yang paling utama untuk bahan permenungan adalah mengenai penolakan kawasan tertentu  untuk menjadi tempat karantina sementara. Ingat sementara.
Pada sisi lain, dalam waktu yang relatif bersamaan, ada ide dan gagasan bahwa pemerintah akan membawa kembali para pejuang DAESH. Lagi-lagi pro dan kontra dalam media. Belum ada aksi fisik yang menolak wacana itu. Jika dalam tulisan, pernyataan, dan tampilan via media sosial sih sama ruh rendahnya.
Pemerintah dan Negara Hadir.
Tidak akan bisa menyenangkan semua pihak. Itu perlu menjadi pertimbangan.  Memulangkan  warga negara dari Wuhan, sama juga dengan kepulangan "bekas" warga negara dari kawasan Timur Tengah yang pernah menyatakan diri sebagai pejuang  DAESH. Memang berbeda, karena di Wuhan, kebanyakan adalah mahasiswa atau warga negara sepenuhnya.
Ketika "pejuang" DAESH ini dulu membakar pasport, menyatakan diri secara publik ingkar atas kebangsaan Indonesia. Persoalan ideologis yang juga menjadi pertanyaan dan penolakan sebagian pihak. Sangat wajar. Sama takutnya dengan virus Corona. Bagaimana mereka bisa menjadi warga negara yang baik seperti sedia kala.
Keputusan negara ini tidak bisa serta merta ditolak atau dicurigai macam-macam. Susah bersikap sebagai pemerintah. Ini sama juga sebagai seorang bapak dan ibu dengan anaknya yang mrosal. Menghabiskan uang dan harta bendanya untuk kesenangan diri. Kala kelaparan dan miskin di kota lain, mendengar keadaan ini tentu akan mengupayakan kepulangannya.
Apakah anak-anak yang lain akan rela hati? Bisa dikira-kira sendiri. Sama, sebagai orang tua itu dilematis. Â Menjemput berarti melukai anak-anak yang lain. Membiarkan saja sama artinya menjadi orang tua yang tidak bertanggung jawab. Dan itu di hadapan dunia yang menjadi saksinya.
Memang fatal kesalahannya, dan potensi lebih nakal dan merusak pun sama buruknya. Pilihan memulangkan menjadi pilihan yang paling berat, apalagi kehidupan mereka jelas sangat mengerikan di dalam derita mereka.
Politisasi Keadaan
Penolakan atau penerimaan dalam kedua kejadian ini cenderung sangat bernuansa politis dan ditarik-tarik dalam ranah politisasi juga. Â Mengenai Wuhan, bagaimana ketika Jepang dan USA bisa memulangkan mereka, reaksi beberapa pihak sungguh lebai. Mengapa mereka bisa, pemerintah RI tidak. Padahal Australia, Inggris, dan negara lain juga belum bisa. Fokus yang sudah bisa seolah diperbandingkan pemerintah kita lemah.
Ketika pesawat yang berangkat pun dipermasalahkan. Mau pesawat apapun tentu pemerintah  itu sudah menghitung baik dan buruknya. Warga negara hanya melihat dan kemudian ribut. Ini bukan soal pesawatnya apa, namun kesenangan nyacat, kesenangan mencela, bukan mendukung.