Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Anies Baswedan dan FPI, Bukti Politik itu Kalkulasi Bukan Emosi

4 Desember 2019   10:59 Diperbarui: 4 Desember 2019   11:07 924
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa waktu terakhir ramai, riuh rendah soal pembubaran FPI. Kala Menag mengatakan mau membubarkan FPI puja dan puji, sebaliknya ketika mengatakan mendukung perpanjangan izin ganti menjadi bahan celaan dan bahkan tuntutan untuk diganti.

Pujian kembali menggema ketika Tito selaku mendagri bersama Mahfud sebagai Menkopolhukam mengatakan belum bisa memberikan perpanjangan izin FPI. Belum lho bukan tidak. Bedakan. Semua memuji dan mengatakan ini hebat, tidak seperti yang itu.

Belum reda soal FPI, ketika ada reunian juga begitu hiruk pikuk, pro dan kontra, antara yang menilai tidak ada manfaat dan sebaliknya. Ramai luar biasa, yang sejatinya tidak produktif. Apalagi ketika Anies Baswedan datang dan memberikan sambutan. Lagi-lagi riuh Anies layak dipecat, melanggar ini dan itu pecat saja.

Politik itu Kalkulasi, Bukan Emosi

Jokowi sebagai presiden memiliki kalkulasi politik mumpuni. Berkali ulang ia berada pada posisi yang sulit ketika menghadapi persoalan hukum dan politik. Paling fenomenal jelas mengenai Setya Novanto. Bagaimana tidak pada posisi panas membara banyak orang yakin Setnov akan terjungkal karena perbuatannya.

Papa minta saham, hanya itu sebagai candaan untuk menetrlisir bagaimana seorang ketua dewan mengatakan presiden koppig, meminta fee untuk keuntungan sendiri lagi. Dan ternyata masih beberapa waktu kemudian ia akhirnya masuk juga bui. Tidak seketika, tidak langsung seperti maling ayam.

Orang kini pun meributkan masalah Anies dengan segala kelucuan, maaf kalau goblog terlalu kasar. Trotoar yang dibongkar pasang, dan malah dinasehati pengemudi ojeg yang tahu dengan baik setiap waktu di jalanan. Apakah Anies bodoh dengan tindakannya? Tidak, ia berhitung.

Anies cermat berhitung, mana yang bisa dikapitalisasi menjadi sebuah kekuatan mana yang berpotensi menjadi masalah. TGUPP dengan rekam jejak panjang bukan hanya boneka, mereka meranccang itu semua, bahkan demi 2024. Apakah tidak bisa diselesaikan atau penegakan hukum? Sangat mungkin, sangat terbuka, namun ingat ini bukan semata soal hukum, ini soal politik.

Mengapa ia selalu menempel pada aksi FPI dan kawan-kawan? Jelas itu kekuatan yang ia miliki. Partai politik jangan harap, posisi Anies yang tidak memiliki parpol itu sastu sisi menguntungkan. Sebaliknya pada kondisi terjepit jangan harap ada bantuan. Ugal-ugalan anggaran yang dilakukan itu tentu penuh perhitungan matang. Ia bisa "membeli" bannyak hal dengan itu, paling tidak, William tentu akan jerih dan tahu kenyataan yang tidak mudah.

Pun soal FPI dan tidak berbeda dengan HTI. Mengapa tidak ada tindakan hukum yang begitu cepat, tegas, dan seperti harapan banyak pihak?  Jadi ingat kemarin ada seorang rekan di media sosial mengatakan bubarkan FPI, HTI, dan penjarakan AB, negara aman. Bener sesederhana itu?

Tentu tidak. Jauh lebih mengerikan dampaknya. Secara tidak langsung, kini pun ada aksi yang sejatinya orang atau kelompok itu lagi itu lagi, membenturkan ulama NU dengan berbagai tudingan dan tuduhan yang kadang berlebihan, irrasional, dan maaf bloon. Mengapa itu terjadi, ya karena memang kemampuan para pelaku hanya itu. Ahok dengan ucapannya sempat sukses. Dan itu dijadikan model demikian saja. Apalagi ketika si imam besar pun menyerukan demo berjilid-jilid lagi. Apa artinya? Bahwa itu ada jalan satu-satunya untuk mendapatkan kekuasaan.

Syukur bahwa mereka itu sering "mengaku" secara tidak langsung, sehingga intelijen tidak perlu susah-susah menerjemahkan akan ke mana aksi dan perilaku mereka. Hanya menunggu momentum dan waktu yang baik. Dan itu perlu kesabaran sehingga tidak malah menjadi kontraproduksi.

Jika emosional yang dikedepankan, mudah saja FPI itu dibubarkan, dan semudah juga meniup lilin ulang tahun sebagai negara. Namun apakah selesai begitu saja seperti padamnya lilin? Tidak. Karena mereka selalu memutarbalikan fakta, dan itu sangat mungkin ditunggangi banyak faksi yang memiliki kepentingan dan itu dalam negeri pun luar negeri, ada pula kolaborasi luar dengan pihak di dalam yang merasa tertekan dengan pendekatan pemerintah sekarang.

Waktu yang baik untuk menentukan sikap dan tindakan, sebagaimana menyelesaikan banyak persoalan lain. Lihat bagaimana ada  oknum yang biasa memaksa biar cepat seperti Fadli Zon, ia pun berhitung bahwa dengan memaksa dan menghina untuk cepat orang bisa salah langkah. Ketika rusuh Papua Zon memaksa presiden ke Papua, dan itu tentu riskan, ia memang sengaja demikian. ingat ketika kebakaran lahan, ia memaksa datang sampai di sana ia ledek wisata bencana. Itu sudah dalam settingan akan seperti apa.

Mengapa politis itu susah diselesaikan?

Pihak-pihak yang terlibat munafik. Mereka justru memainkan politik korban ketika diselesaikan dengan penegakan hukum. Ini yang menyandera. Mereka banyak omong kosong meskipun tidak berdasar dan berlawanan fakta dan datapun tidak peduli, karena memang ada langkah selanjutnya yang disiapkan. Jebakan yang bisa dibaca dengan baik karena monoton pilihan laku mereka.

Ketika para pelaku munafik itu  menebarkan jalanya, jangan sampai malah terperangkap pada jala itu. mereka berhitung, nah negara pun tidak kalah berhitung dengan lebih cermat karena memiliki ahli dan para pelindung negara yang tidak hanya para munafik yang ada.

Kesabaran dari rakyat untuk sejenak melihat polah ugal-ugalan anak-anak tantrum, untuk pada waktunya bisa diselesaikan dengan baik. Emosi hanya akan membubarkan banyak hal, dan tentu bukan itu yang dimaui bukan?

Terima kasih dan salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun