Ketika janji politik itu menemui fakta lapangan, politikus mau apa? Ya lajulah, seturut UU dan peraturan yang berlaku, dilindungi UU, kan pemimpin semua warga, bukan hanya pemilihnya. Ini salah siapa?
Jelas salah yang percaya pada janji politik. Mengapa? Jelas mereka akan mudah mengingkari ketika berhadapan dengan pemilihnya sekalipun, jika itu akan menabrak UU dan peraturan yang ada.Â
Bagaimana mereka yang mendapatkan mandat berdasar UU akan menabrak UU bukan? Yang percaya janji politik utopis, adalah naif.
Pembelaan diri yang sangat mudah dan murah adalah, kami bekerja atas dasar UU, dan itu tidak pandnag bulu mau pemilih atau bukan pemilih. Kami pemimpin atas seluruh daerah. Dan itu sangat mungkin dilakukan, meskipun mereka dulu bertandatangan darah sekalipun.
Janji politik kan hanya pernyataan moral, sangat mungkin dikalahkan oleh sumpah jabatan yang bisa terkena dampak hukum, dan bisa terjerat dengan hukum pidana. Pelanggaran ranah yang berbeda.
Sejatinya pemilih dan kebetulan adalah para pelaku yang potensial kena gusur mereka paham, hanya sejenak menikmati sebuah oase, fatamorgana, dan bayangan yang kiranya bisa menjadi kenyataan.Â
Hanya sebuah tambahan nafas sejenak, hanya menunggu waktu, dan berpikir, semoga saja. Dan ketika mereka juga menghadapi kenyataan, keterkejutan itu menjadi kemarahan.
Penggusuran itu keniscayaan, ketika pembangunan terjadi, karena apa? Program, perencanaan, dan pengembangan sangat mungkin mengubah peta area yang sudah ada.Â
Dan di sanalah kecerdasan, kebijaksanaan, dan kejelian menjadi penting. Hal ini sangat mungkin. Jadi ketika ada yang mengatakan tidak akan menggusur itu jelas lebay.
Belum lagi jika kota besar, pembangunan dan pembiaran berjalan seiring sejalan, yang terjadi adalah penguasaan lahan kosong menjadi-jadi. Paling murah meriah adalah bantaran kali dan bahu jalan.Â
Mau menngganti dengan narasi menggeser, kampung terapung, atau apalah namanya, toh sungai perlu dikembalikan pada wujud awalnya. Mau naturalisasi seperti pemain bola, atau yang normal dengan mengatakan  normalisasi. Ini bukan soal istilah, namun soal esensi.