Kemarin dalam sebuah status media sosial saya bercanda, apa yang terjadi jika Prabowo yang menang. Ada candaan, ada yang serius menjawab, ada yang pokoknya ramai. Beberapa mengatakan ya yang dilantik Prabowo bukan Jokowi, atau candaan sejenis.
Padahal ini serius sebenarnya ketika berbicara aneka aksi, perilaku, dan pernyataan-pernyataan yang masih berseliweran, seolah pilpres masih berproses. Padahal jelas-jelas Prabowo sudah menghormat pada Presiden terpilih yang memenangkan kontestasi dalam pilpres yang lampau.
Beberapa hal dan indikasi adanya pertanyaan seandainya Prabowo menang, apa yang akan terjadi?
Satu, ketika Menkopolhukam kala itu Wiranto ditusuk, banyak yang menyatakan bentuk pelecehan, tudingan, dan malah juga cenderung  hasutan. Padahal Prabowo saja mengatakan tidak ada rekayasa apapun dalam peristiwa itu. Namun anehnya tetap saja tidak mereda narasi yang menuding bahwa peristiwa itu rekayasa. Ada pula yang mengaitkan dengan demo dan anak SMK segala.
Dua, Soenarko ternyata ditengarai terlibat lagi dalam upaya "kerusuhan", jika yang Mei lampau masih bisa dimengerti memberikan tekanan dan ketakutan bahwa MK harus memutuskan kemenangan pada pihak yang ia dukung. Lha kan legalitas itu sudah hilang ketika Prabowo sudah menemui Jokowi.
Toh ia masih saja asyik dengan gerak dan aksi yang dalam kondisi ia adalah tersangka yang ditangguhkan tahanannya dengan berbagai pertimbangan atau dalih, entah apapun namanya. Faktanya adalah ia tersangka yang tahanannya ditangguhkan.
Tiga, Eggy Sudjana, dalam waktu yang berdekatan dengan pelantikan dipanggil, atau ditangkap polisi, yang jelas ia sedang ada di kantor polisi. Ia juga tersangka yang sedang ditangguhkan penahanannya dengan lagi-lagi berbagai pertimbangan.
Empat, alumi 212 mengikrarkan diri sebagai penolak pemerintahan Jokowi-KHMA, organ aneh dan lucu, ketika hidup berbangsa, ikut pemilu, tetapi tidak mau tunduk pada hasil pemilu yang tidak menguntungkannya.
Lima, Rocky Gerung yang mengatakan akan menjadi oposan dari Prabowo, lah aneh dan lucu juga orang ini, bagaimana nalarnya coba, ketika capres dukungannya melompat pagar menjadi "rival", lha kemarin itu apa sebenarnya?
Semua itu ada dalam kubu dan kebersamaan Prabowo. Namun kini, seolah bergerak, berinisiatif, dan bekerja sendiri-sendiri. Semua seolah tidak berjalan sesuai dengan satu barisan di mana Prabowo yang telah mereka berikan mandat itu. langkah mereka masing-masing mengindikasikan kepentingan sendiri dengan mendompleng Prabowo sebagai capres yang mampu bersaing dengan Jokowi. Lain tidak.
Nah ketika Jokowi menang saja ribetnya seperti ini, apalagi jika yang menang adalah Prabowo. Mengapa demikian?