Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Eggy Sudjana dan Soenarko Berulah Lagi, Bagaimana Jika Prabowo yang Menang?

21 Oktober 2019   18:50 Diperbarui: 21 Oktober 2019   18:58 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kemarin dalam sebuah status media sosial saya bercanda, apa yang terjadi jika Prabowo yang menang. Ada candaan, ada yang serius menjawab, ada yang pokoknya ramai. Beberapa mengatakan ya yang dilantik Prabowo bukan Jokowi, atau candaan sejenis.

Padahal ini serius sebenarnya ketika berbicara aneka aksi, perilaku, dan pernyataan-pernyataan yang masih berseliweran, seolah pilpres masih berproses. Padahal jelas-jelas Prabowo sudah menghormat pada Presiden terpilih yang memenangkan kontestasi dalam pilpres yang lampau.

Beberapa hal dan indikasi adanya pertanyaan seandainya Prabowo menang, apa yang akan terjadi?

Satu, ketika Menkopolhukam kala itu Wiranto ditusuk, banyak yang menyatakan bentuk pelecehan, tudingan, dan malah juga cenderung  hasutan. Padahal Prabowo saja mengatakan tidak ada rekayasa apapun dalam peristiwa itu. Namun anehnya tetap saja tidak mereda narasi yang menuding bahwa peristiwa itu rekayasa. Ada pula yang mengaitkan dengan demo dan anak SMK segala.

Dua, Soenarko ternyata ditengarai terlibat lagi dalam upaya "kerusuhan", jika yang Mei lampau masih bisa dimengerti memberikan tekanan dan ketakutan bahwa MK harus memutuskan kemenangan pada pihak yang ia dukung. Lha kan legalitas itu sudah hilang ketika Prabowo sudah menemui Jokowi.

Toh ia masih saja asyik dengan gerak dan aksi yang dalam kondisi ia adalah tersangka yang ditangguhkan tahanannya dengan berbagai pertimbangan atau dalih, entah apapun namanya. Faktanya adalah ia tersangka yang tahanannya ditangguhkan.

Tiga, Eggy Sudjana, dalam waktu yang berdekatan dengan pelantikan dipanggil, atau ditangkap polisi, yang jelas ia sedang ada di kantor polisi. Ia juga tersangka yang sedang ditangguhkan penahanannya dengan lagi-lagi berbagai pertimbangan.

Empat, alumi 212 mengikrarkan diri sebagai penolak pemerintahan Jokowi-KHMA, organ aneh dan lucu, ketika hidup berbangsa, ikut pemilu, tetapi tidak mau tunduk pada hasil pemilu yang tidak menguntungkannya.

Lima, Rocky Gerung yang mengatakan akan menjadi oposan dari Prabowo, lah aneh dan lucu juga orang ini, bagaimana nalarnya coba, ketika capres dukungannya melompat pagar menjadi "rival", lha kemarin itu apa sebenarnya?

Semua itu ada dalam kubu dan kebersamaan Prabowo. Namun kini, seolah bergerak, berinisiatif, dan bekerja sendiri-sendiri. Semua seolah tidak berjalan sesuai dengan satu barisan di mana Prabowo yang telah mereka berikan mandat itu. langkah mereka masing-masing mengindikasikan kepentingan sendiri dengan mendompleng Prabowo sebagai capres yang mampu bersaing dengan Jokowi. Lain tidak.

Nah ketika Jokowi menang saja ribetnya seperti ini, apalagi jika yang menang adalah Prabowo. Mengapa demikian?

Satu, melihat kepentingan mereka yang demikian beragam. Dan menakar tabiat mereka yang kalah saja ribet, apalagi menang. Bisa heboh berebut kursi, dan tidak akan peduli soal lain. Llihat saja ijtimak, PA, dan berbagai organ mereka ribet dengan siapa yang paling depan dan berjasa.

Dua, tipikal Prabowo yang lemah dalam pendekatan personal, cenderung akan membuat keadaan gaduh dan panas. Yang ada di sekililingnya juga bukan orang rasional, namun kelompok emosional. Ribet dan ramai yang ada.

Tiga, kebersamaan mereka jauh lebih cenderung pragmatis, asal bukan Jokowi, bukan kesamaan ide dan gagasan demi bangsa dan negara ini. Nah bagaimana mereka jika menang, akan susah memiliki visi dan misi, mereka sejak awal sudah tahu akan susah kog menang. Kalau menang pasti akan kebingungan, seperti Gubernur DKI saat ini. Itu identik.

Empat, kepentingan dan tudingan ada penunggang itu sangat jelas kini. Nah ketika kalah saja berulah, apalagi kalau menang. Mereka akan menglaim diri sebagai paling berjasa dan paling memberikan andil yang besar bagi kemenangan mereka. Ini pasti akan merepotkan.

Lima, sudah kalah saja masih merasa benar, dan pihak lain melakukan kecurangan. Jangan mengatakan itu sudah lewat, masih ada paham demikian. Nah model demokrasi kanak-kanak demikian, apa tidak akan membuat ribet dan gaduh terus. Demokrasi jaug h mundur karena dihuni oleh para pelaku demokrasi yang tidak dewasa.

Enam, politik waton sulaya, mereka ini selalu saja membolak-balikan fakta. Makin kuatlah perilaku mereka di dalam merusak persatuan dan kesatuan bangsa dengan hoak, info sepenggal dan sepihak itu.

Perilaku kedua tersangka yang kini masuk dalam urusan kepolisian cenderung aksi berbeda faksi dengan apa yang ada dalam pendekatan politik Prabowo, mereka jelas akan memberikan dampak buruk pula jika Prabowo menang. Belum lagi aksi terorisme dan fundamentalisme yang makin menguat usai pilpres.

Kelompok ideologis yang kehilangan panggung, Prabowo sebagai sosok yang dihitung bisa merebut panggung itu pupus sudah. Apakah dia masih akan terus dipakai jika menang? Jelas tidak. Mengapa mendekat ke Prabowo? Karena jelas Jokowi sudah membubarkan mereka.

Pilihan yang tidak ada yang bisa diambil, mau tidak mau mereka bersama Prabowo, dan blunder demi blunder mereka buat sendiri dan akhirnya kalah di dalam pilpres. Sikap menunggangi itu tidak akan lepas, sebagaimana ditunjukkan ketika kalah.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun