Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Getah Getih ke Gabion, Politik Cemar Asal Tenar, Memang Anies Salah?

25 Agustus 2019   09:41 Diperbarui: 25 Agustus 2019   10:15 1561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Getah-Getih ke Gabion, Politik Cemar Asal Tenar, Memang Anies Salah?

Batu gabion ala Anies Baswedan menuai pro dan kontra. Jelas saja, usai bambu ratusan juta kini ada meme, bambu dikutuk jadi batu dengan dana yang sekitar sepertiganya. Lebih miris lagi, batu itu adalah batu karang.

Seolah Anies hanya menebar kontroversi di Jakarta, apa sih salahnya? Satu saja salahnya, ia menggantikan jabatan gubernur dari pejabat-pejabat keren dengan ide, gagasan, dan juga eksekusi. Itu saja.  Nah upaya bawah sadar Anies tentu tidak mau kalah dengan itu, seolah minum air laut, malah ia gawal terus terusan. Dan kini seolah malah menikmati.

Apakah Anies Baswedan tidak tahu? Jelas ia tahu dengan baik, ia politikus cukup ulet dan licin, ia bisa ada pada gerbong SBY, manufer berbalik menjadi motor di balik Jokowi menjadi presiden 2014, dan 2017 menjadi oposan atas Jokowi dengan berbagai trik dan intriknya. 

Kebetulan ada lambe turah-nya Ahok, ia makin moncer dengan menjadi cagub dan gubernur sukses bersama Prabowo lagi. Lihat kelihaian yang ia perlihatkan. Jangan bicara soal kualitas.

Politik Korban.

Playing victim, pernah sukses dalam beberapa kasus pemilihan, termasuk dalam ajang pencarian bakat. Politikus pun ada yang menggunakan trik itu dan sukses. Toh pola yang terulang bisa membuat orang jenuh dan maaf menjadi muak. Hal yang sama diulang bisa terbaca dengan gamblang.

Politik pilkada DKI 2017 memberikan bukti itu dengan SBY sebagai mentor jembolan ternyata mengantar AHY pada posisi buncit dan mengeliminasi masuk putaran berikut. Karena pola dan cara yang dipakai sama persis.

Politik Cemar asal Tenar.

Lagi-lagi pilkada DKI 2017 menjadi pionir, terutama dilakukan oleh Sandi dengan berbagai-bagai tingkahnya. Baik dalam bersikap ataupun berwacana. Dan itu kesuksesan bukan semata karena politik cemar asal tenarnya, namun karena faktor lambe Ahok yang dikapitalisasi jadi modal politik lawan. Jadi jika menggunakan politik ini dalam konteks yang lain, kog susah.

Pembicaraan apalagi dalam media sosial, menjadi trending, mau dunia atau Indonesia toh bukan menggambarkan keterpilihan. Lagi-lagi aktornya adalah Sandi dalam pilpres, toh tetap saja hancur. Jangan mengatakan lho tenar kog, selalu dibicarakan dalam durasi panjang, ingat belum tentu dibicarakan itu juga dipilih.

Anies dan Politik Cemar Asal Tenar

Cukup masif apa yang ia lakukan untuk mendapatkan panggung ini. Mei ia ikut mengusung keranda jenazah korban, mau pelaku atau korban, tetap saja ia korban meninggal rusuh. Ia juga menyatakan akan emmberikan santunan bagi para korban menderita.

Lahirlah sindiran ada maling rumah dan dipukuli massa malah menyalahkan massa dan menolong si maling. Sukses lagi ia mendapatkan panggung. Ia tahu jelas konsekuensinya itu.

Jauh sebelum itu ia membuat Kali Item sebagai panggung dan patung bambu getah-getih, pembicaraan itu bergaung hingga setahun lho. Dan ketika ada yang baru, ia disebut lagi. Mana ia peduli dengan kata orang. Belum lagi ketika bicara anggaran.

Soal reklamasi pun ia bersilat lidah dengan berbagai argumen yang orang awam saja tahu itu hanya dalih, toh melaju dengan baik dan tanpa ada masalah. Ulang tahun Bangsa Indonesiapun dilakukan di sana. Narasi pihak lain jelas ia nikmati, karena ia tahu akan terjadi pembicaraan hangat.

Ia juga sering mencari-cari panggung berhadapan dengan Jokowi. Ketika Presiden Jokowi mengatakan jangan kebanyakan kunjungan ke luar negeri, ia membalas soal kemampuan berbahasa Inggris.  Lagi-lagi pro-dan kontra itu terjadi.

Pujian untuk FPI jelas ia paham itu artinya apa. Ke mana arahnya, itu jelas. Ia menempel untuk mendapatkan panggung yang baik dan cukup untuk 22 dan kemungkinan 24. 

Termasuk ketika ia menyatakan bahwa melanggar hukum karena kebutuhan perut mengenai PKL, ia tahu sebagai pejabat ia tidak bisa berlaku demikian. Toh di sana ada penguasa jalanan Ibukota DKI sekian tahun dan hanya Ahok yang berani menantang terbuka. Sekarang orang itu diam saja karena "kenyang", beda ketika era Ahok.

Modal Anies untuk 2022, sudah mulai disimpan. Ia menjalin relasi dengan berbagai-bagai pihak, dan memberikan kecenderungan yang berlawanan dengan Jokowi. 

Alasannya jelas mengapa, namun apakah itu cukup efektif? Tiket 2022, sangat mungkin  mengantar untuk 2024, namun melihat rekam jejaknya selama ini, susah bisa memiliki kemungkinan lebih baik.

Pilihan politik cemar asal tenar itu jelas fatal. Sandi sudah merasakan itu, bedakan politik Pilkada DKI 2017 itu kasus khusus. Eh diulang-ulang. Jangan anggap pemilih selalu bodoh, pemilih itu berkembang, lihat 2019 membuktikan kesuksesan 2017 itu tidak bisa dicopas, begitu saja.

Politik identitas ke depan akan semakin cair, pendekatan pada kelompok fundamentalis adalah blunder bagi Anies jika berbicara untuk 22 apalagi 24. Ke depan akan semakin nasionalis, bukan lagi sektarian, termasuk agama dan sejenisnya. Melihat sepak terjangnya ia menikmati ini.

 Posisi dia yang diam saja soal wagub menjadisebuah pembuktian kecurigaan orang jika ia menikmati peran itu karena dana operasional. Memang tidak ada juga gunanya kog mau ada wakil atau  tidak, toh dengan adanya gubernur atau tidak juga tidak berpengaruh.

Keberadaanya yang nonpartai membuat ia leluasa, namun ingat ia tidak cukup cerdik untuk menguasai partai untuk kendaraan. Ia sangat rentan disikat kapan saja dan di mana saja.  Membagikan dana atau uang tidak selamanya akan membuatnya aman, kalau terjebak malah menjadi makin parah posisinya.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun