Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Korupsi Dua Kali, Efek Jera, dan Pilkada 2020

29 Juli 2019   09:00 Diperbarui: 29 Juli 2019   09:04 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Fokus mereka hanya keamanan dan kekayaan diri, soal bangsa dan rakyat mana menjadi perhatian. Miris jika berpikir demikian. Mereka memikirkan kemungkinan mereka terkena hukum berat yang mereka rancang.

Jika pemikiran demikian, jauh sebelum maling mereka sudah pengin maling, dan jangan sampai mereka terkena hukuman yang berat. Jauh lebih jahat dari sekadar maling sejatinya. Mereka lebih maling dari maling.

Efek jera sebagai salah satu tujuan pemidanaan ternyata omong kosong. Hal ini juga menggugurkan argumen bahwa sudah dihukum berarti kembali bersih dan haknya dipulihkan.

Setuju bahwa hukuman pulih namun konteks tertentu dan kondisi tertentu. Praduga tak bersalah perlu disingkirkan bagi kejahatan luar biasa, karena dengan asumsi ini orang sering menggunakan kesempatan dan berdalih bagi kejahatan beru mereka. 

Narkoba, terorisme, dan korupsi jauhkan dari terminologi ini. pembuktian mereka jauh lebih berat karena kejahatan mereka juga tidak ringan.

Hukuman yang dijadikan pedoman ternyata belum memberikan jaminan, ini bukan hanya satu dua kali, namun sudah berkali ulang, dan dalih, serta pembelaan diri yang selalu sama, kami tidak melakukan itu, sumpah tidak ada itu, itu hanya kesalahpahaman, model sikap tidak mau bertanggung jawab saja.

Melihat fakta demikian, apa yang seharusnya dilakukan.

Hukuman maksimal karena berulang, tambah dengan hukuman tambahan. Pencabutan hak memilih dan dipilih, tanpa tebang pilih jika melakukan korupsi sebagai pejabat daerah atau pusat. Mengapa? Karena pnyakit ini menular dan candu. 

Susah bisa diyakini berubah. Mengaku saja, dari sekian ratus maling tipe ini berapa yang jujur mengaku bersalah, hanya SSK Migas, pejabat hubungan laut, dan tidak banyak yang mengatakan itu sebagai kesalahan yang mereka lakukan.

Bagaimana jika bertanggung jawab saja mereka enggan, kog bisa dikatakan bahwa pidana sebagai sarana memulihkan keadaan. Dalam kasus khusus hal ini tidak berlaku, dan nyatanya memang demikian.

Termasuk dalam hal ini adalah pelancong status napi. Berkali ulang napi maling elit ini bisa membeli hukum dan perangkatnya. Hilang sudah hak-haknya dipulihkan dengan segera sebelum membuktikannya. Pembuktian bukan hanya administratif namun dalam hidup bermasyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun