Warga China atau aseng memang ada yang jahat dan tidak nasionalis, toh banyak juga etnis lain yang sama sifatnya. Ini bukan soal etnis atau asal-usulnya, namun mengenai tabiat dan kepribadiannya. Dan kebetulan etnis tertentu. Â Tuh Jawa banyak juga yang jahat dan nasionalismenya rendah, pun Sunda, dan lain sebagainya.
Ketika keturunan Arab dikatakan menjadi biang ribut, kog kebetulan banyak yang memang bersikap demikian,  namun tentu bukan seluruhnya terkena tudingan itu. Masih banyak yang mencintai Indonesia dengan sepunuhnya dan bersikap sebagai warga negara yang baik sebagaimana warga yang lain.  Memang ada yang memanfaatkan ras atau darah yang ada dalam dirinya untuk mendapatkan keuntungan, itu haknya, bahwa  itu berpotensi keamanan negara, ya taat  hukum dan tangkap orangnya, bukan etnisnya tengtunya.
Bangsa ini demikian kaya, Presiden Jokowi berkali ulang mengatakan 17.000 pulau, ratusan suku dan bahasa, itu kekayaan dalam bukunya Menuju Cahaya, namun jangan malah menjadi sumber masalah karena sikap saling curiga, cinta diri berlebihan pada primordialisme, dan mudahnya tersinggung hanya karena label ini dan itu.
Pendidikan baik intelektual atau spiritual perlu lebih banyak mengajarkan sikap terbuka, bukan malah tertutup dan kemudian menjadi sikap saling curiga dan merasa diri paling benar dan baik. Fanatisme ke dalam, jangan keluar, bisa berabe jika demikian. Â perlu berkelanjutan dan terus menerus dibangun dan disadarkan.
Dulu, soal etnis, suku, dan perbedaan lainnya adalah hal yang biasa, wajar, mengapa sekarang demikian sensitif? Menang-menangan dengan suara lebih banyak sedikit banyak membuat kacau. Sudah saatnya demi hidup bersama dalam Bhineka Tunggal Ika adalah sikap menang-menang, Â tanpa akhiran --an, Â apalagi menang-kalah.
Siapa yang banyak belum tentu di tempat lain dan suasana lain sama. Kondisi yang makin global, jangan malah makin primordial. Miris mengapa bangsa ini menjadi mundur dan malah terkotak-kotakan. Â Pilihan ada di dalam bangsa ini sendiri, mau maju atau malah mundur.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H