Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tokoh di Luar Negeri Hingga Keturunan Arab, Melengkapi Istilah Krestenisasi dan Aseng lu

7 Mei 2019   09:00 Diperbarui: 7 Mei 2019   09:04 1858
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam sebuah bukunya, Sindhunata, seorang pengamat bola, budayawan, dan juga biarawan Gereja Katolik menuliskan soal kambing hitam berkaitan dengan etnis China dengan judul Puteri China. Ia mengupas sjak zaman  kerajaan etnis yang satu ini sudah dijadikan kambing hitam hingga kisah  98.

Paradigma, kecurigaan satu sama lain, dan sikap "permusuhan" ala penjajah itu sulit hilang. Apalagi memang ada stereotipe bahwa etnis ini hanya bekerja pada ranah ini, warga itu bekerja atau jual ini dan bukan itu. mau pembauran atau apapun namanya akan sulit hilang kalau sekat-sekat itu makin kuat, apalagi malah semakin diperkuat karena kepentingan politik.

Cukup menarik negara-negara jiran yang memiliki kelompok etnik yang lebih kental namun malah jarang ribut. India, Melayu, China di Malaysia mereka lebih kuat dan tampak atribut mereka, namun tidak seriuh rendah di sini. Produk Belanda yang masih demikian kuat mengakar.

Apa yang disampaikan Wiranto dengan cukup malu-malu dan masih cukup luas cakupannya, karena tokoh di luar negeri yang mengajak-ajak aksi inskonstitusional itu, diterjemahkan dengan sangat terbuka oleh Hendro Priyono, keturuna n Arab jangan membuat kisruh. Jelas dan lugas. Apakah perlu marah dan jengkel bagi keturunan Arab lain yang tidak berbuat. Bisa saja. Toh keturunan lain banyak yang nasionalis tulen, bukan provokator, toleran juga.

Cukup menarik dengan ungkapan itu. Apalagi pas Ramadan kali ini, di mana kisah yang berkaitan jadi ingat kembali. Sebuah gereja cukup kecil di Solo, biasa membagikan nasi untuk berbuka puasa. Apalagi memang gereja itu berdiri di mana banyak maaf warga yang kurang mampu. Artinya, bahwa mereka memberikan apa yang memang dibutuhkan mereka. Apakah mereka mau membaptis yang diberi makan? Memang ada, namun tidak semua kog yang mau Kristenisasi.

Beberapa tahun terakhir dan nampaknya kini sudah berakhir karena ada sekelompok orang yang tidak terima dengan aksi yang sudah demikian lama dilakukan. Tudingan krestinisasi demikian mudah terlontar.

Saya masih ingat mengangkat tema ini, berkaitan dalam komentar seorang yang bertanya, jangan-jangan pas makan mereka diguyur air dan dibaptis. Miris membaca komentar demikian, baptis tidak semudah dan sesederhana mengguyur tanaman apalagi mengguyur usai kencing.

Tudingan aseng dan asing dalam masa kampanye dan pemilu ini bukannya juga bisa berpotensi melukai warga lain? Mengapa hanya asing dan aseng yang konotasinya adalah China dan Barat, sedangkan Timur Tengah dan negara Timur lain seolah tidak apa-apa jika berjalin erat?  

Kini ketika ada tudingan keturunan Arab, sejatinya ya wajar, biasa, dan normal sebagaimana tudingan Krestinisasi dan China atau aseng itu terlontar. Memang miris sebenarnya karena toh sama-sama warga bangsa dan negara.

Kebetulan yang teriak-teriak dan intoleran kog pas keturunan Arab. Jauh lebih bijak dan benar adalah katakan si A jangan macam-macam negara ini ada hukumnya, kalau tidak taat hukum, siap-siap menjalani persidangan. Toh apa yang dilakukan bukan baru kali ini saja, sudah sekian lamanya. Dan toh semua juga pada diam saja selama ini. Mengapa sekarang sedang berlomba teriak seolah paling nasionalis, lantang, dan pembela bangsa terdepan?

Benar bahwa ada beberapa oknum umat Kristen atau bahkan gereja yang memberikan sembako dan kemudian dibujuki menjadi Kristen, itu bukan hanya warga Islam yang dibujuk, namun gereja lain yang bukan gereja mereka juga dibujuk kog. Jadi label Krestinisasi terlalu menjeneralisasi, apalagi hanya  karena diberi nasi dus sesekali kemudian pasti jadi Kristen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun