Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tokoh di Luar Negeri Hingga Keturunan Arab, Melengkapi Istilah Krestenisasi dan Aseng lu

7 Mei 2019   09:00 Diperbarui: 7 Mei 2019   09:04 1858
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Warga China atau aseng memang ada yang jahat dan tidak nasionalis, toh banyak juga etnis lain yang sama sifatnya. Ini bukan soal etnis atau asal-usulnya, namun mengenai tabiat dan kepribadiannya. Dan kebetulan etnis tertentu.  Tuh Jawa banyak juga yang jahat dan nasionalismenya rendah, pun Sunda, dan lain sebagainya.

Ketika keturunan Arab dikatakan menjadi biang ribut, kog kebetulan banyak yang memang bersikap demikian,  namun tentu bukan seluruhnya terkena tudingan itu. Masih banyak yang mencintai Indonesia dengan sepunuhnya dan bersikap sebagai warga negara yang baik sebagaimana warga yang lain.  Memang ada yang memanfaatkan ras atau darah yang ada dalam dirinya untuk mendapatkan keuntungan, itu haknya, bahwa  itu berpotensi keamanan negara, ya taat  hukum dan tangkap orangnya, bukan etnisnya tengtunya.

Bangsa ini demikian kaya, Presiden Jokowi berkali ulang mengatakan 17.000 pulau, ratusan suku dan bahasa, itu kekayaan dalam bukunya Menuju Cahaya, namun jangan malah menjadi sumber masalah karena sikap saling curiga, cinta diri berlebihan pada primordialisme, dan mudahnya tersinggung hanya karena label ini dan itu.

Pendidikan baik intelektual atau spiritual perlu lebih banyak mengajarkan sikap terbuka, bukan malah tertutup dan kemudian menjadi sikap saling curiga dan merasa diri paling benar dan baik. Fanatisme ke dalam, jangan keluar, bisa berabe jika demikian.  perlu berkelanjutan dan terus menerus dibangun dan disadarkan.

Dulu, soal etnis, suku, dan perbedaan lainnya adalah hal yang biasa, wajar, mengapa sekarang demikian sensitif? Menang-menangan dengan suara lebih banyak sedikit banyak membuat kacau. Sudah saatnya demi hidup bersama dalam Bhineka Tunggal Ika adalah sikap menang-menang,  tanpa akhiran --an,  apalagi menang-kalah.

Siapa yang banyak belum tentu di tempat lain dan suasana lain sama. Kondisi yang makin global, jangan malah makin primordial. Miris mengapa bangsa ini menjadi mundur dan malah terkotak-kotakan.  Pilihan ada di dalam bangsa ini sendiri, mau maju atau malah mundur.

Terima kasih dan salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun