Debat kali ini berbicara mengenai ranah yang sangat ia kuasa, namun untuk lebih dari dua dasa warsa. Melihat apa yang ia sampaikan selama kampanye ini, kog jauh dari penguasaan materi yang terbaru. Isu-isu strategis bangsa dan dunia internasional terbaru yang perlu penanganan segera.
Susah juga melihat cara berkomunikasi massa demikian buruk, jika berdiplomasi dengan negara lain, di kancah dunia internasional. Mengapa, gaya merendahkan, emosional, dan grusa-grusu sangat tidak elok bagi pergaulan internasional.
Apa yang dilakukan dalam kampanye juga gambaran pemahamannya dalam segala persoalan yang ada di Indonesia dan dunia internasionnal. Â Sama sekali belum ada yang baru yang ia angkat selama kampanye. Katanya dulu akan membawa kejutan, toh malah terkejut sendiri dengan berbagai-bagai kelucuan, blunder, dan aksi lucu-lucuan di atas pentas debat.
Belum lagi belepotannya BPN dalam menangkis, klarifikasi, dan meluruskan maksud dari capres mereka. Ini jelas memperlihatkan kualitas dan kapasitasnya yang tidak cukup mumpuni menguasai tema.
Menampakkan sosok arogan yang merendahkan pihak lain, dalam hal ini Jokowi, di mana banyak persoalan sederhana namun tidak mampu dijawab dengan baik. Padahal ini debat untuk menjadi presiden, bukan sebuah acara belajar debat anak SMA. Apa yang ditampilkan selama kampanye belum mencerminkan kapasitas presiden.
Kehendak saja tidak cukup, tanpa dibarengi dengan upaya kuat dan cerdas. Blunder itu jelas karena tidak persiapan, tidak mau mendengar kata tim, dan merasa paling hebat. Jelas ini penyakit seorang pemimpin yang tidak seharusnya ada, apalagi malah dihidupi.
Debat nanti tidak akan jauh dari debat yang sudah-sudah, juga tidak akan berbeda dengan kampanye, terutama kampanye terbuka yang ada. Antara kurang persiapan dan enggan belajar. Melihat rekam jejaknya keduanya itu benar demikian.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H