Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Menanggapi Survei Litbang Kompas, Cebong Menari di Atas Genderang 02

27 Maret 2019   09:00 Diperbarui: 27 Maret 2019   09:26 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang perlu dilakukan adalah mempertahankan kurang lebih lima puluh persen itu agar tidak lepas dan  bisa meyakinkan agar tidak banyak yang ngambeg dan mutung kemudian memutuskan untuk golput. Sangat mungkin karena kampanye golput pun cukup masif.

Kemarin ada pertanyaan memang golput mengapa perlu dibahas panjang lebar? Ini  masalah, karena kecenderungan koalisi 02 lebih solid mendukung. Salah benar pokok e menjadi andalan. Padahal sisi lain, koalisi 01 malah cenderung mutungan, idealis buta. Melihat politik serupa matematik. Berbeda sikap sedikt nyolot dan mengancam, kecewa karena berbeda dukungan, memilih golput.

Potensi kisaran 38 itu akan tetap demikian, kecil banget kemungkinan untuk turun. Di sinilah peran massa mengambang, baik yang masih bingung, takut, atau malah tidak mau tahu soal politik itu menjadi pembeda yang cukup signifikan.

Masih ada cukup besar massa yang masih belum menyatakan dukungan, ragu, mengambang, dan merahasiakan.  Sangat mungkin itu adalah ASN yang memilih di antara keduanya, keluarga militer dna polisi, atau orang yang abai akan politik. Nah daripada meriuhrendahkan soal Kompas dan afiliasinya, mengapa tidak mengajak mereka untuk yakin akan pilihan yang lebih baik.

Fokus jangan lepas karena godaan dan gangguan model demikian, bayangkan saja enam bulan hanya bisa meraih kurang dari lima persen, mosok dalam satu bulan kurang mau mendapatkan lebih dari 10 %. Tanpa ada aksi dan kejadian sangat luar biasa, hal ini sangat sulit tercapai.

Apa yang ditampilkan dalam kampanye terbuka baru beberapa hari saja sudah jauh dari ekspektasi untuk bisa mengejar yang 11% itu. Susah  melihat peluang untuk menaikan suara, namun jangan juga lupa untuk tetap mengupayakan beberapa hal;

Jangan sampai terpancing untuk ikut mengampanyekan golput, kecuali ikut golongan baju putih. Ada kecenderungan pendukung Jokowi mudah galau disasar untuk masuk ke golput, meskipun tidak akan memilih koalisi 02. Potensi yang sering tidak disadari.

Jangan pula memikirkan untuk percaya diri bahwa pasti Jokowi-KHMA sudah aman dan merasa satu suara tidak akan berpengaruh. Ini sama bahayanya karena satu suara juga penting bagi kemenangan dan jaminan keberlanjutan pembangunan lima tahun ke depan.

Tidak perlu mudah galau dan gamang hanya karena adanya perubahan peta politik yang belum tentu seperti itu. Sekali lagi politik  bukan matematik. Belum tentu yang terbaik akan menjadi calon dan belum  tentu yang jahat tidak bisa berkuasa. Kelemahan demokrasi ini harus disiasati dengan kecerdasan, kecerdikan, dan upaya keras untuk memilih yang terbaik dari yang terburuk. Jika mengejar yang sempurna jelas tidak ada.

Nada pesimis karena hasil litbang Kompas itu  kini menemukan kembali udara segar dalam dua kejadian parah kampanye 02  di  mana ada bendera HTI yang ikut di sana. Aneh dan lucu ketika jawaban mereka mengatakan kalau tidak mengundang mereka. Jawaban macam apa model ini karena namanya kampanye jelas bukan soal mengundang atau tidak.

Ada afiliasi yang sama di antara mereka, padahal jelas sudah dibubarkan secara resmi oleh negara, mengapa mereka menyoba eksis di sana?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun